APAKAH ARTI HIDUPMU?
Yakobus 4:13-17
Hidup Sama Seperti Uap?
Sewaktu saya masuk ke seminari (1998), saya mengenal seorang nama teolog PB yang namanya sangat terkenal, dan disegani di antara para koleganya. Ia adalah seorang pater Katolik. Buku-bukunya dapat dipastikan menjadi acuan utama penyelidikan Alkitab. Ia adalah Dr. Raymond E. Brown. Secara kesarjanaan, sebenarnya beliau adalah seorang ahli PL dan arkeologi. Menggondol dua gelar doktor teologi (S.T.D. dari St. Mary's College dan Ph.D. dari Johns Hopkins University) , ia pernah menjabat sebagai ketua sejumlah perserikatan beken kesarjanaan biblika di Amerika, bahkan diundang Paus Paulus Yohanes II untuk menjadi salah satu tim kepausan untuk bidang Alkitab.
Saya ingin sekali duduk belajar di bawah kakinya. Tidak berselang lama duduk di seminari, saya mencari nama Raymond Brown di internet. Betapa kagetnya saya, karena Raymond Brown sudah meninggal dalam serangan jantung pada tahun 1997. Tetapi di situs yang memberitakan kabar wafatnya Rm. Brown, saya menemukan cuplikan kecil dari salah satu bukunya yang terakhir, A Retreat with John the Evangelist. Tak diragukan lagi, ia seorang pakar Injil Yohanes, dan hingga saya menulis renungan ini, tak seorang pakar PB yang dapat menandingi dua jilid tafsir Yohanes yang mengalir dari buah pikirannya. Demikian kalimat itu,
We have been cautious during our life
to shield ourselves with bank accounts, credit cards
and investments, and to protect our future
with health plans, life insurances, social security
and retirement plans.
Yet there comes a moment when neither cash nor “plastic” works.
No human support goes with one to the grave;
and human companionship stops at the tomb.
One enters alone.
Ya, pada akhirnya, segala yang menjadi kegagahan manusia berhenti pada satu hal, kematian. Semua yang boleh dibangga-banggakan oleh manusia, harus ditinggalkan ketika seseorang memasuki dimensi kekekalan. Segala rencana masa depan, harus melambaikan tangan kepada pribadi yang seumur hidup mencari dan mengejarnya, tatkala dia harus menghadap Yang ilahi. Ia datang di hadapan Tuhan sendirian. Ia akan berdiri di hadapan Allah dengan telanjang.
Lalu apa arti hidup ini? Benarkah hidup itu sama seperti uap saja? Orang Jawa memiliki pepatah, urip iku mung kaya wong mampir ngombe. Pengkhotbah berkali-kali berkata, “Hidup di bawah kolong langit adalah kesia-siaan, di atas kesia-siaan!” Apakah memang demikian hidup manusia itu? Jika hidup hanya berhenti sampai di sini, apatah artinya kita bersusah payah, dan membanting keringat? Betapa tragisnya!
Banyak manusia menjadi over-optimistic dengan hidupnya. Ia merasa mampu merancang masa depan. Ia sanggup untuk menata hari esok yang lebih baik dan memastikan bahwa hidupnya akan lancar selalu. Itu baik. Tentu Saudara tahu, saya tidak bermaksud melarang siapa pun untuk merencanakan masa depan. Namun seandainya “masa depan” itu dicapai, lalu apa lagi? Ya, membuat masa depan lagi, kan? Lalu kalau sudah? Demikian, dan demikian seterusnya. Sadarkah kita, hidup tak lebih dari sekadar merancang-rancang hidup yang lebih baik di masa mendatang!
Firman Tuhan dengan blak-blakan ingin mengajak kita merenung secara mendalam! Ada orang yang mengatakan, bahwa Hari ini atau besok kita pasti akan menjadi lebih baik. Ya, dalam tempo yang singkat! Firman Tuhan menyatakan, hidup yang terlampau yakin akan masa depan ini pada hakikatnya adalah sebuah kecongkakan. Seseorang yang memegahkan diri adalah seorang yang sombong di hadapan Allah.
Berapa banyak orang yang tertarik dengan sistem marketing MLM yang ditawarkan oleh banyak perusahaan multinasional? Tak terkecuali jemaat yang saya layani, yang tergiur dengan “harta” yang dijanjikan. Bagaimana tidak? Jika seorang petani tak terpelajar sanggup meraup duit sekitar 6 juta per bulan dengan mengikuti program ini, lalu mengapa perlu susah-susah? Dan ternyata, malahan tak sedikit pula orang-orang Kristen yang tertipu dengan SMS ataupun email yang mengatasnamakan perusahaan tertentu atau donasi yang diberikan yang jumlahnya menggiurkan! Banyak orang “terpacu” untuk mencobanya. Mereka mau membuat hari besok lebih baik, dengan kerja keras selama 1-5 tahun! Siapa yang tidak ingin, bukan?
Firman Tuhan dengan tegas mengatakan, kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Kita merancang untuk besok, tetapi tak pernah kita tahu apa yang terjadi pada periode 24 jam setelah ini. Coba bayangkan bila hal ini terjadi berulang-ulang dalam hidup kita. Hidup menjadi hampa! Tak ubahnya seperti uap, yang bila dipanasi sampai mendidih, air itu berubah menjadi uap. Uap itu naik membumbung dan akhirnya hilang (atau berubah bentuk lagi).
Betapa singkat sekali hidup kita ini. Kita bukanlah captain of our soul! Kita tak berdaya untuk menguasai kehidupan. Apa arti hidupmu? Jika tanpa arah dan tujuan, semua kebanggaan di atas menjadi sia-sia belaka!
