Tema : Between Fearfulness and Faithfulness (Antara Ketakutan dan Kesetiaan)
Nats : Wahyu 2:8 – 11
Tujuan : Menguatkan jemaat ketika menghadapi masa-masa yang sulit.
Pendahuluan: Joy adalah seorang mahasiswi Seminari Ebenezer di Filipina. Ia bertunangan dengan seorang gembala sidang di suatu daerah non-Kristen di Filipina Selatan. Pada tanggal 26 Januari 1996 siang, ketika cuaca mendung, Joy mendapat berita yang sangat mengejutkan. Severino, tunangannya, meninggal. Dua peluru timah menghujam di dadanya. Waktu itu Severino sedang mendengarkan adiknya berkhotbah. Tiba-tiba dari belakang muncullah seorang pria berjalan menuju mimbar dan melepaskan dua tembakan ke dada Severino. Tak tahan Joy mendengar berita kematian kekasihnya yang mengenaskan, ia menjerit sekeras-kerasya, “Ya Tuhan, beginikah Engkau menjawab doaku?” (Disadur dari Buletin Doa Pintu Terbuka 2/3 [Mei-Juni 1999], 9).
Mengapa Tuhan memisahkan dua kekasih yang sedang menanti masa-masa bahagia? Mengapa Dia menghancurkan masa depan mereka yang gilang-gemilang dengan cara yang amat sadis? Mengapa Ia tidak menghalangi si penembak untuk melakukan tindakan yang tidak manusiawi? Di mana Tuhan?
Sdr., kisah Joy dan Severino hanya satu di antara sekian juta umat Tuhan yang mengalami penderitaan dan penganiayaan. Sepanjang abad, penderitaan dialami oleh orang-orang yang menyandang nama “Kristen”, Kristus-kristus kecil. Abad datang dan pergi; tetapi nampaknya lagu sendu selalu mengalun merdu, “Iman Kristen tak pernah menjadi mayoritas; di tempat Kekristenan yang benar ada, di sana pasti ada penderitaan!” Mungkin benar perkataan bapak filsafat Eksistensialisme, Søren Aabye Kierkegaard, “Penderitaan sangatlah mendasar bagi Kekristenan, sehingga Anda hampir-hampir dapat berkata, ‘Kesengsaraan adalah Kekristenan.’”
Lalu di mana Allah? Bukankah Allah tidak pernah melupakan perjanjian dengan umat yang dikasihi-Nya? Bukankah Allah itu yang menopang langit dan bumi setelah menciptakannya; dan memimpin sampai kepada tujuan akhir menurut rancangan-Nya yang kekal? Mungkinkah Allah yang seperti itu pada saat yang sama menjadi seorang bapak tua berjenggot panjang yang duduk di kursi malas, berpangku tangan sambil tersenyum tatkala melihat di bawah sana umat-Nya mengerang, menjerit dan menggapai-gapai, memohon pertolongan dari-Nya?
Sdr., kondisi itu juga dialami oleh jemaat Smirna. Tetapi Sdr. melihat, Yesus Kristus yang bangkit memberi penghiburan kepada jamaat yang sedang berada di bawah tekanan yang berat. Sesungguhnya Kristus berkata kepada mereka, “Be not fearful! (Jangan takut!).” Bagi jemaat yang hidup kini dan di sini pun, Ia tetap berkata, “Be not fearful, but faithful!” Jaminan apa yang Ia berikan kepada kita?
1. He is there (Ia ada di sana) (ay 8 – 9)
Ketika berada dalam kegelapan, kehadiran seorang ayah yang memberi rasa aman sangat dibutuhkan oleh seorang anak kecil. Bagai si anak kecil, demikian pula jemaat yang sedang berjalan dalam lembah kekelaman. Jemaat membutuhkan Tuhan di dekatnya.
Sdr., Smirna adalah kota pelabuhan yang kaya-raya, bahkan yang terkaya di antara kota-kota di Asia Kecil. Kota ini terletak di jalur perdagangan yang sangat strategis, karena menghubungkan daerah Asia dengan Eropa; sama seperti Singapura yang menjadi kawasan transit yang menghubungkan belahan bumi utara dan selatan (Australia). Kondisi ini membuat penduduk dengan bebas memanfaatkan sumber daya yang ada di Smirna. Sungguh, suatu kota megapolitan yang sangat kapitalistis. Orang yang kaya dapat bertambah kaya; yang miskin akan semakin tergusur.
Tetapi kesempatan luas untuk berusaha dan mencari nafkah tidak lepas dari muatan politis Kekaisaran Romawi. Pemerintah Roma memberi kebebasan kepada warganya asalkan mereka mau daulat kepada negara. Apalagi, tampuk pemerintahan Romawi kini di tangan Domitian. Domitian amat gila hormat, bahkan ia menobatkan dirinya sebagai “Tuhan dan Allah kita” (Dominus et Deus noster). Ia pun mendirikan banyak patung dirinya dan memaklumkan rakyat untuk menyembah patung-patung itu. Barangsiapa yang mau sujud pasti mendapat kemudahan; sedangkan yang membangkang pasti digilas dan dihukum.
