PENGAMPUNAN: AWAL KEADILAN
Teks:
Kejadian 45:1-15
Pengantar
Pengampunan adalah tema yang relevan bagi kelompok usia remaja. Dalam rentang usia pancaroba, mereka sedang mencari identitas. Emosi belum stabil. Cita-cita melayang tinggi. Kemandirian hidup belum cukup mereka miliki. Inilah yang terkadang menyebabkan mereka susah dalam menempatkan diri. Di rumah, mereka tidak cocok dengan orangtua. Di sekolah, mereka lebih suka berkelompok dan kerap kali bersinggungan dengan kelompok yang lain, demi solidaritas internal kelompoknya.
Sebagai pembina atau pendamping pelayanan remaja, tentu kita telah dapat mawas mengenai problem “kenakalan” remaja. Tawuran yang terjadi antarsiswa terjadi di mana-mana. Nyaris semua remaja merasa tidak nyaman jika berbicara dengan orangtuanya. Dalam banyak kasus konseling remaja, biasanya mereka menyampaikan keluh kesah dan beban mengenai komunikasi dengan orangtua dan orang-orang yang terdekat. Tak sedikit pula anak remaja yang merasa ingin pergi dari rumah.
Pengampunan seyogianya menjadi salah satu pokok pelajaran utama pembinaan remaja. Bila semenjak dini mereka diajar mengenai pengampunan, niscaya akan berkurang pula insan-insan yang beringas, yang hanya ingin memecah kesatuan dan persaudaraan di negara dan lingkungan kita.
Alkitab adalah media yang baik untuk mengajarkan pengampunan. Alkitab menyuguhkan banyak sekali kisah yang diwarnai intrik dan konflik. Salah satu kisah yang terkenal adalah kisah Yusuf. Yusuf dipilih karena dia adalah salah satu tokoh yang menjalani ini pada masa mudanya, sehingga relevan pula dengan dunia remaja.
Pendalaman Teks
Bangkai ditutup rapat, baunya tetap tercium juga. Demikian kata pepatah. Sepandai apa pun seseorang menutup dosanya, suatu saat pasti hal itu terkuak. Bila tindakan jahat itu terbongkar, niscaya akan melahirkan rasa malu, penyesalan, dan rendah diri.
Kisah yang kita baca saat ini ialah saat di kala Yusuf membuka dirinya. Rindu-dendam yang selama ini dipendam terhadap saudara-saudaranya tidak dapat lagi diredam. Ia akhirnya memperkenalkan dirinya kepada kakak-kakaknya. Simaklah, Yusuf memperkenalkan dirinya lagi kepada orang-orang yang telah mencelakakan dia di masa lampau!
Kembali mengingat masa lalunya, ketika ia berusia tujuh belas tahun, di situlah mulai terjadinya malapetaka yang menimpa dirinya. Bukan kesalahannya, tetapi karena tingkah laku dan akal bulus kakak-kakaknya. Ia dijual kepada pedagang asing, dan dilaporkan kepada bapaknya yang sudah tua dan rabun bahwa si anak kesayangan sudah diterkam oleh binatang buas. Bertubi-tubi kesengsaraan menimpa hidup Yusuf. Seandainya mereka tidak bertingkah, tentu tidak akan ada petaka yang silih-ganti menghujam ke atas Yusuf.
Yusuf kini telah menjadi mangkubumi di Mesir, setara dengan menteri koordinator kesejahteraan rakyat. Ia menjadi penguasa atas urusan logistik di tanah Mesir. Strateginya jitu. Perencanaannya tepat dan terpadu. Ia tampil sebagai pemimpin yang berintegritas, berwibawa, serta bijak dan brilian. Mesir mengalami kemakmuran tiada tara, sementara daerah-daerah sekitar dilanda bencana kelaparan mahadahsyat. Tak ayal lagi, berbondong-bondong musafir pergi ke Mesir untuk membeli bahan makanan.
Termasuk keluarga Yakub, ayahnya! Ya, termasuk kakak-kakaknya. Yusuf sama sekali tidak lupa akan wajah mereka, sementara mereka tak lagi mengenai wajah saudaranya itu. Setiap kali saudara-saudaranya datang, Yusuf diam-diam memperlakukan mereka secara istimewa, lebih dari orang-orang lain. Sampai akhirnya Yusuf meminta mereka untuk membawa adiknya yang terkecil, yaitu Benyamin, datang bersama-sama dengan mereka. Tak ingin berpisah dari adiknya, Yusuf mencari cara agar adiknya tinggal di Mesir. Maka, ia menyuruh orang memasukkan piala tempat minumnya ke dalam karung adiknya. Piala minum pejabat adalah benda yang sangat disayangi, nilai jualnya tinggi dan biasanya dibuat dari bahan-bahan metal berharga berhias batu-batu permata. Namun Yehuda membela adiknya di hadapan Yusuf, yang masih saja belum mereka kenali, karena identitas yang masih disembunyikan.
