Kedua, cara hidup: dikuduskan agar serupa Kristus. Pemberian yang sedemikian besar melahirkan kerinduan besar di dalam diri Paulus. Meski dia sudah mengikut Kristus 26 tahun, dan konsekuensi mengikut Kristus itu adalah penjara, kesesakan, ketidaknyamanan, bahkan ancaman di setiap waktu. Tetapi luar biasa yang masih dirindukan oleh sang rasul! Ia merindukan untuk:
· Mengenal Dia [Kristus]
· Kuasa kebangkitan-Nya
· Persekutuan di dalam penderitaan-Nya
· Serupa dengan kematian-Nya
Paulus ingin mengenal Yesus dalam dua peristiwa yang menandai puncak karya-Nya: kematian dan kebangkitan-Nya. Kerinduan Paulus adalah untuk bersekutu dan serupa dengan titik terendah dalam kehidupan Kristus! Dengan begitu ia akan sangat menghargai kuasa kebangkitan Kristus. Dalam hidupnya, rasul Paulus merindukan untuk mengenal rahasia besar ini. Baginya, salib dan kubur yang kosong adalah tema sentral dalam hidupnya. Kendati salib adalah batu sandungan bagi orang Yahudi, dan cemoohan bagi orang Yunani, Paulus tidak mau dengan berita injil tentang Kristus yang tersalib dan yang bangkit.
Ada dua aspek kematian yang dimaksud di sini. (1) Kristus mati karena dosa kaum pilihan Allah. Paulus pun mati untuk dosa. Ketika seseorang sudah mati untuk dosa, maka dosa pun mati di dalam kematiannya. Maka, dosa tak lagi ada dalam hidupnya. Dosa adalah musuh yang patut dibenci. Hidup di dalam pengudusan berarti berjalan menjauhi dosa.
(2) Kematian berarti keserupaan dengan sengsara sang Mesias. Tidak ada kebangkitan tanpa kematian. Tidak ada kemenangan tanpa perjuangan. Orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan membawa pulang berkas-berkasnya dengan sorak sorai. Betapa ini merupakan rahasia besar iman Kristen! Iman Kristen tidak takut akan kematian. Sama seperti Kristus yang memeluk salib, maka orang Kristen pun tahu bahwa kematian bukan merupakan musuh. Kuasa kematian telah dihancurkan. Sengat maut telah dilemahkan. Kematian adalah teman. Sebab di balik kematian, setiap orang akan tinggal dengan Kristus di dalam Firdaus.
Namun demikian, kematian bukan akhir dari kisah hidup manusia yang mengenal Kristus. Kristus dibangkitkan pada hari yang ketiga. Semua Injil menyaksikan bahwa Yesus yang tersalib itu tidak selama-lamanya tinggal di dalam kubur. Hanya Yesuslah satu-satunya pemimpin iman yang kuburnya kosong. Inilah yang menjadi sebab kuasa kematian itu telah dikalahkan selama-lamanya. Inilah yang membuat dan mendorong setiap pengikut Kristus melangkah maju dengan sukacita.
Maka, Paulus, rasul yang terpenjara itu besaksi, “Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan!” (Flp. 1:21) Mengapa untung? Karena bersama Kristus. Tetapi hidup pun bukan lagi untuk diri sendiri, tetapi Kristus. Perhatikan, Paulus berkata bahwa hidupnya adalah Kristus! Itu berarti, hidupnya oleh sebab Kristus, bersama Kristus dan bagi Kristus.
Sekalipun berat dan susah kehidupan, tidak ada alasan bagi rasul untuk mundur. Hidup itu berarti “bekerja memberi buah” (1:22). Curriculum vitae Paulus kini adalah berjuang dan bergulat melawan dosa, serta bekerja segiat-giatnya bagi Kristus. Itulah satu-satunya hal yang ia dapat banggakan. Di dalam penderitaan, seorang yang hidupnya ingin serupa dengan Kristus akan paham, bahwa ia makin dekat dengan Kristus!
***
Ketiga, pengharapan hidup: dimuliakan dalam kebangkitan. Kematian memang indah, karena kematian itu berarti bersama Kristus. Akan tetapi, Firdaus bukan akhir dari kisah kehidupan orang yang di dalam Kristus. Akhir dari segala kehidupan adalah pemuliaan yang abadi, yaitu ketika orang percaya dibangkitkan dan tinggal dalam ciptaan yang baru.
Inilah ringkasnya kehidupan orang percaya: masa lalu menerima anugerah, masa kini hidup bersama Kristus, dan masa yang akan datang menerima kebangkitan tubuh. Perspektif masa depan inilah yang menciptakan sense of certainty dalam hidup orang percaya. Ada kepastian. Ada jaminan yang akan diterima.
Perbedaan dengan orang-orang yang di luar Kristus adalah perspektif masa depan ini. Di luar Kristus, kematian bukan saja menakutkan, tetapi kelak di ujung sejarah, yang ada hanyalah kesuraman. Sebaliknya, di dalam Kristus, sukacita kekal itu menjadi bagian yang sungguh nyata. Di dalam Dia, ada pengharapan.
Dalam setiap kali merayakan Perjamuan Tuhan, atau oleh sebagian Kristen disebut sebagai Ekaristi, ada bagian yang disebut sebagai prolepsis, yaitu antisipasi akan masa yang akan datang. Pengharapan yang belum menjadi bagian kita, telah ditarik ke masa sekarang. Yang masih jauh itu, dihadirkan sekarang. Apa itu? Kita diundang semeja dengan Tuhan yang bangkit, sama seperti dua murid Yesus yang pergi berjalan menuju ke Emaus, yang dijumpai oleh Tuhan, dan ketika Tuhan memecahkan roti, barulah mereka sadar bahwa yang ada di tengah-tengah mereka itu adalah Tuhan yang bangkit.
Ketika jemaat Kristen diundang untuk semeja dalam Perjamuan Tuhan, mereka tengah mengecap karunia masa depan itu, dan pengharapan akan kebangkitan itu menjadi milik mereka yang pasti. Inilah yang diberikan oleh Tuhan yang hidup! Inilah yang akan dinikmati oleh kaum percaya, kebangkitan dan kehidupan baru di dalam puncak kepenuhan ciptaan baru.
Perspektif masa depan seperti ini membuat segala curriculum vitae kita tiada berharga. Curriculum vitae berbicara mengenai hasil masa lampau, dan segala kehebatan di masa lalu. Curriculum vitae tidak menjanjikan apa-apa untuk masa depan.
***
Demikianlah hidup orang percaya—dibenarkan, dikuduskan, dimuliakan. Masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Kebanggaan, kematian dan kebangkitan. Bukankah ini yang kita temukan dalam bagian Carmen Christi, nyanyian tentang Kristus di 2:6-11, Kristus yang mempunyai posisi terhormat karena sejajar dengan Bapa, Kristus yang mati dalam kepatuhan, dan Kristus yang dimuliakan di atas segala sesuatu.
Curriculum vitae kita, jika istilah ini yang masih kita pakai, adalah hidup dalam persekutuan yang intim dengan Kristus. Inilah rahasia kehidupan kita. Akankah kita gadaikan?
Terpujilah Allah!
No comments:
Post a Comment