Suatu pilihan yang sulit bagi orang Kristen! Bagi orang Kristen, satu-satunya yang layak disebut “Tuhan dan Allah kita” hanya Kristus yang bangkit. Tetapi pilihan hanya dua: sujud kepada kaisar atau hukuman. Kondisi semakin sulit sebab mereka juga mendapat ancaman dari orang-orang Yahudi. Orang Yahudi mengklaim, merekalah keturunan Abrahan yang sah menurut perjanjian. Sedangkan, orang Kristen dianggap bidat dan penyesat yang harus dibinasakan. Dengan segala tipu daya yang jahat dan tuduhan-tuduhan palsu orang Yahudi berusaha untuk memperkarakan orang-orang Kristen ke meja hijau.
Kondisi demikian sangat memungkinkan banyak jemaat depresi. “Mengapa setelah aku menjadi orang Kristen, usahaku macet?” “Mengapa setelah aku percaya kepada Yesus, aku difitnah oleh banyak orang, keluar-masuk penjara, disiksa, keluargaku dianiaya di depan mataku, rumah dan tokoku dibakar?” “Mengapa Engkau membiarkan hal ini, Tuhan? Di manakah Engkau? Tunjukkanlah bahwa Engkau sungguh Allah yang hidup!” Bahkan mungkin, beberapa orang, termasuk hamba-hamba Tuhan, meninggal kan iman mereka kepada Yesus Kristus. Jelas, konsekuensi mengikut Yesus sungguh amat berat!
Di manakah Tuhan ketika jemaat mengalami himpitan dan hambatan dari berbagai penjuru? Di ayat 9 Yesus Kristus berkata, “Aku tahu segala kesengsaraan dan kepapaanmu” (terjemahan bebas). Kata “tahu” (Yunani: oida) mempunyai makna, subjek telah bergaul akrab dengan objek. Sehingga, subjek memiliki pengenalan yang sedalam-dalamnya terhadap objek. Itu berarti, Kristus, sebagai subjek yang berbicara, benar-benar mengenal kondisi yang dialami jemaat. Kristus telah akrab dengan situasi yang membuat jemaat menderita. Kristus bahkan hadir dalam penderitaan mereka. He is there! Kristus ada di sana!
Apa buktinya? Di ayat 8 Kristus memperkenalkan diri-Nya sebagai “Yang Awal dan Yang Akhir”. “Yang Awal dan Yang Akhir” menunjukkan kedaulatan-Nya atas jagad ciptaan, Raja Kekal yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Tetapi selanjutnya diterangkan, Raja yang berdaulat itu “telah mati” atau “pernah mati, sekali untuk selamanya.” Ia pernah mengalami penderitaan yang amat hebat sampai mati dengan kematian yang memalukan. Ia naik ke kayu salib. Ia dipaku dengan paku-paku yang kasar. Ia harus menanggung hukuman yang paling memalukan, meregang nyawa antara langit dan bumi.
Tetapi bukan penderitaan fisik saja yang Ia alami. Detik-detik paling berat dalam hidup-Nya ialah ketika Ia yang tidak berdosa menjadi dosa akibat menanggung murka dan kutukan Allah. Luka-luka cambukan, tusukan duri di kepala serta sengatan matahari tak sepedih derita yang dialami karena menanggung dosa-dosa manusia. Darah yang mengucur deras dari tangan-Nya yang terpaku dan celaan orang-orang yang tidak mengenal rencana keselamatan Allah masih kalah sakit dibanding jerit-ratap hati-Nya ketika Ia memandang ke atas dan melihat Bapa yang dikasihi dan mengasihi-Nya memalingkan muka. Putra Tunggal Allah ditimpa murka Allah Bapa, sehingga Bapa tak tahan lagi melihat derita yang dialami Putra-Nya. Bukankah murka dan kutukan itu seharusnya dijatuhkan kepada manusia berdosa, yaitu mereka yang sekarang duduk di sini?
Inilah yang dimaksud oleh Pengakuan Iman Rasuli ketika menyatakan “[Yesus] disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke alam maut.” Derita yang Yesus alami jauh melebihi penderitaan yang pernah dialami manusia. Sebab itu, ketika jemaat Tuhan menderita, Yesus Kristus dapat berkata, “Aku ada dalam penderitaanmu dan Aku merasakan penderitaan yang engkau alami!” What a compassionate God! Betapa Allah berbela rasa.
