Tentunya kita kenal sebuah iklan: “Ngga ada lu, ngga rame!” Itulah arti komunitas. Akar kata “komunitas” adalah cum + unitas (Latin). Cum adalah “bersama-sama.” Unitas adalah kesatuan. Komunitas berarti kesatuan dalam kebersamaan. Dalam bahasa Jawa ada yang menyebut patunggilan kang nyawiji (“kebersamaan dalam kesatuan”). Komunitas menjadi nyata manakala tercipta perasaan ngangeni (Jawa: membuat rindu) dan betah untuk terus tinggal; manakala seseorang merasa dihargai, dimiliki, disayang dan diberdayakan; manakala ada penerimaan apa adanya.
· Perhatikan Mazmur 122, Yerusalem adalah model komunitas. Betapa sang peziarah meluap kegirangan ketika ada orang yang mengajaknya pergi ke Yerusalem. Apa sebabnya? Kota ini “terikat erat bersama-sama.” Artinya, ada keakraban. Ada keguyuban. Lebih lanjut, ada keadilan di dalamnya. Takhta raja Israel ditetapkan Allah untuk menggelar keadilan bagi seluruh rakyat.
· Di dalam Amsal 16:31, mengapa rambut putih disebut “mahkota yang indah” atau “mahkota kemuliaan”? Karena hidup benar-adil. Tanpa cara hidup benar-adil, rambut putih tidak mempunyai nilai istimewa. Bayangkan jika komunitas dipenuhi oleh orang-orang yang hidup benar-adil.
· Komunitas dalam Injil Yohanes, yang menyebut Yesus sebagai Guru dan Tuhan, dicirikan oleh sifat kehambaan: meniru Kristus dalam kerendahan-Nya, membungkuk di depan saudara dan membasuh bagian tubuh yang paling kotor (13:13-15)! Tidak ada kebanggaan terhadap diri sendiri, yang melahirkan gengsi, kecongkakan, ego-sentrisme. Sebab, Sang Guru sendiri telah berkenan meletakkan teladan agung: penanggalan keagungan diri (bdk. Flp. 2:5-8).
Gereja sebagai umat Allah yang baru, Israel baru, serta model awal tata ciptaan baru, mengemban mandat Allah baik di PL maupun PB. Gereja perdana, sebagai buah khotbah rasuli yang membuat hati para pendengarnya tertusuk dan tersayat, dan kemudian bertobat, memiliki cara hidup yang radikal; sebuah cara hidup yang dijiwai oleh dua hal penting: pengajaran dan persekutuan.
Komunitas dengan pengajaran yang kuat tidak akan bertanya, “Bagaimana enaknya?” tetapi “Bagaimana yang benar.” Gereja tidak dikendalikan oleh minat, interes, kesenangan pribadi-pribadi, tetapi oleh dasar yang jelas—Firman Allah. Bukan itu saja, komunitas ini juga dicirikan oleh persekutuan antarsaudara. Perhatikan ayat-ayat berikutnya. Tidak ada seorang pun di gereja perdana yang menonjolkan ke-aku-an pribadi. Masing-masing pribadi hidup bagi saudaranya.
Komunitas yang sejati akan menjadi a community of healing, bukan a community of killing—menyembuhkan, bukan membunuh; atau a community of caring and curing—merawat dan membebat. Akan GKMI Kudus akan menjadi komunitas yang demikian? Hanya Saudara/Saudari yang dapat menjawabnya!
TERPUJILAH ALLAH!
No comments:
Post a Comment