PENDAHULUAN
Roh Kudus dan Kitab Suci, seperti dua sisi mata uang. Sebagai Pribadi Ketiga Trinitas, Ia mengambil peran dalam merancang rencana kekal penciptaan dan penebusan, di mana Kitab Suci menjadi satu bagian dari rancangan tersebut (Ef. 1.3, “rohani” berarti mengacu kepada Roh Kudus). Roh Kudus berperan dalam penciptaan langit dan bumi. Bila tanpa Dia, maka Kitab Suci, yaitu Firman Allah kepada ciptaan-Nya, tak akan memiliki peran apa-apa (Kej. 1.2; Mzm. 33.6 [“napas” mengacu “roh” dalam bahasa Ibrani]; 104.30). kemudian, Ia pun sumber dari pewahyuan, yaitu Pribadi yang menyatakan kebenaran Allah keapada nabi-nabi-Nya (Yes. 61.1-4; Kis. 2). Lalu, Ia bertanggung jawab dalam inspirasi, sebagai Pribadi yang mensupervisi penulisan Firman Allah (1Kor. 2.9-10; 2Tim. 3.16 [“roh” secara tersirat dinyatakan dalam kata “diilhamkan” atau “diembuskan”]; 2Ptr. 1.21). Akhirnya, dengan kesaksian internal Roh Kudus, Ia memampukan “para pendengar” Firman Allah untuk menyimpan, menghayati dan menerapkannya (Rm. 8.14-17; 1Kor. 2.10-16; 1Tes. 1.5; 2.13; 1Yoh. 2.27; 5.9). Dalam kesemuanya ini, Roh Kudus meneguhkan Firman—merencanakannya, menciptakan media untuk mengomunikasikannya, menuliskannya, mencatatnya, menuntunnya kembali ke dalam hati manusia.
Bagaimana karya Roh Kudus di dalam pewahyuan, inspirasi dan kesaksian internal?
I. KARYA ROH KUDUS DALAM PEWAHYUAN DAN INSPIRASI
Kitab Suci adalah Firman Allah, yang dicatat dengan bebas dari kesalahan oleh Roh Kudus dalam manuskrip kitab-kitab yang asali. Maka, Roh Kudus adalah Penulis dari Kitab Suci. Kendati demikian, Kitab Suci juga merupakan tulisan dari sejumlah besar orang, dan masalah yang mengemuka di depan kita adalah kaitan antara Penulis Ilahi dengan penulis manusia.
Dalam banyak cara, Kitab Suci nampaknya tidak ditulis oleh satu Penulis Ilahi. Di dalamnya terdapat beragam gaya bahasa dan sastra, yang mencerminkan kepribadian, karunia, pendidikan dan lingkungan yang beragam dari masing-masing penulisnya. Para penulis saling tukar-menukar bahan dan mengumpulkan data serta informasi historis yang dikenal oleh para banyak penulis pada zaman itu. Sesekali, anara satu penulis dengan penulis yang lain nampak terdapat kontradiksi, bahkan kesalahpahaman, misalnya ketika para penulis Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama. Banyak kalangan Injili yang mencoba mendamaikan yang nampak sebagai kontradiksi-kontradiksi tersebut. Dalam pada itu, yang jauh lebih penting adalah menuntaskan pertanyaan ini: Bagaimanakah Roh mengerjakan semuanya ini? Peran apa yang Ia mainkan? Apa bedanya bila hanya penulis manusia saja yang berperan, tanpa Roh? Tidakkah kita mengharapkan, dalam satu buku yang diinspiraksikan oleh Allah, suatu keseragaman yang lebih besar, sesuatu yang lebih tersusun rapi, sehingga dapat dengan mudah dibedakan dari sekadar literatur manusia?
Ketika pertanyaan-pertanyaan ini muncul, haruslah muncul pertanyaan baru, “Lalu alternatifnya apa?” Kita dapat membayangkan satu kitab yang lebih “seragam”—seperti Al Qur’an. Tetapi apakah dengan begitu Kitab Suci menjadi lebih baik? Kitab Suci ditulis supaya kita percaya kepada Kristus dan menjadi sempurna di dalam dia (Yoh. 20.31; 2Tim. 3.17). Apakah satu kitab suci yang seragam akan membantu kita untuk mencapainya?
Masalah di atas serius, dan tidak dapat dijawab dengan mudah. Kita membutuhkan suatu ilham khusus untuk masuk ke dalam pikiran Allah, ketimbang apa yang Ia sudah nyata perbuat bagi kita. Apakah kita mengetahui lebih dari apa yang Ia lakukan, sama seperti pertanyaan mengapa Ia mau menyelamatkan dan menguduskan Anda? Lebih baik bila kita memasrahkan sepenuhnya masalah ini ke tangan Allah saja. Dalam pada itu, dari apa yang Ia telah nyatakan mengenai tujuan pewahyuan, sejumlah klarifikasi dapat kita kemukakan.