Tetapi, jika Kristus yang berbela rasa ialah Kristus yang mati, maka tidak ada jaminan bagi orang percaya bahwa Kristus mampu melepaskan kita dari kesengsaraan. Kalau demikian kenyataannya, benarlah yang dikatakan oleh para pencemooh tatkala Yesus disalib, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel [Mesias]?” (Mat 27:42).
Ayat 8 tidak selesai sampai di sini. Firman Tuhan menyatakan bahwa Ia “telah bangkit”. Ia menyatakan kemenangan-Nya atas kematian dan kerajaan maut. Tuhan yang bangkit adalah Tuhan yang menang! Itulah berita seluruh kitab Wahyu. Hanya Tuhan yang bangkit yang sanggup menolong umat-Nya keluar dari kesengsaraan!
Sebab, Dialah yang memiliki gereja. Dalam pasal 2:1 dinyatakan, Tuhan yang bangkit “berjalan di antara ketujuh kaki dian emas.” Kaki dian emas tak lain ialah pelambang gereja. Jadi, Tuhan yang bangkit hadir di masing-masing jemaat, bahkan di masing-masing pribadi warga gereja. Kehadiran Tuhan yang bangkit menjanjikan penyertaan dan kesiapsediaan-Nya untuk mengulurkan tangan. Ia siap membimbing jemaat. The risen Lord is there! Tuhan yang bangkit ada di sana!
Kisah penderitaan Smirna mengingatkan saya kepada peristiwa lima puluh tahun setelah Wahyu ditulis. Seorang uskup tua dari Smirna harus menghadapi ajal karena iman kepada Kristus yang tersalib dan bangkit. Dialah Polikarpus. Ketika Polikarpus dipaksa menyangkal Tuhannya, ia berkata dengan gagah, “Delapan puluh enam tahun telah kulayani Dia dan Ia tidak pernah berbuat jahat kepadaku. Bagaimana mungkin aku kini menyangkal Rajaku yang telah menyelamatkanku?” Ketika para penganiaya hendak mengikatnya, ia berontak dan berkata, “Tinggalkan aku sebagaimana aku ada. Sebab, Dia, yang memberiku kekuatan untuk melewati api itu, akan mengaruniakanku kekuatan untuk diam dalam api itu tanpa goyah, bahkan tanpa paku-paku yang kalian berikan!”
Mengapa Polikarpus begitu berani menghadapi hukuman manusia yang mengerikan itu? Sebab, ia tahu Yesus Kristus tak pernah sekali pun mengecewakan dia. Yesus Kristus selalu beserta dia, bahkan ketika ia harus menderita. He is there! Yesus ada di sana, bersama dia.
Jadi, apa yang masih menakutkan kamu, wahai Smirna? Tuhan yang bangkit mengenal apa yang kita rasakan. “Tetapi, mengapa Tuhan membiarkan kolegaku menipuku, sehingga usaha yang kurintis dari sen ke rupiah, dengan cucuran air mata, lenyap dalam sekejap?” “Aku telah belajar doktrin kedaulatan Allah, tetapi mengapa Allah membisu ketika aku difitnah dan harus menjalani hukuman yang seharusnya tidak menimpaku?” “Di mana Allah ketika keluargaku diperlakukan secara tidak adil di depan mataku? Aku sama sekali tidak pernah mengalami ini sebelum percaya kepada-Nya!”
Wajar bila Sdr. bertanya demikian. Namun, Sdr. bukan orang yang pertama maupun yang terakhir yang merasakan betapa beratnya mengikut Yesus Kristus. “Perak dan emas,” kata orang bijak, “diuji dalam api; dan jiwa-jiwa—untuk layak menjalin persahabatan dengan Allah—diuji dalam perapian yang paling menyakitkan dan kesengsaraan yang memalukan” (dari “Practical Reflection”, ditambahkan dalam Thomas a’ Kempis, The Imitation of Christ 2/IX). Sdr., inilah jaminan kita. Ketika kita merasa berat dalam hidup ini, Be not fearful, but faithful for He is is still there! Ia bersama-sama dengan Sdr. di dalam penderitaan. Jangan takut, tetapi setialah!
2. He promises an eternal reward (Ia menjanjikan suatu hadiah kekal) (ay 10 – 11)
Sdr., ada satu lagu yang saya sangat sukai; liriknya demikian:
Di seb’rang sana, fajar p’nuh berkat,
Di surga senang bersama-Nya,
Habislah lelah, hari yang mulia,
Di seb’rang sana, kusenanglah.
(Di Seberang Sana—Beyond the Sunset)
Inilah jaminan yang diberikan Tuhan yang bangkit kepada jemaat yang sedang menderita. Tuhan tidak hanya hadir di dalam penderitaan umat-Nya, tidak hanya berbela rasa; tetapi Tuhan yang bangkit itu berkata, “Be not fearful, but faithful for I promise you an eternal reward!” (Jangan takut, tetapi setialah sebab Aku menjanjikanmu suatu hadiah kekal!) Hal itu berarti, ada pengharapan yang mulia di balik penderitaan kita.
