MENNONITE DAN PREDESTINASI
Harus diakui, tidak ada seorang teolog pun yang menjadi patokan ajaran dalam pemikiran Anabaptis-Mennonite. Bahkan, kebanyakan kaum Anabaptis awal adalah kaum awam dan orang-orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Sebab itu, mereka mengutamakan pembacaan spiritualistik Alkitab: membaca Alkitab dalam terang kuasa Roh Kudus. Roh Kudus menjadi penentu pembacaan Alkitab. Namun, sebagaimana diakui oleh sejarawan C. Arnold Snyder, hasil dari pembacaan ini adalah anarkhi penafsiran. “In fact, if the Holy Spirit was the ultimate authority by which scriptural questions were to be decided, the result was an intrepretative anarchy which . . . was politically dangerous.”[1] Ekses yang terjadi kala itu ialah paham spiritualistik bahwa Roh berada di atas Kitab Suci.
Dr. Balthasar Hübmaier adalah teolog Anabaptis awal yang tidak setuju dengan predestinasi. Ia menonjolkan pengajaran mengenai anugerah dan iman dalam keselamatan dan menentang ajaran mengenai kejatuhan ataupun predestinasi. Ia mengatakan bahwa Kristus datang agar orang Kristen menjadi benar dan sempurna. Ia nampaknya hendak mengatakan bahwa “darah semerah mawar” yang dicurahkan oleh Kristus membersihkan kesalahan dan dosa dalam satu tempo, dan membangkitkan kehendak manusia yang telah jatuh. Ia mengajarkan bahwa kelahiran baru (regenerasi) terjadi seumur hidup.[2]
Jika demikian, dapatkah disimpulkan bahwa kaum Mennonite pasti menentang doktrin predestinasi? Mari kita perhatikan beberapa konfesi di bawah ini[3]:
1. Ris Confession (1766/1895) menyatakan pengakuan mengenai “Of election of Grace or Election and Rejection” atau “Mengenai pemilihan anugerah atau pemilihan serta penolakan.” Pengakuan ini boleh dikategorikan sebagai konfesi kuno yang mengakui pemilihan anugerah, atau predestinasi.[4]
“Kami percaya bahwa Allah sejak kekekalan telah melihat dan mengetahui hal-hal yang telah terjadi, yang terjadi dan yang akan terjadi, baik ataupun jahat (Kis. 15.18; Yes. 41.21-26; Ibr. 4.13), dan karena itu di atas semuanya, kejatuhan manusia yang menyedihkan dengan konsekuensinya yang fatal, yang nyata diketahui dengan penetapan Kristus sebelumnya sebagai Pengantara (Ef. 1.4; 1Ptr. 1.20; Why. 13.8) . . . Kami sungguh-sungguh bergembira dan dengan mantap mempercayai bahwa Allah di dalam dan melalui diri-Nya sendiri merancang suatu tujuan kekal (Ef. 3.11; 1.9; Rm. 8.28) mengenai . . . bagaimana dan oleh cara apa Ia menebus manusia yang telah jatuh ke dalam dosa (Kis. 4.28) . . . bahwa Ia berketetapan untuk memberikan kasih-Nya, anugerah-Nya, dan karunia-Nya dalam ukuran yang besar kepada sebagian orang, dan dalam ukuran yang kecil untuk sebagian orang lainnya (Luk. 8.10; Mat. 25.15; Rm. 9.13), dan hal ini menurut kehendak-Nya sendiri serta perkenanan-Nya (Mat. 20.15; 2Tim.2.20) . . . Oleh sebab itu, kami pandang adalah paling baik untuk tidak mencampuri lebih jauh lagi rahasia-rahasia tujuan Allah, tetapi dalam pengakuan kami cukup puas dengan satu pernyataan mengenai keadaan orang-orang yang Allah telah tetapkan untuk diselamatkan atau dihukum.
Setiap orang, yaitu, yang dengan hati yang bertobat dan percaya (Mrk. 1.15; Kis. 20.21) menanggapi, menerima dan tinggal di dalam keselamatan yang ditawarkan (Yoh. 1.12, 13; Kis. 2.4; Why. 3.20; Mat. 24.13; 1Yoh. 2.19; Why. 2.10); dialah yang Allah miliki sebelum dunia dijadikan, keluar dari kasih yang bebas, dan bagi Kristus, dipilih (2Tes. 2.13; Yak. 2.5; 1Ptr. 2.9) dan ditentukan (Ef. 1.5) supaya ia mengambil bagian dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya (Mat. 25.34, 41); dialah yang Allah telah ketahui sebelumnya (1Ptr. 1.1, 2), dan dipanggil demi nama-Nya (2Tes. 2.19; Why. 3.5).
