Sabda pamungkas Ucapan Bahagia ini relevan bagi para pendengar di zaman Yesus. Mereka adalah kaum teraniaya di dalam era penjajahan Roma. Yesus membawa penghiburan besar bagi mereka! Sabda ini pun relevan pagi penerima Injil Matius. Bait Suci yang pembangunannya membutuhkan waktu 46 tahun luluh lantak pada tahun 70 M. akibat serangan besar-besaran tentara Roma, mengalahkan pemberontakan Simon bar Giora sejak tahun 66 M. Sabda yang sama relevan untuk para pendahulu Anabaptis yang tinggal dalam suasana terimpit dan terjepit, dibenci dan dicaci, diburu dan dibunuh, dituduh makar dan dikejar-kejar selama dua ratus tahun, baik oleh gereja Katolik Roma dan Gereja Reformasi. Semua itu . . . dulu.
Sekarang? Apakah kita teraniaya? Apakah kita menderita? Pernahkah Saudara dibantai oleh sebab kebenaran? Kendati menara kembar WTC di kota New York tumbang, dan banyak orang Amerika bertanya, “Mengapa mereka membenci kami?” dan masalah terakhir, bom bunuh diri meledak di GBIS Surakarta, apakah itu berarti kita sudah menggenapi keadaan yang diceritakan Yesus? Sekarang . . . ya, baik-baik saja. Lalu apa relevansi undangan Yesus ini bagi kita?
Pertama, perhatikan bahwa ada frase yang sama di akhir dan awal Ucapan Bahagia ini: “merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (bdk. Ayat 3). Pokok Ucapan Bahagia adalah bagaimana kita memiliki kerajaan surga. Ternyata, berbeda dengan tawaran dunia: yang miskin, yang berduka, yang lemah-lembut, yang lapar dan dahaga, yang murah hati, yang suci hati, yang membawa damai, yang dianiaya! Singkatnya, mendapatkan kerajaan surga bukan dengan cara dunia! Dunia mengagung-agungkan kekayaan, gegap gempita, kekuatan, pesta-pora, kepentingan diri, penghalalan segala cara, peperangan, tangan besi. Yesus sedang mengajarkan kepada para murid bagaimana berpola hidup sebagai warga Kerajaan Allah.
Kedua, Yesus berbicara mengenai “kebenaran” atau “jalan kebenaran.” Kata “Jalan” adalah cara orang Yahudi menyatakan tindakan etis dalam memelihara kehendak Allah. Langkah praktis apa saja yang seseorang bisa kerjakan untuk tetap membuat Allah bersukacita? Tetapi, apa yang menyukacitakan hati Allah sangatlah berbeda dengan dunia. Menapak di jalan kebenaran membuahkan konsekuensi. Hidup menjadi tidak mudah. Murid-murid akan teraniaya karena mengikuti jalan kebenaran. Ya, bagaimana tidak jika mereka dianggap sebagai makhluk aneh?
Ketiga, kata kerja “dianiaya” ini ditulis dalam bentuk perfect. Baik pendengar Yesus maupun penerima Injil Matius telah akrab dengan penganiayaan. Tetapi ini pun berarti, mereka tetap berada di jalan kebenaran. Sebab melakukan kebenaranlah mereka dianiaya. Seberapa berat pun aniaya, murid Kristus harus tetap melakukan kebenaran. Dibutuhkan ketekunan dan ketahanan. Tekun untuk tetap berjalan seturut kehendak Allah. Tahan untuk menghadapi masa depan yang berat dan tidak menentu.
Relevansi bagi pendengar modern dan kita yang tidak sedang berada di bawah penindasan yang langsung adalah: seberapa tekun dan tahan kita hidup di jalan Tuhan? Aniaya tidak selalu datang dari orang lain. Tetapi diri sendiri yang acapkali mencobai kita. Tidak selalu Iblis dengan para pengikutnya yang hendak menjatuhkan kita, tetapi keinginan diri kitalah yang mau mengalahkan kita. Seberapa kita tahan menghadapinya? Jika kita mampu bertahan, Tuhan Yesus katakan bahwa kita adalah orang-orang yang berbahagia! Amin.
No comments:
Post a Comment