Kisah ini bermula dari kejadian yang mengejutkan ketika kami kembali dari acara Kemah Remaja menuju kota Kudus, 18 Januari 2007. Tepatnya di daerah Demak. Tiba-tiba ada seorang adik remaja yang marah sejadi-jadinya. Ia melempar HP tepat ke muka seorang remaja senior, melangkah ke belakang dan berdiri dengan sumpah serapah kepada kawan-kawannya. Seorang teman saya, hamba Tuhan, duduk di bangku paling belakang. Ia coba memperingatkan adik remaja ini, tetapi sia-sia.
Malam harinya, ternyata remaja senior itu melayangkan surat elektronik kepadaku. Ia ambil waktu untuk mencurahkan perasaannya. Aku segera membalasnya.
Tetapi pengalaman petang hari di bus itu berkesan dalam dalam hatiku. Di situlah aku belajar apa maknanya mengampuni dan menerima. Inilah masa ujian buat materi yang kusampaikan sehari sebelumnya mengenai G.A.E.C.: Grace, Acceptance, Empowerment, and Commitment. Tuhan, aku bersyukur!
Inilah isi surat elektronik balasan kepada adik remajaku itu.
Adikku S,
Membaca tulisanmu ini, aku pun kembali menitikkan air mata. Well, apakah ini suatu kecengengan? Buat sebagian orang akan dianggap Ya. Tapi bukankah Tuhan kita juga menangis? Kakakmu ini terus diingatkan dengan sebuah lagu yang kalau menyanyikannya lagi, aku pun terharu.
He washed my eyes with tears that I might see,
The broken heart I have was good for me;
He tore it all apart and look inside,
He found it full of fears and foolish pride!
He saw the marks of shame that made me blind,
And then I saw the clouds were silver lined,
And now I understand, t'was best for me,
He washed my eyes with tears, that I might see . . .
Coba kaurenungkan juga, Dik . . . . Tuhan memberi air mata, agar kita dapat melihat lebih terang, lebih jernih. . . , bukan?
Tetapi mengapa aku terharu membaca tulisanmu? Kamu berani jujur dengan perasaanmu. Dan kamu berani mengungkapkannya kepada orang lain. You trust me to read what lays beneath your heart! I do appreciate it.
Bukan cuma itu, kalau aku me-recall peristiwa selama tiga hari itu, aku makin melihat siapa seorang S. Dan aku bersyukur sekali. Aku mengamati adik-adikku yang terlibat di dalam kerja Kemah Remaja kemarin, dan aku melihat kamu adalah seorang yang Tuhan tempatkan sebagai seorang helper, yang cepat tanggap dan mau membantu apa saja. Seorang yang tidak menganggap kesenioritasan sebagai hambatan untuk membantu adik-adiknya. S, adikku, aku mau katakan Thanx to God!
Malam harinya, ternyata remaja senior itu melayangkan surat elektronik kepadaku. Ia ambil waktu untuk mencurahkan perasaannya. Aku segera membalasnya.
Tetapi pengalaman petang hari di bus itu berkesan dalam dalam hatiku. Di situlah aku belajar apa maknanya mengampuni dan menerima. Inilah masa ujian buat materi yang kusampaikan sehari sebelumnya mengenai G.A.E.C.: Grace, Acceptance, Empowerment, and Commitment. Tuhan, aku bersyukur!
Inilah isi surat elektronik balasan kepada adik remajaku itu.
Adikku S,
Membaca tulisanmu ini, aku pun kembali menitikkan air mata. Well, apakah ini suatu kecengengan? Buat sebagian orang akan dianggap Ya. Tapi bukankah Tuhan kita juga menangis? Kakakmu ini terus diingatkan dengan sebuah lagu yang kalau menyanyikannya lagi, aku pun terharu.
He washed my eyes with tears that I might see,
The broken heart I have was good for me;
He tore it all apart and look inside,
He found it full of fears and foolish pride!
He saw the marks of shame that made me blind,
And then I saw the clouds were silver lined,
And now I understand, t'was best for me,
He washed my eyes with tears, that I might see . . .
Coba kaurenungkan juga, Dik . . . . Tuhan memberi air mata, agar kita dapat melihat lebih terang, lebih jernih. . . , bukan?
Tetapi mengapa aku terharu membaca tulisanmu? Kamu berani jujur dengan perasaanmu. Dan kamu berani mengungkapkannya kepada orang lain. You trust me to read what lays beneath your heart! I do appreciate it.
Bukan cuma itu, kalau aku me-recall peristiwa selama tiga hari itu, aku makin melihat siapa seorang S. Dan aku bersyukur sekali. Aku mengamati adik-adikku yang terlibat di dalam kerja Kemah Remaja kemarin, dan aku melihat kamu adalah seorang yang Tuhan tempatkan sebagai seorang helper, yang cepat tanggap dan mau membantu apa saja. Seorang yang tidak menganggap kesenioritasan sebagai hambatan untuk membantu adik-adiknya. S, adikku, aku mau katakan Thanx to God!
Kemarin malam, aku meng-sms kamu, perihal apa yang seharusnya kamu katakan bila jadi ke rumah K. Dan kukatakan kepadamu untuk tidak meminta maaf, karena bukan itu masalahnya. Apalagi menuntut K. meminta maaf. I mean it, karena apa yang kurasakan tentang K. yaitu ada sesuatu yang memang dia pendam, yang lama sekali dan sudah bertumpuk-tumpuk. Boleh dikatakan ada semacam depresi yang sudah mendalam. Sampai akhirnya ia menjadi seorang yang misterius. Nah, kasus ini sangat penting untuk kamu pelajari sebagai calon dokter. Karena riil.
Sekarang hal yang lain, masih seputar masalah itu. You know, aku tidak terlalu sulit untuk bicara kepada teman-teman supaya memaafkan K. dan menerima apa adanya. Tidak berat untuk berkata supaya kalian dapat mencoba mengerti K. Akan tetapi, ada satu orang yang akan sangat sulit, kamu tahu siapa? U! Dia menangis juga dengan peristiwa itu. Kenapa U akan sulit? Dia anak pendeta, dan sebagai anak pendeta, ia "dituntut" untuk SELALU mengerti orang lain. Bayangkan, di setiap waktu ia HARUS mengerti orang lain. Lalu siapa yang mengerti dia? Nah kamu lihat, di masalah itu ada tiga pihak yang sangat berlainan bukan: K., teman-teman (termasuk kamu), dan U.
Dik, you perhaps miss the most important part of the drama! (Aku tidak katakan peristiwa kemarin itu cuma pura-pura. Sama sekali tidak!) Yaitu, ketika aku katakan, "K., aku nggak mau jadi pembinamu. Aku mau jadi kakakmu. Aku sayang kamu, adikku" dan aku menangis lalu memeluk K., dia pun menitikkan air mata. Dia menangis! Aku coba bayangkan, sudah berapa lama ia tidak meneteskan air mata? Sudah berapa lama ia mencoba untuk bersikap tough, tegar dan keras membatu dengan segala hujan permasalahan dalam hidupnya? Sekarang dia menangis! Buatku, puji Tuhan! Sedikit dari sekian masalahnya sudah terangkat!
Thanks God! For everything! Kamu tahu, Dik, aku makin sayang dengan remaja-remaja Metanoia, demikian juga aku makin sayang dengan orang seperti kamu. Akankah ini akan segera berakhir? Aku tidak tahu. Only God knows and God's will be done, for His glory alone--this is a Reformed confession.
Kiranya percikan permenungan ini semakin mendewasakan kita. Terpujilah Allah!
Kakakmu,
NS
No comments:
Post a Comment