2. Mennonite Brethren Confession (1902) menyatakan, "Concerning divine predestination and man's will we believe, that from eternity it has been the free pleasure and the gracious purpose of God to redeem sinners to the praise of God's glory [sejak kekekalan, oleh sebab perkenanan bebas serta tujuan Allah yang berwelas asih untuk menebus orang-orang berdosa demi pujian bagi kemuliaan Allah], wherefore also Christ after the premeditated council was selected of God before the foundation of the world, that through His incarnation, life, teaching, death, resurrection and ascension He should be the Redeemer, as our great Prophet, only High Priest and eternal King, that all that obey His Gospel believe in Him should not perish but have everlasting life." Kemudian Efesus 1.3-5 dikutip yang dalam mana terdapat kata predestinated (KJV) atau “ditentukan.”[5]
Harus diakui, konfesi ini pun setuju 100% dan tidak segan-segan mengadopsi pandangan Kristologi Calvin, yang pertama kali mengajukan konsep triplex munus Christi: jabatan Mesianis Yesus sebagai Nabi, Imam dan Raja.[6] Pandangan Calvin ini juga diterima oleh Gereja Katolik Roma dalam Konsili Vatikan I dan II.
[1]C. A. Snyder, Anabaptist History and Theology (ed. rev.; Kichener: Pandora, 1997), 84-85. Bentuk ringkasnya telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Dari Benih Anabaptis (Semarang: Pustaka Muria).
[2]W. O. Packull, “An Introduction to Anabaptist Theology,” The Cambridge Companion to Reformation Theology, ed. D. Bagchi dan D. C. Steinmetz (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 207.
[3]Dikutip dari H. J. Loewen, ed. One Lord, One Church, One Hope, and One God: Mennonite Confessions of Faith (Elkhart: Institute of Mennonite Studies, 1985).
[4]Ibid. 87.
[5]Ibid. 164-65.
[6]Bdk. S. Edmondson, Calvin’s Christology (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 89-181. Cikal bakal buku ini yaitu disertasi Ph. D. dalam bidang sejarah gereja yang dipertahankan di Universitas Yale, Amerika Serikat. Edmondson sendiri bukan seorang Presbyterian (Reformed), tetapi Episcopalian (Anglikan). Lihat juga M. S. Horton, Lord and Servant: A Covenant Christology (Louisville: Westminster John Knox, 2005).
Harus diakui, tidak ada seorang teolog pun yang menjadi patokan ajaran dalam pemikiran Anabaptis-Mennonite. Bahkan, kebanyakan kaum Anabaptis awal adalah kaum awam dan orang-orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Sebab itu, mereka mengutamakan pembacaan spiritualistik Alkitab: membaca Alkitab dalam terang kuasa Roh Kudus. Roh Kudus menjadi penentu pembacaan Alkitab. Namun, sebagaimana diakui oleh sejarawan C. Arnold Snyder, hasil dari pembacaan ini adalah anarkhi penafsiran. “In fact, if the Holy Spirit was the ultimate authority by which scriptural questions were to be decided, the result was an intrepretative anarchy which . . . was politically dangerous.”[1] Ekses yang terjadi kala itu ialah paham spiritualistik bahwa Roh berada di atas Kitab Suci.
Dr. Balthasar Hübmaier adalah teolog Anabaptis awal yang tidak setuju dengan predestinasi. Ia menonjolkan pengajaran mengenai anugerah dan iman dalam keselamatan dan menentang ajaran mengenai kejatuhan ataupun predestinasi. Ia mengatakan bahwa Kristus datang agar orang Kristen menjadi benar dan sempurna. Ia nampaknya hendak mengatakan bahwa “darah semerah mawar” yang dicurahkan oleh Kristus membersihkan kesalahan dan dosa dalam satu tempo, dan membangkitkan kehendak manusia yang telah jatuh. Ia mengajarkan bahwa kelahiran baru (regenerasi) terjadi seumur hidup.[2]
Jika demikian, dapatkah disimpulkan bahwa kaum Mennonite pasti menentang doktrin predestinasi? Mari kita perhatikan beberapa konfesi di bawah ini[3]:
1. Ris Confession (1766/1895) menyatakan pengakuan mengenai “Of election of Grace or Election and Rejection” atau “Mengenai pemilihan anugerah atau pemilihan serta penolakan.” Pengakuan ini boleh dikategorikan sebagai konfesi kuno yang mengakui pemilihan anugerah, atau predestinasi.[4]