Hidup dalam Rancangan Allah
Allah mengehendaki sesuatu yang berbeda. Manusia hendaklah tidak mencari-cari pertolongan lain selain dari Allah. Itulah sebabnya dalam nas kita membaca, “Jika Tuhan menghendakinya.” Firman Tuhan tidak takut-takut untuk memeluk ketidakpastian kehidupan manusia. Manusia tidak mungkin dapat menjelaskan dan menjabarkan rahasia hidup segamblang-gamblangnya! Rasio manusia tak cukup untuk menerangkan rahasia ini. Siapa tahu, sekarang gagah, besok tubuh kita bagaikan tulang berbalut kulit? Siapa pernah sangka, sekarang ke mana-mana naik mobil mewah, dalam waktu singkat, kehebatan ini terjungkir balik! Hidup ini penuh rahasia. Bahkan detik demi detik, hidup kita adalah sebuah misteri!
Tetapi bukankah “misteri” adalah kunci kehidupan Kristen? Banyak hal yang tak dapat kita jawab dalam kehidupan Kristen. Mengapa kita mengenal Allah sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus? Misteri! Mengapa Allah menciptakan langit dan bumi? Rahasia ilahi! Mengapa Allah menjadi manusia? Tak ada yang tahu kecuali Allah saja. Saudara perhatikan, Kekristenan berani memeluk misteri!
Bukankah “iman” itu sendiri berarti berani melangkah di dalam misteri? Kata sebuah lagu pujian, “Tak kuta’u kan hari esok!” dan lagu yang lain, “Tersembunyi ujung jalan, hampir atau masih jauh?” Namun bila demikian, akankah kita menjadi orang yang seperti melompat dalam kegelapan, dan bisa jadi kita menjadi terhilang untuk selama-lamanya? Tidak demikian. Perhatikan sekali lagi firman Allah, “Jika Tuhan menghendaki!” Ya, Tuhan!
Kita tahu Dia adalah mysterium tremendum tetapi sekaligus Dia adalah mysterium fascinans! Sebagai mysterium tremendum, setiap orang akan gemetar tatkala datang menghampiri Allah! Siapa Allah dan siapa dirinya? Antara Allah dan manusia terbentang suatu kualitas perbedaan yang demikian jauhnya. Allah bukan manusia, dan manusia bukan Allah. Allah tak terbatas, manusia adalah makhluk terbatas. Allah itu suci adanya, dan manusia penuh dengan cacat cela. Inilah yang membuat manusia gentar datang ke hadapan Tuhan. Dan itu baik! Dengan memiliki kegentaran semacam ini, manusia memiliki hormat kepada Allah.
Cobalah kita merenung berapa banyak orang Indonesia yang memiliki rasa takut kepada konstitusi negara? Reformasi telah mengarah kepada anarkhisme! Cita-cita kebebasan telah merambah menjadi kemerdekaan yang liar. Tidak ada yang ditakuti; tak seorang pun yang disegani. Sekarang bayangkan, bila dalam kehidupan, manusia telah kehilangan rasa hormat, takut dan gentar kepada Allah? Apa jadinya ibadah? Ibadah hanya menjadi alat dan sarana untuk menyenangkan diri sendiri, dengan motif-motif yang dibungkus dengan segala kesalehan dan kerohanian yang palsu! Ibadah untuk mencari pasangan hidup. Ibadah untuk sekadar berkata, “Saya hadir di kebaktian” dan itu berarti kita pikir kita sudah menunaikan tugas dan panggilan kita.
Tetapi Tuhan pun adalah mysterium fascinans. Ia adalah misteri yang menyenangkan. Ia dekat dengan kita. Ia menyapa kita sebagai Sahabat. Ia hadir bersama-sama dengan kita. Ia menjadi Gembala Agung kita. Segala kebutuhan kita dicukupkan oleh-Nya seorang diri. Sehingga, seolah-olah Tuhan mau agar kita tak lagi takut untuk merenggut dan memeluk misteri kehidupan, sebab Ia sendiri adalah Penjamin kehidupan kita!
Maka sekarang, tahulah kita mengapa lagu-lagu pujian di atas kata-katanya berlanjut demikian, “Namun langkahku tetap; bukan surya kuharapkan, kar’na surya ‘kan lenyap. O tiada ‘ku gelisah akan masa yang datang; kuberjalan serta Yesus, maka hidupku tenang!” Dan lagu satu lagi, “Ku dibimbing tangan Tuhan, ke negeri yang tak kutahu!”
Ya, kita tak pernah tahu ke mana kita melangkah! Masa depan tetap akan menjadi misteri sepanjang hidup. Segala sesuatu berubah! Tetapi ada yang tidak berubah! Yaitu Tuhan Allah saja. Kita tidak akan tahu apa jadinya kita esok pagi, tetapi Sang Misteri itu paham betul apa yang akan terjadi! Menggantungkan diri kepada kekuatan kita, akan berujung pada kegagal hidup. Tetapi menggantungkan diri kepada Tuhan, bak Abraham yang dipanggil untuk pergi ke negeri yang tidak ia ketahui, tetapi yang Allah sendiri akan tunjukkan, akan membuat hidup kita aman selama-lamanya. Meski banyak pertanyaan, tetaplah melangkah di dalam Tuhan! Itulah iman, dan di sanalah kita mendapatkan arti hidup kita yang sejati!
TERPUJILAH ALLAH!
No comments:
Post a Comment