Kelegaan
Rasa puas, rasa lega, itulah yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus. Ia mau memberikan kelegaan kepada kita. “I will give you rest.” Rest bisa berarti istirahat, bisa berarti kelegaan. Dalam iman Kristen, konsep rest dapat dimengerti dalam beberapa dimensi.
Pertama, rest menunjukkan suatu ritme kehidupan manusia di atas dunia
Allah memberikan manusia masa kerja enam hari dan satu hari istirahat. Sama seperti Allah yang bekerja dalam enam hari dalam penciptaan, dan satu hari Ia menguduskannya untuk beristirahat. Pada era revolusi Prancis, orang coba-coba menambah satu hari lagi, sehingga menjadi tujuh hari kerja dan hari ke delapan istirahat, tetapi hal itu sia-sia. Manusia tidak sanggup untuk bekerja selama tujuh hari. Napoleon Bonaparte, yang terkenal sebagai kaisar absolut dari Prancis, akhirnya mengembalikan seperti semula. Demikian pun pada era revolusi Soviet, orang dipacu untuk kerja tujuh hari secara penuh. Kemudian Joseph Stalin menyadari bahwa hal ini tidak mungkin. Ia mengembalikan kebiasaan enam hari kerja, satu hari istirahat.
Allah tidak semata-mata menujukan hari perhentian itu untuk manusia. Hari itu harus dikuduskan untuk Allah. Hari tersebut adalah untuk menyembah Allah. Karena itu, hari itu harus dikuduskan untuk menjadi hari peribadahan umat. Dewasa ini, sejumlah orang sudah mulai memberlakukan sistem lima hari kerja. Akhirnya, akhir pekan pun menjadi masa yang panjang. Orang menjadi malas untuk beribadah kepada Tuhan, dan menganggap bahwa hari itu adalah hak penuh mereka untuk dipakai bagi kepentingan sendiri atau keluarga. Disadari atau tidak, pola ritme kerja-istirahat telah menjadi antroposentris juga. Padahal istirahat menurut Alkitab itu adalah bagi Allah. Entah sampai seberapa lama uji coba ini akan berlangsung.
Tapi lain lagi dengan para pedagang yang empunya toko. Meskipun mereka Kristen, tiada rasa bersalah untuk membuka toko pada hari libur, karena hari itu omset toko dapat berlipat-berganda. Untung yang dikejar. Penjualan tinggi yang dicari. Tuhan pun menjadi nomor dua. Kita pun tak tahu, seberapa lama eksperimentasi ini akan berlangsung.
Allah telah menetapkan sebuah ritme yang baik bagi manusia, dan Tuhan telah memiliki rancangan yang tepat dan sempurna. Allah tahu tapal batas kekuatan manusia. Allah tidak mau kita menjadi alhokolik, tetapi Ia pun tak mau kita menjadi pemalas. Ritme kerja-istirahat, membuat stamina dan kekuatan kita terjaga dan dapat selalu disegarkan. Ada waktu untuk kerja, ada pula waktu untuk beristirahat.
Kedua, rest menunjukkan suatu kelepasan dari kepenatan hidup
Kristus mengundang orang-orang yang sedang letih-lesu, cemas, dan berbeban berat. Kita bak sedang mengusung benda yang berat di atas bahu kita. Lalu kita melihat sebuah pohon rindang, dan kita mengambil waktu untuk ngaso, beristirahat.
Hidup itu kompleks dan tidak mudah, tanpa jaminan adanya kelegaan, orang tidak akan dimotivasi untuk berani menghadapi berbagai-bagai tantangan hidup. Motivasi itu datangnya harus dari dalam diri manusia. Dan hal ini bukan mustahil untuk didapatkan. Di tengah-tengah kepenatan hidup, sukacita tetap ada. Kadang-kadang orang mem-blow up masalah kejahatan sebagai problematika untuk menentang pandangan teistik. Tetapi jika benar, yang ada adalah kejahatan, dan tidak ada yang mahabaik di atas sana, lalu apa artinya senyuman? Apa artinya tertawa? Apa artinya hati yang bersukacita di tengah-tengah kepenatan hidup? Mengapa masih ada kasih; dan kita anggap semua hal ini sebagai bagian yang baik dari kehidupan?
Orang Barat, terutama para filsuf, sering berpikir seperti ini. Mustahillah untuk percaya akan adanya Allah yang baik, karena kejahatan merajalela di mana-mana. Mereka nampaknya berempati dengan kejahatan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Peristiwa gempa mahadahsyat di Lisabon pada tahun 1776 membuat Voltaire di Prancis menafikan adanya Allah yang baik. Kalau ada Allah, paling-paling yang ada adalah Allah yang jahat. Kendati demikian, Voltaire hidup di negara yang kaya, negara kolonial yang menjajah bangsa-bangsa lain yang dianggap masih bar-bar dan primitif.
