Kesimpulan
Pertama, sumber teologi. Pertanyaan mendasar atas kajian historis gerakan pentakosta-kharismatik adalah tempat Alkitab: Apakah Alkitab cukup, atau perlukah ditambah lagi dengan wahyu-wahyu yang baru? Bila gereja-gereja Protestan menjadikan Alkitab sebagai sumber teologi, maka kekristenan pentakosta-kharismatik mendasarkannya jauh lebih besar pada pengalaman rohani. Alkitab menjadi sekadar legitimasi atas pengalaman yang diperoleh orang-orang percaya. Mereka akan cenderung menutup diri bila ditunjukkan bahwa posisi mereka lemah secara alkitabiah. Sistem yang biasanya mereka pakai untuk mempertahankan diri adalah, bahwa iman tidak mungkin dirasionalisasikan. Implikasinya, setiap orang Kristen yang menjadikan Alkitab sebagai sumber teologi dan menunjukkan titik-titik lemah ajaran mereka, adalah orang-orang yang rasionalis-skeptis, bahkan tidak percaya kepada pekerjaan Allah.
Kedua, otoritas teologi. Gereja-gereja Protestan percaya kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus). Ajaran gereja bersifat koheren dan tidak boleh bertabrakan antara satu dengan yang lain ketika menguraikan pribadi-pribadi Allah. Namun dalam kekristenan Kharismatik, Roh Kudus menjadi titik berat. Karunia rohani dieksploitasi. Hanya saja, pada masa yang sama Roh Kudus diturunkan derajatnya sebagai sekadar daya yang hidup dan menggerakkan orang percaya, dan bukan sebagai Allah yang berpribadi dan berdaulat, yang bersama-sama dengan Allah Bapa dan Putra disembah dan dimuliakan.
Ketiga, standar teologi. Gereja-gereja Protestan menempatkan eksegesis sebagai langkah pertama bagi pengajaran gereja. Eksegesis berarti menarik keluar berita di dalam teks suci (Alkitab) dengan metode analisis teks yang cermat. Kekristenan Kharismatik cenderung anti dengan metode-metode penafsiran. Mereka menganggap metode ini sebagai rekayasa manusia yang mau mengutak-atik firman Allah. Mereka melihat Alkitab sebagai buku yang sudah jadi dan siap untuk dibaca dan diterapkan bagi kehidupan masa kini. Namun, pendekatan ini jelas berbahaya. Sebab, tidak semua ayat Alkitab dapat diterapkan secara langsung. Contoh, banyak kali kita mendengar mengenai “Doa Peperangan Keliling Kota.” Dengan rally doa mengelilingi kota, supaya kota dapat dimenangkan. Dasarnya adalah perjalanan eksodus orang Israel mengalahkan Yerikho. Bila dasar yang dipakai benar, maka selanjutnya harus dipahami, bahwa penduduk Yerikho dimusnahkan. Barangnya dijarah. Nah, jadi???
Bagaimana di Indonesia? Gerakan ini sangat berkembang, dan berhasil membangun gereja-gereja mega, termasuk di Jawa Tengah. Membandingkannya dengan sejarah gerakan Pentakosta, yang kita dapat saksikan secara langsung adalah semua unsur yang ada dalam sejarah perkembangannya ternyata dapat dijumpai pada gereja-gereja di Indonesia. Ada satu ajaran yang tidak cukup gamblang diajarkan, yaitu “teologi allah-allah kecil.” Tetapi bila kita cermat, dan memperhatikan khotbah-khotbah dan tulisan drg. Yusak Tjipto Poernama. Ia sering berbicara dengan Tuhan, yang mengindikasikan bahwa ia memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, bahkan pernah diajak jalan-jalan ke surga. Seseorang yang memiliki privilese (hak istimewa) di hadapan Allah. Tidak lain hal ini pun merupakan teologi allah-allah kecil yang disamarkan.
Sebab itu, sebagai anak-anak muda hendaklah kita berhati-hati. Tetaplah kritis dan menakar semua ajaran dari prinsip-prinsip kebenaran firman Allah. Seperti yang diperingatkan oleh mendiang Walter Martin, seorang teolog, bahwa “kesalahan melahirkan kesalahan, kesesatan melahirkan kesesatan dan selalu saja atas nama kebenaran, dan selalu atas nama Injil.”
Terpujilah Allah!
