THE FAITH OF THE FAITHLESS (Book Review)
THE FAITH OF THE FAITHLESS: EXPERIMENTS IN POLITICAL THEOLOGY by Simon Critchley (Verso, 2012)
Nama Simon Critchley mungkin sangat asing bagi sebagian anggota FTB. Saya berjumpa pertama dengan nama ini ketika membaca-baca Slavoj Zizek. Kedua, sewaktu saya berada di satu toko buku bandara Cleveland, OH, Januari yang lalu, dan membeli buku The Book of Death Philosophers. Critchley adalah Ketua Dept. Filsafat di New School for Social Research, NY dan Profesor paruh-waktu di Universitas of Tilburg, Belanda.
Ia bukan teolog, tetapi pakar Filsafat Kontinental dan berminat besar dalam teologi politik. Ia bukan seorang teis, tapi seorang agnostik. Baginya iman tidak harus teistik, sebuah kepercayaan atas adanya entitas metafisik seperti Allah. Iman adalah proklamasi subjektif, dalam sebuah relasi dengan tuntutan tertentu. Iman menempatkan seseorang terhadap sesuatu yang mengikat dirinya sebagai seorang subjek (etis dan politis). Selaras dengan Terry Eagleton, "faith is performative rather than propositional."
Critchley mengaku bahwa ia tidak pernah berminat untuk menjadi pemikir yang benar-benar sekular. Kritik utama dilancarkan oleh Critchley atas situasi kontemporer pasca-gonjang-ganjing pakta Warsawa dan Uni Soviet, dan memasuki era 90-an yang mengagungkan optimisme yang terkandung dalam demokrasi. Optimisme ini segera terengah-engah karena kehabisan energi. Titik balik pun terjadi pada saat itu--kembali ke teologi.
Ia senang dengan orang-orang macam Paulus, Agustinus dan Pascal. Ia mengklaim bahwa jika seseorang memulai satu ide tanpa agama maka dengan bodohnya ia akan terputus dari sebuah gudang arsip penting yang menyimpan kemungkinan-kemungkinan. Tanpa agama, tak mungkin filsafat dapat berhasil. Namun, hal ini jangan dipahami bahwa filsafat dilakukan hanya dengan agama.
Agama, bagi Critchley, dipergunakan untuk tujuan yang berbeda daripada sekadar persekutuan pribadi orang percaya dengan Sang Sakral, yang disebut Allah. Ia menyebut pendekatannya "diagnostic"--memahami sifat dan bentuk politik sebagai bentuk yang berbeda dari proses "sakralisasi." Apa pun bentuk politik (fasisme, demokrasi liberal, Stalinisme) adalah pelbagai bentuk dari sang sakral. Pun selalu ada objek sakral: bangsa, rakyat, ras, dan yang lain. Jadi, sejarah politik bukan pergerakan dari religius menuju sekular, tetapi sebagai pergeseran arti terhadap sang sakral (Ia mencontohkan Amerika Serikat sebagai studi kasus).
Critchtley menyebut politik sebagai "association without representation." Baginya agama, yang diyakininya berasal dari kata Latin "Relegare" (to bind fast, "mengikat kuat"), erat kaitannya dengan tema asosiasi. Apa yang mengikat kuat itu? Ia tidak dapat menjawab, karena panjang dan luasnya sejarah agama-agama (secara sempit Kristianitas). Justru inilah sebabnya, tradisi religius tidak dapat diabaikan begitu saja. Ia mengaku bahwa buku Alain Badiou tentang St. Paul adalah yang paling dahsyat berbicara mengenai politik.
No comments:
Post a Comment