Berapa persentasi orang-orang yang tetap setia kepada Allah, yaitu mereka yang tinggal-tinggal di negara-negara kaya raya? Hidup mereka aman dan nyaman, bahkan diam pun mereka mendapatkan uang. Para pengangguran disantuni oleh negara, karena negara cukup untuk menanggung kehidupan orang-orang ini. Mereka dengan gampang merasa bahwa Allah itu tidak ada; atau tak ada desakan dalam diri mereka bahwa Allah perlu ada untuk menjaga mereka. Namun di belahan dunia lain, di mana perjuangan hidup begitu kerasnya, kebutuhan sehari-hari sangat langka, mereka membutuhkan Tuhan! Sebuah nyanyian anak-anak Sekolah Minggu di Afrika, yang sangat miskin itu, menyebut, “He put sugar in my tea, he pays my school fees.” Ini semua tidak pernah menjadi problem bagi orang Barat.
Di negara miskin, orang membutuhkan pengharapan, pengharapan akan adanya masa depan yang lebih baik, pengharapan yang membawa kelepasan dan kelegaan di tengah kepenatan hidup. Seberapa pun rendah nilai argumentasi ini, tetapi tanpa pengalaman rohani yang menjamin adanya kelegaan itu, niscaya begitu banyak orang yang tidak akan sanggup bertahan. Setiap orang membutuhkan kelegaan selepas kepenatan.
Ketiga, rest menunjukkan orang yang telah menyelesaikan kehidupan di dunia
Di dalam Alkitab, kematian bukan menjadi momok yang mengerikan, ataupun kengerian yang misterius karena memasuki dimensi kehidupan lain yang belum pernah dimasuki sebelumnya. Bagi iman Kristen, kematian adalah istirahat. Kita lelah bekerja di dunia, sekarang Allah memberikan kita istirahat. Kematian adalah tidur. Orang yang percaya kepada Kristus tidur dalam dekapan kasih dan sayang-Nya. Kristus bersabda kepada seorang penjahat di sisi salib-Nya, “Hari ini, kamu akan bersama-sama dengan aku di Firdaus.” Ya, di sanalah setiap orang yang mati di dalam Tuhan akan dikumpulkan. Di dalam Firdaus itu, kita merasakan istirahat yang menyenangkan. Karena di sana ada Tuhan.
Tidur itu berarti sementara waktu. Setiap orang percaya tidak akan tidur selama-lamanya. Berada di Firdaus pun sementara waktu. Pada masanya kelak, yaitu ketika Tuhan Yesus datang kedua kalinya, setiap orang akan dibangkitkan, dan betapa berbahagia orang yang berada di dalam Tuhan, karena mereka akan kembali bangun dari tidur dan kemudian bergegas bekerja, di dalam sebuah tatanan dunia yang baru, yang telah dipulihkan sepenuh-penuhnya oleh Tuhan. Dalam tubuh yang baru dan keberadaan yang baru itu, tiada lagi kita mengenal lelah dan letih, dan air mata pun tiadalah. Yang ada adalah sukacita dalam bekerja. Dukacita terhapus sudah, segala penderitaan telah diangkat. Janji Kristus kepada para murid-Nya untuk memiliki bumi, tergenapi sudah.
Sesungguhnya, berbahagialah setiap orang yang berada di dalam Kristus! Apa yang akan dialami pada masa kematian dan masa setelah kematian bukanlah sesuatu yang mencemaskan. Kita kelak akan bertemu kembali dengan orang-orang yang akan kita kasihi, apabila mereka pun berada di dalam Tuhan. Tetapi bila mereka tidak berada di dalam Tuhan, maka kelak, ketika masa akhir itu tiba, dan kebangkitan itu kita rasakan, tiada pertanyaan dan gugatan kepada Tuhan, mengapa kita tidak berjumpa dengan orang-orang yang kita kasihi. Yang sanggup kita katakan di hadapan Allah atas segala perbuatan-Nya adalah, “Sungguh baik Engkau, ya Allah!” Hanya puji-pujian kepada rahmat-Nya saja yang ada. Segala yang Allah kerjakan adalah baik adanya. Tiada yang jahat yang Ia lakukan. Ia adalah Sang Mahabaik!
No comments:
Post a Comment