BERBAHAGIALAH MEREKA YANG BERJIWAKAN KEMISKINAN
Demikianlah kata orang-orang dunia, “Berbahagialah mereka yang kaya, yang berkelimpahan uang dan harta, yang dihormati, yang dapat menikmati segala macam kesenangan dan sukacita duniawi.”
Namun para murid Kristus akan menjawab, “Tidak! Harta-benda duniawi hanya berharga bagiku sekadar perlu untukku hidup sebagai manusia dan sekadar membantu aku dalam mencapai maksud dan tujuanku yang kekal itu.”
Itulah kosakata mereka yang berjiwasemangatkan kemiskinan. Yang bergelorakan kepapaan. Sesungguhnya, mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap harta-benda yang fana ini. Sikap tak acuh ini didapatkan dari Tuhan Yesus sendiri.
Allah kita adalah Roh. Segala sesuatu yang duniawi, tak ada nilainya di hadapan-Nya. Pribadi-Nya sendiri sudah cukup. Dialah satu-satunya yang berharga. Segala sesuatu yang berasal dari Dia saja, yang membawa kita kepada-Nya, yang mempersatukan kita dengan Dia, itulah yang layak dikejar. Kehendak Tuhan, kesukaan-Nya, cinta-kasih-Nya, karunia-karunia rahmat-Nya, itulah yang disebut kekayaan.
Memahami kebenaran ini, dan mengalami kebenaran ini, itulah yang disebut sebagai semangat kepapaan, atau jiwa kemiskinan. Tak lekat akan harta-benda duniawi; tak ingin mempunyainya lebih daripada yang seperlunya untuk kehidupan insani; dengan sekuat tenaga mengejar yang kekal; bagi kita, cukuplah Tuhan saja; sudah cukup bila kita dapat bersatu dengan Tuhan; inilah yang membuat jiwa kita sungguh-sungguh bahagia.
“Berbahagialah mereka yang berjiwakan kemiskinan!”
Teladan Kristus
Kristus ingin membawa manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan menuju kebahagiaan, yang tak lain adalah jalan menuju Bapa-Nya di surga. Pandanglah Yesus bagaimana permulaan kehidupan-Nya di dunia. Ia terbaring di dalam sebuah palungan. Serta perhatikanlah pula akhir hidup-Nya. Tanpa berpakaian Ia tergantung pada kayu salib yang hina itu. Di antara kedua ujung-pangkal itu terbentang suatu kehidupan yang berjiwakan kemiskinan yang sempurna.
Di Betlehem, di Nazaret, selama hidup-Nya di hadapan umum; selama masa kesengsaraan-Nya, pada penghinaan yang Ia alami begitu mendalam, dengan perbuatan-Nya—dalam semua ini Kristus selalu memancarkan cinta-kasih yang dilambari oleh jiwa kemiskinan
Seorang perawan yang sederhana dipilih-Nya untuk menjadi bunda-Nya. Yusuf, seorang buruh tukang kayu, menjadi bapa angkat-Nya. Mengenai diri-Nya sendiri, Ia pernah berkata, “Serigala mempunyai liang, dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai apa-aa untuk membaringkan kepala-Nya.” Ketika mengutus para rasul untuk memberitakan Injil, Kristus memberikan nasihat, “Jangan kamu membawa bekal atau kasut. Kota mana pun yang kamu masuki, di mana pun kamu disambut orang, makanlah apa yang disediakan bagimu.” Dan Ia pun memperingatkan mereka, “Hendaklah kamu berhati-hati dan waspada dengan segala macam ketamakan; sebab meskipun seseorang berkelimpahan, oleh karena miliknya itu, hidupnya tidaklah terjamin.” Juga Ia menceritakan sebuah perumpamaan, “Adalah seseorang yang kaya raya, yang membangun gudang-gudang besar. Dikumpulkannyalah di situ gandum, lalu berkatalah ia kepada dirinya sendiri, ‘Hai jiwaku, banyak sudah persediaanmu, cukup untuk bertahun-tahun lamanya. Maka, beristirahatlah engkau, makan-makanlah, minum-minumlah dan berfoya-foyalah!’ Akan tetapi Tuhan berkata kepadanya, ‘ Hai orang bodoh, malam ini juga jiwamu akan dituntut dari padamu dan siapakah yang akan memiliki segala persediaanmu itu?’”
Demikianlah Yesus menilai perihal yang duniawi: sesuatu yang fana, hanya sedikit nilainya.
Ikrar Kemiskinan
Maksud ikrar kemiskinan ialah bagaimana kita bertekad untuk menghasilkan jiwa kemiskinan di dalam diri kita. Ini bukan sikap mental melarat, tetapi sikap hati untuk menjadi miskin. Semangat untuk miskin itu akan menjadikan kita terbebas dari keberpautan terhadap harta dan benda yang tak kekal itu. Harta benda diberikan kepada kita untuk dipergunakan, dan disalurkan kepada orang lain. Segala sesuatu yang diciptakan, baik materi, maupun rohani, baik yang ada di dunia alam ataupun manusia, semuanya itu adalah alat-alat belaka, yang harus kita pergunakan untuk mengerjakan karya-karya demi kemuliaan nama Allah.
Bila harta kita pandang demikian, harta menjadi berharga bagi kita. Kepuasan, sukacita, yang terletak padanya dalam mempergunakan segala sesuatu itu, boleh kita nikmati dengan rasa terima kasih. Namun demikian, sekali-kalipun tidak boleh kita berhenti sampai di situ, ataupun mencari-cari kebahagiaan kita di dalam harta itu. Segala harta boleh kita nikmati hanya dengan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah!
Maka, dalam batin kita, kita harus bebas terhadapnya. Bila keadaan yang menghendaki, relalah untuk melepasnya kapan pun. Dengan kekuatan dan keteguhan hati, hendaknya kita melaksanakan ikrar kemiskinan itu sampai kepada yang paling inti saja, yang dapat membahagiakan kita dengan sukacita yang abadi, yaitu: persatuan dengan Tuhan . . . serta cinta-kasih-Nya . . . serta perkenanan hati-Nya.
Berbahagialah mereka, yang sesungguhnya memilih Kristus sebagai harta dan kekayaan mereka yang sejati, yang dengan sukarela mengejar penghidupan yang bersahaja serta mau belajar untuk mengencangkan ikat pinggang secara ksatria, untuk memakai serta memanfaatkan yang kita butuhkan itu.
Percikan Permenungan: Berbahagialah mereka yang berjiwakan kemiskinan
Doa: Berkata-katalah kepada Kristus. Katakanlah kepada-Nya bahwa Anda ingin mengasihi kemiskinan, memeluk kepapaan, agar semua yang ada dalam diri Anda dapat menjadi milik-Nya.
No comments:
Post a Comment