“Kami percaya bahwa Allah sejak kekekalan telah melihat dan mengetahui hal-hal yang telah terjadi, yang terjadi dan yang akan terjadi, baik ataupun jahat (Kis. 15.18; Yes. 41.21-26; Ibr. 4.13), dan karena itu di atas semuanya, kejatuhan manusia yang menyedihkan dengan konsekuensinya yang fatal, yang nyata diketahui dengan penetapan Kristus sebelumnya sebagai Pengantara (Ef. 1.4; 1Ptr. 1.20; Why. 13.8) . . . Kami sungguh-sungguh bergembira dan dengan mantap mempercayai bahwa Allah di dalam dan melalui diri-Nya sendiri merancang suatu tujuan kekal (Ef. 3.11; 1.9; Rm. 8.28) mengenai . . . bagaimana dan oleh cara apa Ia menebus manusia yang telah jatuh ke dalam dosa (Kis. 4.28) . . . bahwa Ia berketetapan untuk memberikan kasih-Nya, anugerah-Nya, dan karunia-Nya dalam ukuran yang besar kepada sebagian orang, dan dalam ukuran yang kecil untuk sebagian orang lainnya (Luk. 8.10; Mat. 25.15; Rm. 9.13), dan hal ini menurut kehendak-Nya sendiri serta perkenanan-Nya (Mat. 20.15; 2Tim.2.20) . . . Oleh sebab itu, kami pandang adalah paling baik untuk tidak mencampuri lebih jauh lagi rahasia-rahasia tujuan Allah, tetapi dalam pengakuan kami cukup puas dengan satu pernyataan mengenai keadaan orang-orang yang Allah telah tetapkan untuk diselamatkan atau dihukum.
Setiap orang, yaitu, yang dengan hati yang bertobat dan percaya (Mrk. 1.15; Kis. 20.21) menanggapi, menerima dan tinggal di dalam keselamatan yang ditawarkan (Yoh. 1.12, 13; Kis. 2.4; Why. 3.20; Mat. 24.13; 1Yoh. 2.19; Why. 2.10); dialah yang Allah miliki sebelum dunia dijadikan, keluar dari kasih yang bebas, dan bagi Kristus, dipilih (2Tes. 2.13; Yak. 2.5; 1Ptr. 2.9) dan ditentukan (Ef. 1.5) supaya ia mengambil bagian dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya (Mat. 25.34, 41); dialah yang Allah telah ketahui sebelumnya (1Ptr. 1.1, 2), dan dipanggil demi nama-Nya (2Tes. 2.19; Why. 3.5).
2. Mennonite Brethren Confession (1902) menyatakan, "Concerning divine predestination and man's will we believe, that from eternity it has been the free pleasure and the gracious purpose of God to redeem sinners to the praise of God's glory [sejak kekekalan, oleh sebab perkenanan bebas serta tujuan Allah yang berwelas asih untuk menebus orang-orang berdosa demi pujian bagi kemuliaan Allah], wherefore also Christ after the premeditated council was selected of God before the foundation of the world, that through His incarnation, life, teaching, death, resurrection and ascension He should be the Redeemer, as our great Prophet, only High Priest and eternal King, that all that obey His Gospel believe in Him should not perish but have everlasting life." Kemudian Efesus 1.3-5 dikutip yang dalam mana terdapat kata predestinated (KJV) atau “ditentukan.”[5]
Harus diakui, konfesi ini pun setuju 100% dan tidak segan-segan mengadopsi pandangan Kristologi Calvin, yang pertama kali mengajukan konsep triplex munus Christi: jabatan Mesianis Yesus sebagai Nabi, Imam dan Raja.[6] Pandangan Calvin ini juga diterima oleh Gereja Katolik Roma dalam Konsili Vatikan I dan II.
[1]C. A. Snyder, Anabaptist History and Theology (ed. rev.; Kichener: Pandora, 1997), 84-85. Bentuk ringkasnya telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Dari Benih Anabaptis (Semarang: Pustaka Muria).
[2]W. O. Packull, “An Introduction to Anabaptist Theology,” The Cambridge Companion to Reformation Theology, ed. D. Bagchi dan D. C. Steinmetz (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 207.
[3]Dikutip dari H. J. Loewen, ed. One Lord, One Church, One Hope, and One God: Mennonite Confessions of Faith (Elkhart: Institute of Mennonite Studies, 1985).
[4]Ibid. 87.
[5]Ibid. 164-65.
[6]Bdk. S. Edmondson, Calvin’s Christology (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 89-181. Cikal bakal buku ini yaitu disertasi Ph. D. dalam bidang sejarah gereja yang dipertahankan di Universitas Yale, Amerika Serikat. Edmondson sendiri bukan seorang Presbyterian (Reformed), tetapi Episcopalian (Anglikan). Lihat juga M. S. Horton, Lord and Servant: A Covenant Christology (Louisville: Westminster John Knox, 2005).
No comments:
Post a Comment