MENGANDALKAN ALLAH, SUMBER AIR HIDUP
YEREMIA 17.5-13; 2:3
Hidup manusia selalu berada dalam pertentangan antara mengandalkan Tuhan atau mengandalkan manusia. Kita selalu dibawa dalam tensi (tegangan) antara hidup yang berpusatkan kepada Allah, atau diri sendiri. Betapa sukarnya kehidupan, bukan? Bila jujur, malah kojur (Jawa, “celaka”); tetapi orang yang sifatnya "bulus," tipu sana-sini, malah mulus! Ah, haree geneee . . . masih menjadi orang yang hidupnya lurus? Mana tahan?!
YEREMIA 17.5-13; 2:3
Hidup manusia selalu berada dalam pertentangan antara mengandalkan Tuhan atau mengandalkan manusia. Kita selalu dibawa dalam tensi (tegangan) antara hidup yang berpusatkan kepada Allah, atau diri sendiri. Betapa sukarnya kehidupan, bukan? Bila jujur, malah kojur (Jawa, “celaka”); tetapi orang yang sifatnya "bulus," tipu sana-sini, malah mulus! Ah, haree geneee . . . masih menjadi orang yang hidupnya lurus? Mana tahan?!
Ratapan nabi Yeremia terhadap umat Allah terdengar memilukan. Dari standar manusia, dan gereja modern, nabi satu ini gagal. Ia tidak punya massa, atau paling tidak pelanggan yang terkesima, terpana dengan berita-beritanya, tengah duduk di sekitar kakinya. Berita yang ia bawa selalu memerahkan telinga. Ia tak pernah tedheng aling-aling!
Pernahkah Anda dengar pelayan firman mengatakan dari mimbar, “Terkutuklah orang . . . .”? Ah, pendeta kok mengumpat! Reaksi orang pasti demikian, bukan? Namun Yeremia, Yohanes Pembaptis, Tuhan Yesus dan rasul Paulus di PB, melakukan itu. Alasannya jelas, karena umat telah mengandalkan hikmat manusia, kecakapan manusia untuk mengutak-atik akal dan rencana untuk memegahkan diri. Tak kurang raja-raja Yehuda pada zaman Yesaya, mereka telah mengandalkan kekuatan militer. Sesungguhnya, mereka tengah merancang kematian untuk dirinya sendiri!
Perhatikan kata “licik”; kata Ibraninya ‘aqobh (bdk. 2 Raj. 10.19 dipakai “akal”). Dari kata ini muncul kata yakobh atau “Yakub,” seseorang yang “menipu, merampas, mengeksploitasi, merekayasa.” Nabi membedah hati manusia yang tidak mengandalkan Tuhan. Akar dari dosa adalah menggeser kepatuhan kepada Allah! Hendaklah kita ingat, kesalahan yang satu selalu melahirkan dosa yang baru.
Di tengah berita yang “keras,” firman Tuhan memberikan pengharapan. Titik akhir kehidupan seseorang ditentukan oleh objek keyakinannya. Berbahagialah orang yang mengandalkan Yahweh! Menarik bila kita cermati: dari dulu, Palestina adalah tanah yang gersang dan tandus. Air sangat berharga, dan barang langka. Tak ada kehidupan bila tanpa air. Allah pun tak kurang dari pentingnya air bagi kehidupan! Bila demikian, “kita mengandalkan siapa” sungguh-sungguh merupakan urusan hidup dan mati. Pilih mengandalkan Allah? Atau, mengandalkan diri sendiri? Tidak ada pilihan ketiga!
Memasuki Minggu Adven III, marilah bersukacita di dalam Allah! Kedatangan Tuhan Yesus kian dekat. Sumber air kehidupan itu sedang mengalir mendekat. Juruselamat sedang datang! Telah siapkah kita untuk menyambut-Nya? Mari, kita tanggalkan kedukaan dan keputusasaan, gantikan dengan pengharapan. Arahkan hati kepada Allah! Terpujilah Allah!
No comments:
Post a Comment