A. KOMUNIKASI
Maksud Allah memberikan Firman-Nya adalah komunikasi. Jelasnya, seni komunikasi adalah berbicara dalam bahasa pendengar. Sebab itu, ketika Allah berkomunikasi, Ia berbicara sungguh-sungguh dalam bahasa manusia—yang akrab dan yang dimengerti oleh manusia. Dalam inkarnasi (Firman menjadi manusia), Allah menjadi manusia sejati, mengalami semua kesengsaraan dan pencobaan yang dialami manusia. Yesus tidak hidup di atas dunia ini dengan memakai halo (lingkaran yang dilukis di kepala orang-orang kudus), dikelilingi oleh sejumlah besar bala malaikat. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa Ia adalah Allah yang sejati, yang menjadi manusia. Allah melakukan ini dengan tujuan bersimpati (turut merasakan) pengalaman hidup manusia. Yesus adalah Imam Besar yang turut merasakan kelemahan kita (Ibr. 2.10-18; 4.14-16). Sama halnya, Firman Allah yang tertulis adalah kata-kata manusia yang asli, yaitu tulisan yang menyaring semua nuansa kehidupan manusia serta pola komunikasi manusia.
Malahan berkali-kali terbukti, bahwa pola berbahasa “seragam” menjadi batu sandungan dalam komunikasi. Suatu konstansi (ke-ajeg-an) yang terlalu ketat akan menjadi monoton. Suatu peristiwa sejarah yang dicatat terlalu detail justru mengaburkan poin penuturan sejarah tersebut. Misalnya ketika Anda ditanya kapan dilahirkan, Anda menjawab sampai jam, menit dan detik, orang lain bukannya memuji Anda tetapi menganggap Anda aneh. Cobalah berpikir bila Allah berbicara kepada orang-orang Ibrani dengan bahasa sains abad XX, orang akan terbengong-bengong, karena tidak paham sama sekali. Jika setiap hal yang nampak bertentangan dijelaskan secara terperinci, dampak religius dan emosional dari kata-kata akan kabur sama sekali. Menjemukan!
Pertimbangan-pertimbangan seperti ini kembali meyakinkan kita bahwa cara Allah berkomunikasi adalah yang terbaik! Sisi kemanusiaan dari Alkitab tidak perlu menjadi hal yang memuat kita malu, dan kita anggap sebagai kelemahan. Sebaliknya, sisi kemanusiaan Alkitab seharusnya menjadi kekuatannya. Allah sukses untuk berbicara dalam bahasa kita, dan mengomunikasikan Firman-Nya secara gamblang kepada kita.
B. KEBERAGAMAN
Kebenaran Allah itu multi-faset, memiliki beragam sisi. Di dalamnya termaktub mengenai kekekalan masa lampau, waktu dan kekekalan masa depan. Kebenaran itu pun mengetengahkan beragam bagian dari ciptaan Allah—surga, bumi, bintang dan lautan. Kebenaran itu berbicara kepada laki-laki, perempuan dan anak-anak dari berbagai zaman. Kebenaran itu berbicara mengenai keselamatan sebagai perubahan yang menyeluruh di dalam hati kita, yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan.
Untuk menjelaskan semua hal di atas, pada satu masa diperlukan sentuhan artistik, pada masa lain ketajaman konseptual, masa lain lagi kejelasan analitis. Kita membutuhkan kecakapan Daud dalam bersyair, hikmat Salomo, semangat Amos bagi keadilan sosial, argumentasi brilian Paulus, ketajaman intuitif Yohanes, kesarjanaan historis Lukas. Suatu “teks yang seragam” akan jauh lebih miskin ketimbang Alkitab yang kita miliki, sebab kitab itu tidak akan menampilkan sejelas dan segamblang kekayaan yang takterselami dari keselamatan kita di dalam Yesus Kristus.
C. MISTERI
Lalu, bagaimana Roh bekerja ketika Ia mengilhamkan Kitab Suci? Jawabannya adalah, secara misterius! Dengan rahasia! Inilah kerja Roh, karena Ia adalah Tuhan yang merdeka ketika berkarya (lih. Yoh. 3.8). Secara paradoksal, Ia nyata ilahi ketika Ia berbicara secara insani. Sebab dengan demikian Ia akan menunjukkan akurasi (ketepatan) dari komunikasi yang Ia buat. Kadang-kadang Ia nampaknya “mendikte” penulis kitab, kendati kita menolak teori pendiktean! (lih. Yes. 6.9 dab; Why. 2, 3). Di waktu lain, Ia berkarya melalui penalaran manusia (termasuk memakai riset historis, Luk. 1.1-4). Sesekali Ia memberi seorang penulis kita pengetahuan supranatural tentang informasi historis yang tidak dimengerti secara umum, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Namun dalam setiap kasus, dengan perantaraan penulis manusia, Roh menciptakan satu teks yang merupakan Firman Allah. Dan itu adalah cara terbaik Allah berkomunikasi!
No comments:
Post a Comment