Pertama, sumber teologi. Pertanyaan mendasar atas kajian historis gerakan pentakosta-kharismatik adalah tempat Alkitab: Apakah Alkitab cukup, atau perlukah ditambah lagi dengan wahyu-wahyu yang baru? Bila gereja-gereja Protestan menjadikan Alkitab sebagai sumber teologi, maka kekristenan pentakosta-kharismatik mendasarkannya jauh lebih besar pada pengalaman rohani. Alkitab menjadi sekadar legitimasi atas pengalaman yang diperoleh orang-orang percaya. Mereka akan cenderung menutup diri bila ditunjukkan bahwa posisi mereka lemah secara alkitabiah. Sistem yang biasanya mereka pakai untuk mempertahankan diri adalah, bahwa iman tidak mungkin dirasionalisasikan. Implikasinya, setiap orang Kristen yang menjadikan Alkitab sebagai sumber teologi dan menunjukkan titik-titik lemah ajaran mereka, adalah orang-orang yang rasionalis-skeptis, bahkan tidak percaya kepada pekerjaan Allah.
Kedua, otoritas teologi. Gereja-gereja Protestan percaya kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus). Ajaran gereja bersifat koheren dan tidak boleh bertabrakan antara satu dengan yang lain ketika menguraikan pribadi-pribadi Allah. Namun dalam kekristenan Kharismatik, Roh Kudus menjadi titik berat. Karunia rohani dieksploitasi. Hanya saja, pada masa yang sama Roh Kudus diturunkan derajatnya sebagai sekadar daya yang hidup dan menggerakkan orang percaya, dan bukan sebagai Allah yang berpribadi dan berdaulat, yang bersama-sama dengan Allah Bapa dan Putra disembah dan dimuliakan.
Ketiga, standar teologi. Gereja-gereja Protestan menempatkan eksegesis sebagai langkah pertama bagi pengajaran gereja. Eksegesis berarti menarik keluar berita di dalam teks suci (Alkitab) dengan metode analisis teks yang cermat. Kekristenan Kharismatik cenderung anti dengan metode-metode penafsiran. Mereka menganggap metode ini sebagai rekayasa manusia yang mau mengutak-atik firman Allah. Mereka melihat Alkitab sebagai buku yang sudah jadi dan siap untuk dibaca dan diterapkan bagi kehidupan masa kini. Namun, pendekatan ini jelas berbahaya. Sebab, tidak semua ayat Alkitab dapat diterapkan secara langsung. Contoh, banyak kali kita mendengar mengenai “Doa Peperangan Keliling Kota.” Dengan rally doa mengelilingi kota, supaya kota dapat dimenangkan. Dasarnya adalah perjalanan eksodus orang Israel mengalahkan Yerikho. Bila dasar yang dipakai benar, maka selanjutnya harus dipahami, bahwa penduduk Yerikho dimusnahkan. Barangnya dijarah. Nah, jadi???
Bagaimana di Indonesia? Gerakan ini sangat berkembang, dan berhasil membangun gereja-gereja mega, termasuk di Jawa Tengah. Membandingkannya dengan sejarah gerakan Pentakosta, yang kita dapat saksikan secara langsung adalah semua unsur yang ada dalam sejarah perkembangannya ternyata dapat dijumpai pada gereja-gereja di Indonesia. Ada satu ajaran yang tidak cukup gamblang diajarkan, yaitu “teologi allah-allah kecil.” Tetapi bila kita cermat, dan memperhatikan khotbah-khotbah dan tulisan drg. Yusak Tjipto Poernama. Ia sering berbicara dengan Tuhan, yang mengindikasikan bahwa ia memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, bahkan pernah diajak jalan-jalan ke surga. Seseorang yang memiliki privilese (hak istimewa) di hadapan Allah. Tidak lain hal ini pun merupakan teologi allah-allah kecil yang disamarkan.
Sebab itu, sebagai anak-anak muda hendaklah kita berhati-hati. Tetaplah kritis dan menakar semua ajaran dari prinsip-prinsip kebenaran firman Allah. Seperti yang diperingatkan oleh mendiang Walter Martin, seorang teolog, bahwa “kesalahan melahirkan kesalahan, kesesatan melahirkan kesesatan dan selalu saja atas nama kebenaran, dan selalu atas nama Injil.”
Terpujilah Allah!
Gitu aja kok repot.. nyang penting kan pengalaman nyata dengan Tuhan yang membuat kita lebih lebih lebih dan lebih lagi mengasihi Tuhan. Jangan banyak teori, entar cepat botak.
ReplyDeletePengalaman nyata dengan Tuhan sekaligus paham Alkitab perlu untuk mengukur kuasa apa yang sedang bekerja,banyak terjadi pengalaman pribadi yang sukses "dijual" untuk kepentingan pribadi ujung-ujungnya mendapatkan uang
ReplyDelete