KETIGANYA YANG ESA
Bahasa tentang “tiga pribadi” selalu kita pikirkan tiga individu, pribadi-pribadi yang terpisah-pisah. Ambil contoh: Irwan Wijaya, Arianto Wijaya dan Shanty Wijaya, ketiganya kakak-adik (meskipun ketiganya berada dalam satu atap dan berpredikat “Wijaya”!). Jika dikenakan kepada Allah akan menjadi tiga Allah. Apa artinya “tiga pribadi”? Gereja mula-mula tidak berpikir seperti yang dipikirkan orang modern. Memang, kata persona yang diterjemahkan “pribadi” diambil dari istilah teater yang menerangkan berbagai macam peran yang dimainkan oleh seorang aktor. Nah, waspadalah! Kita bisa terjerembab ke ajaran sesat (bidat) di abad ke-3 dan ke-4 M yang menekankan Allah yang satu memainkan berbagai peran pada tempo yang berlainan (Sabellianisme). Di masa PL Bapa. Di masa PB Yesus Kristus, dan masa gereja mula-mula dan seterusnya jadi Roh Kudus.
Jika kita berniat menerjemahkan Trinitas ke dalam bahasa yang kita mengerti kita dapat mengatakan sebagai berikut:
“Satu Allah dalam tiga pribadi”:
satu Allah yang berpribadi,
yang hidup dan berkarya
dalam tiga cara yang berbeda
pada tempo yang sama.3
Artinya, peran-peran yang dilakonkan oleh pribadi-pribadi ini bukan “pura-pura,” bukan pula seperti “aktor A yang memainkan karakter B dan C.” Juga bukan seperti pemain Ludruk yang dalam satu cerita harus memainkan peran yang berbeda-beda. Ketiga ekspresi diri Allah itu punya karakteristik yang berbeda dengan yang lain.
Namun demikian, tindakan-tindakan Allah sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus bersifat simultan, bersama-sama. Bapa tidak pernah berkarya tanpa Sang Putra dan Roh Kudus (bisa melihat perbedaan dengan politeisme?).
Justru di sinilah kita melihat jalinan kasih yang kekal. Allah itu kasih oleh sebab di dalam diri-Nya sudah tercipta relasi kasih. Kasih yang saling memberi. Kasih untuk hidup bagi yang lain. Bapa memberi diri dan kasih-Nya bagi Putra. Putra pun mengasihi Bapa dan menundukkan diri kepada Bapa-Nya. Roh Kudus taat kepada kehendak Bapa dan Putra. Untuk menyatakan diri sebagai Allah yang mengasihi (the loving God), Allah tidak membutuhkan sesuatu di luar diri-Nya. Allah tidak merasa kurang. Allah sudah cukup dalam diri-Nya. Kita malahan bertambah yakin bahwa karya Allah Trinitas simultan dalam diri kita.
“Allah di atas kita,” yaitu Bapa yang memiliki MEGA PLAN buat semesta ciptaan-Nya, dan merencanakan kita menjadi kaum pilihan-Nya.
“Allah bersama kita,” yaitu Tuhan Yesus Kristus—Allah yang menjadi manusia—yang melaksanakan visi agung Allah tersebut.
“Allah di dalam kita,” yaitu Roh Kudus yang memberi kita hidup baru dan menuntun tapak-tapak hidup kaum beriman dalam pengudusan dan ketekunan.
Sekali lagi, berhati-hatilah. Doktrin Trinitas tidak berusaha menguak misteri Allah! Bukan pula berusaha untuk menerangkan misteri Allah dengan memakai otak manusia! Tetapi, doktrin ini berusaha mempertahankan misteri yang tidak dapat diterangkan oleh akal manapun, namun dinyatakan oleh Kitab Suci sebagai sumber dan standar yang tertinggi, sehingga tidak mungkin kebablasan ke arah-arah yang keliru. Namun demikian, pada akhirnya yang teramat penting bukanlah supaya kita mampu memahami misteri itu, tetapi supaya kita menyaksikan bagaimana doktrin Trinitas berguna dalam cara berpikir kita tentang Allah dan apa yang Allah lakukan dalam kehidupan kita dan di dunia sekitar kita.
3“One personal God who lives and works in three different ways at the same time.” (Shirley C. Guthrie, Christian Doctrine [rev. ed; Louisville: Westminster John Knox, 1994], 84).
Wah akhirnya dirimu kembali muncul dan langsung nulis artikel yang banyak tentang Trinitas. By the way, it's good to read Shenk and Guthrie's writings. Menarik karena penjelasan yang sederhana untuk misteri Tritunggal yang tidak sederhana. Thanks. God bless you.
ReplyDelete