JATUNG HATI INJIL: PEMBENARAN OLEH IMAN (1.18-4.25)
Di sini, Paulus menegaskan pokok pemikiran bahwa kebenaran Allah dinyatakan dalam Injil Kristus yang disalibkan. Untuk dapat merobek-robek klaim-klaim superior yang dibangga-banggakan oleh orang-orang Roma, yang kemudian mengakibatkan perpecahan dua macam manusia, “yang lemah” dan “yang kuat,” dan keduanya saling berkompetisi, Paulus menyatakan bahwa murka Allah dinyatakan bagi mereka yang “menindas kebenaran” dengan jalan “menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya” (1.25). Salib Kristus menguak kecenderungan tersembunyi manusia yang mencoba untuk mengabaikan kebenaran, dan menabuh genderang perang terhadap Allah, sehingga baik manusia maupun lembaga dapat mempertahankan keegoisan dan keegosentrisannya dengan merasa mempunyai keutamaan dan kehormatan yang lebih tinggi dari yang lain.
Semua kelompok manusia termasuk di dalamnya, tetapi yang paling disoroti adalah gaya hidup dan penyembahan dalam kultur Greko-Romawi. Penyelewengan seksual merupakan bukti murka Allah yang paling jelas (1.26-27). Serentetan tipe manusia yang mempunyai tabiat dan tindakan destruktif memenuhi bagian ini, dan ini jelas-jelas menghancurleburkan superioritas kultur Roma (1.29-32).
Sedangkan orang-orang bukan Yahudi yang tidak memiliki Taurat tetapi “melakukan apa yang dituntut hukum Taurat” sebab “isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka” (2.14-15) menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi pun tidak boleh mengklaim lebih tinggi daripada orang-orang bukan Yahudi. Ketika Paulus mendaftar kemegahan yang dapat dibanggakan oleh orang-orang Yahudi, di 2.17-20, ia tidak sedang melancarkan kritik kepada semua pemeluk agama Yahudi. Ia tidak sedang menjelek-jelekkan ajaran Yudaisme. Tetapi, ia sedang membongkar kesombongan dan kecongkakan yang nampak dalam diri orang-orang Kristen Yahudi di Roma.
Selanjutnya, rasul Paulus menunjukkan bahwa seluruh suku bangsa “ada di bawah kuasa dosa” (3.9). Klaim “baik orang Yahudi, maupun orang Yunani” diikuti oleh serentetan kutipan ayat yang tak kurang dari delapan kali dinyatakan “tidak ada yang . . . .” Berarti, tidak seorang pun yang dapat memegahkan status atau penampilan sebagai orang benar.
Menurut takaran yang dituliskan oleh rasul Paulus dalam 1.14 dan dikembangkan di 1.18-32, hal ini memotong habis klaim-klaim superior dari setiap sistem yang dipakai untuk meraih kehormatan, baik itu melalui tindakan-tindakan baik maupun status yang diturunkan. Dan, kesimpulannya adalah, “idak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah” (3.20). Ah, bukan hanya kaum Yahudi dengan hukum Tauratnya yang disoroti di sini, tetapi juga akidah-akidah manusia yang menjadi identitas dalam kultur apa pun. Di hadapan Allah yang mahaadil, tidak ada satu sistem manusia pun yang dapat bersaing untuk mendapatkan kemuliaan dan kehormatan.
Sebagai respons atas kekacauan universal ini, Kristus “telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian” (3.25). Bait Allah telah digantikan dengan sebuah tata kurban pendamaian yang terbuka “melalui iman” kepada setiap orang. Dinyatakan “benar” berarti bahwa manusia yang telah “kehilangan kemuliaan” (3.23) dan kehormatan Allah telah dipulihkan, bukan sebagai akibat perbuatan baik tetapi merupakan suatu anugerah. Tiga acuan di 3.24 membuatnya makin jelas, “kasih karunia,” “cuma-cuma” dan “penebusan” melalui Kristus menunjukkan bahwa tidak seorang pun dapat memperoleh status terhormat dan benar baik melalui keadaan yang dibawa sejak lahir, ataupun oleh karena memiliki kekayaan.
Berlawanan dengan lingkungan dunia Greko-Romawi yang sangat kompetitif, termasuk juga kultur Yahudi, status yang baru ini dianugerahkan oleh Kristus justru kepada mereka yang terhina. Ya, bukan bagi mereka yang benar, tetapi bagi kaum terhina dan tersisih dari dunia. Kompetisi dunia untuk memperoleh kehormatan telah dikalahkan oleh anugerah di dalam Kristus. Anugerah itu diperoleh apabila seseorang menerima Injil Kristus yang tersalib, yang berarti tidak ada tempat untuk bermegah dan menyombongkan diri (3.27). Sumber-sumber sistem kehormatan dan kehinaan Greko-Romawi maupun Yahudi telah dihapuskan oleh Kristus. Keselamatan hanyalah melalui anugerah. Oleh karena itu, tidak ada satu kelompok manusia pun yang dapat membuat klaim lebih superior di hadapan Allah, sebab kemegahan diri telah ditelanjangi sebagai pemberontakan terhadap kesatuan Allah (3.29-30).
Jika orang-orang dinyatakan benar oleh karena iman, bagaimana janji-janji yang Allah buat kepada Abraham bahwa keturunannya akan memiliki bumi? Di pasal 4, Abraham ditunjukkan sebagai nenek moyang yang percaya bahwa Allah adalah “yang membenarkan orang durhaka” (4.5). Janji itu diberikan kepadanya sebelum pemberian hukum Taurat, dan juga sebelum ia disunatkan. Sehingga ia pun menjadi bapa baik orang Yahudi maupun Yunani yang “mengikuti jejak iman Abraham” (4.9-12). Janji itu digenapi hanya oleh sebab iman Abraham, bukan oleh karena ia mematuhi hukum. Ia percaya kepada Allah yang “menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada” (4.17). Ini merupakan kutipan yang menunjukkan pengakuan bahwa iman di dalam Kristus yang tersalib dan dibangkitkan merupakan jalan untuk memperoleh janji Abraham (4.23-25).
No comments:
Post a Comment