Tak bisa lagi Yusuf menahan-nahan perasaannya. Namun di sini pula nyata karakter Yusuf dalam menyikapi masa lalu yang menyakitkan. Ia memperkenalkan diri kepada kakak-kakaknya. Yusuf menunjukkan sikap terpuji karena ia melakukan beberapa hal berikut ini:
1. Yusuf berbicara langsung kepada orang yang pernah berbuat salah kepadanya. Ia menyuruh semua orang keluar. Para dayang dan pegawainya. Tak satu pun diizinkan mengetahui apa yang ia akan katakan. Urusan ini akan ia selesaikan dengan pihak yang telah menyakitinya—kakak-kakaknya.
2. Yusuf langsung ke pokok masalah. Ia menyatakan dirinya, “Akulah Yusuf.” Ia tidak menguak masa lalu untuk membalaskan dendam-kesumatnya kepada orang-orang yang telah mencelakai dirinya pada masa mudanya.
3. Yusuf menghargai saudara-saudaranya. Reaksi saudara-saudaranya adalah ketakutan terhadap Yusuf. Mereka gemetar. Tetapi Yusuf segera mengangkat perasaan mereka lagi dengan menguatkan bahwa mereka tak perlu “bersusah hati” karena rasa malu (shame), dan “menyesali diri” karena rasa bersalah (guilt).
4. Yusuf membingkai peristiwa masa lampau dalam kerangka karya ilahi. Semua ada dalam rancangan kekuasaan Allah. “Allah menyuruh aku mendahului kamu”; “Dialah yang telah menempatkan aku.” Ada hikmat di balik semua kemalangan yang menimpa Yusuf, dan Yusuf memilih untuk menempatkan dalam bingkai pekerjaan Allah.
5. Yusuf merekonsiliasi dirinya dengan mereka. Yusuf adalah korban. Ia bisa membalaskan dendamnya. Tetapi ia memilih untuk tidak membiarkan sakit hati menguasainya. Ia justru menjadi berkat bagi orang yang dulu memusuhinya. Bahkan ia mau mencium dan memeluk sambil bertangis-tangisan dengan semua saudaranya. Rekonsiliasi keluarga terjadi.
Penerapan
Belajar dari Yusuf, dunia yang adil bukanlah utopia, khayalan indah yang tidak akan terwujud. Dunia yang adil dapat diwujudkan. Syaratnya, dimulai dari diri. Keadilan sering diimajikan orang sebagai membalas orang jahat setimpal dengan perbuatannya. Kenyataannya, penjara tidak pernah sepi, kendati para narapidana telah menerima ganjaran perbuatannya. Kuburan juga terus ditanami mayat-mayat yang mati, bukan karena meninggal di usia tua atau penyakit, tetapi juga karena pembunuhan. Rumah sakit pun tiap hari menerima pasien akibat kejahatan yang dilakukan manusia lain.
Remaja kita pun bisa jadi mengalami rasa sakit hati, pengalaman traumatis, dendam. Yang ada di hati mereka adalah perasaan ingin membalas, ingin mencari pembenaran, ingin dibela hak-haknya. Jika trauma ini tidak diangkat dan disembuhkan, tentu dapat menyebabkan perilaku destruktif, baik bagi diri sendiri, lingkungan keluarga maupun masyarakat. Teladan Yusuf dapat diikuti oleh para remaja:
1. Ajaklah orang yang menyakiti mereka itu berbicara dari hati ke hati. Jangan di muka umum, karena dapat mempermalukan pihak lain, sekaligus memberikan citra yang tidak baik kepada masyarakat. Jika terlampau sulit, doronglah mereka untuk datang dengan seorang mediator.
2. Berlatihlah untuk mengungkapkan perasaan. Ajaklah agar remaja mampu belajar komunikasi asertif, yang mengungkapkan perasaan terlebih dahulu.
3. Belajarlah menghargai orang yang telah menyakiti. Bisa jadi mereka memiliki trauma masa lampau yang tidak tersembuhkan. Bisa jadi mereka dibesarkan dalam lingkungan yang menyeret mereka ke dalam perilaku yang dapat menyakiti kita. Hargailah tiap pribadi dengan mencoba mengenali latar belakang tiap-tiap orang.
4. Yakinlah bahwa Tuhan pasti mempunyai rencana bila remaja menghadapi masalah yang menyakitkan ini. Tuhan memegang kendali atas semua hal, dan itu berarti Tuhan akan menyingkapkan maksud hati-Nya mengizinkan sesuatu yang menyakitkan terjadi dalam hidup kita. Satu hal yang jelas: untuk mendewasakan kita, dan membentuk kita menjadi manusia yang semakin dimurnikan.
5. Ampunilah mereka, dan upayakan terjadi rekonsiliasi. Tanda rekonsiliasi adalah jika kedua pihak yang semula bersengketa kini menjadi harmonis, saling sapa dalam canda tawa, saling terbuka dan rela menolong satu sama lain.
No comments:
Post a Comment