Apa yang kita dapat kerjakan? Panggilan pemuridan di atas menuntut aksi yang nyata bagi kita. Pertama, melalui berbagi. Kekristenan dicirikan oleh berbagi. Yohanes Pembaptis berkhotbah mengenai berbagi (Luk. 3:11), Yesus mengajar mengenai berbagi (Luk. 12:33). Gereja perdana siap untuk berbagi apa pun (Kis. 4:32). Rasul Paulus menganjurkan jemaat melakukannya (2Kor. 8:13-15). Dampak kerusakan alam dan pemanasan global sedemikian mengerikan. Meski dampak tidak kita rasakan saat ini, namun kita sama sedang “menginvestasikan” bahaya untuk anak-cucu, kepada generasi mendatang.
Saya tercenung keheranan! Konon perekonomian global saat ini sedang terpuruk. Tetapi ternyata, di rumah-rumah orang Kristen, begitu garasi dibuka, huiih! Mobilnya dua atau lebih! Masalahnya seringkali bukan mobil untuk menunjang perekonomian keluarga, tetapi mobil berkelas atas. Masalahnya bukanlah iri hati karena kesenjangan sosial. Tetapi penghasilan limbah CO dan CO2 yang tidak adil. Seolah-olah limbah itu adalah dominasi para hartawan dan orang kaya. Orang miskin dilarang membuang gas berbahaya.
Global Commons Institute
Kedua, melalui pengajaran yang mencerahkan. Sarana-sarana pengajaran yang dapat dipakai adalah mimbar, katekisasi, Kelompok Tumbuh Bersama, persekutuan-persekutuan kategorial. Khotbah Minggu tetap merupakan “senjata ampuh” untuk mencerahkan jemaat mengenai kepedulian lingkungan hidup.
Adalah PR dari para teolog, guru teologi dan rohaniwan untuk merumuskan teologi keutuhan ciptaan, teologi ekologis dan ekologi teologis. Bagi saudara dari kalangan Gereja Katolik Roma, hal ini lebih mudah. Karena ensiklik kepausan akan serta-merta menjadi dasar gerak dan langkah jemaat-jemaat lokal. Kaum Protestan akan jauh lebih susah! Satu orang bicara, yang lain akan berkata, “Siapa sih elo?” Tantangan makin besar bagi jemaat gereja bebas dan konggregasionalis di era relativitas kebenaran seperti sekarang ini. Berita Alkitab makin tidak lagi dipahami, dan lagi “yang muda belum boleh bicara” atau “yang muda dipandang sebelah mata.” Hmm, apa mungkin kelak ada iklan baru menyusul, “Yang tua dijadikan berhala”?
Namun biarlah para pemikir Kristen tidak pupus pengharapan. Teologi penciptaan perlu mendapat tempat yang utama dalam pengajaran gereja-gereja kita, dan para pemimpin rohani menolong jemaat untuk memiliki gaya hidup yang ramah lingkungan.
Ketiga, mengembangkan gaya hidup ramah lingkungan. Belilah barang yang sangat perlu untuk rumah, sehingga tidak terjadi pemborosan dan pembuangan limbah rumah tangga yang berlebihan.
Kepada adik-adik remaja, saya sering mengatakan, bahwa kecelakaan fatal abad ke-20 di bidang lingkungan hidup ada dua: pembuatan nuklir dan plastik. Dua limbah dari barang-barang ini amat sangat susah sekali untuk diurai oleh bumi kita. Dibuang di mana saja, bumi kita tidak cukup kuat untuk mengolahnya secara natural. Plastik (dan gabus sterofoam yang berwarna putih) sebagai contoh, baru dapat diurai setelah 300-400 tahun.
Hampir dapat dipastikan, ketika kita masuk ke toko untuk membeli sesuatu, kita mendapat kantong plastik! Bahkan di mart, di mal dan pasaraya, barang-barang cair atau berbau dipisahkan dengan yang padat. Maka kita menerima lebih dari satu kantong plastik. Malah-malah bisa jadi, sesampai di rumah, kantong plastik itu kita buang! Oh, limbah plastik bertambah begitu mudahnya!
Bagaimana bila di gereja kita mulai mempromosikan hal sederhana berikut ini? Ketimbang diberi kantong plastik, bawalah tas besar dari rumah bila barang yang kita beli tak terlalu banyak. Atau, mintalah kardus yang termasuk bahan organik.
Sebagai penutup, Edmund Burke, seorang anggota parlemen Inggris 200 tahun layak untuk kita dengarkan, “No one made a greater mistake than he who did nothing because he could do so little.” (“Tidak seorang pun membuat satu kesalahan yang lebih besar daripada dia yang tidak melakukan apa-apa sebab ia [merasa] hanya dapat berbuat hal yang sedikit saja.”) Yang penting bukanlah apakah yang kita dapat kerjakan besar atau kecil nilai dan kuantitasnya. Tetapi apa yang kita tahu, dan dapat kerjakan, sekecil apa pun itu, belajarlah untuk mengerjakannya! Amin.
No comments:
Post a Comment