Kepada Smirna yang teraniaya, Tuhan tidak pernah menjanjikan mereka bebas dari derita. “Lihatlah, setan itu hendak membuang kamu ke dalam suatu penjara” (ay 10—terjemahan bebas). Penganiayaan itu akan bertambah berat. Kalau kita membaca Wahyu pasal 4 dst., Iblis justru akan “merajai” dunia ini dengan tipu muslihatnya. Iblis mengumbar hawa nafsunya dan menawan banyak orang. Orang-orang akan terpesona dengan Iblis, kemudian sujud dan menyembahnya (13:3–4). Bahkan, Iblis takkan segan untuk melawan, mengalahkan dan membunuh orang-orang kudus (13:7,15).
Sdr., saya tidak habis mengerti mengapa Tuhan membiarkan umat-Nya dibantai sedemikian kejam, bahkan dikalahkan! Apakah Tuhan tak lagi memperhatikan umat-Nya? Ataukah, Allah telah kalah terhadap Iblis? Kalau Allah kalah, masih layakkah Allah disebut Tuhan yang dapat dipercaya?
Tidak! Tuhan tidak kalah. Allah memang membiarkan Iblis beroperasi untuk melawan umat-Nya. Inilah the permissive will of God, kehendak Allah yang mengizinkan Iblis bekerja di dunia. Tujuannya, supaya nyatalah siapa yang sungguh-sungguh bersandar pada kekuatan Allah, dan siapa yang tidak. Pencobaan dipakai Allah untuk mendulang iman orang-orang percaya. Menurut salah satu penafsir, pemenjaraan menjadi tempat untuk menguji ketahanan, sementara seorang terdakwa menunggu eksekusi (Leon Morris, 1998: 64).
Tetapi berapa lama? Alkitab berkata, “Supaya kamu dicobai selama sepuluh hari.” Ada penafsir yang mengatakan ini masa yang singkat, tetapi ada pula yang mengatakan suatu rentang waktu yang panjang. Tetapi yang jelas, entah singkat entah panjang, jangka waktu pencobaan itu ada batasnya! Batas yang paling terang ialah ketika Tuhan yang bangkit dan yang telah naik itu menyatakan diri dalam segala kemuliaan dan kemegahan-Nya sebagai Raja, the Sovereign King of kings. Raja itulah yang akan menghakimi seluruh isi dunia. Iblis akan dikalahkan. Iblis akan dihukum. Iblis akan dicampakkan ke dalam api. Iblislah yang ganti mendapat siksa selama-lamanya (Why 20:10). Inilah “kematian yang kedua”!
Namun, kematian kedua itu dijatuhkan bukan hanya bagi Iblis, tetapi juga bagi mereka yang penakut, yang tidak percaya, pembunuh, sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta. Artinya, penghukuman bukan hanya ditujukan kepada orang-orang yang menolak Tuhan, tetapi juga kepada orang-orang yang mengompromikan iman mereka demi kepentingan perut atau demi selamat dari derita. Merekalah orang-orang yang berpikir bahwa dunia akan mengasihi mereka jika mereka mengikuti kemauan dunia. Kenyataannya tidak! Dunia justru tertawa melihat orang-orang yang dapat dipermainkan. Tetapi sebaliknya, dunia akan segan dan mengangkat topi pada orang-orang yang teguh pada prinsip hidup dan yang berani berkata “tidak!” untuk ketidakbenaran.
Tetapi, bukan hanya dunia yang akan mengangkat topi, Tuhan juga menjanjikan suatu “mahkota kehidupan” kepada orang-orang yang setia-teguh kepada-Nya. Keindahan mahkota telah dikenal dengan baik oleh jemaat Smirna. Sebab, jika orang-orang memandang lereng gunung Pagos, lokasi Smirna berada, akan terlihatlah betapa bangunan-bangunan tinggi menjulang bak mutu manikam yang menghiasi mahkota raja nan indah gemerlapan. Karena itu orang menyebutnya “mahkota Smirna”. Jadi, tatkala Kristus menjanjikan suatu mahkota, terbayang dalam benak jemaat sesuatu yang indah, dambaan setiap orang. Mahkota itu adalah “mahkota kehidupan”, yang diberikan hanya bagi mereka yang tetap setia dalam perlombaan iman. Rasul Paulus pernah berkata,
“Tiap-tiap orang harus turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka [orang-orang yang tidak percaya] berbuat demikian untuk memperoleh mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh mahkota yang abadi” (1Kor 9:25).
Yakobus juga menegaskan,
“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan,
sebab apabila ia sudah tahan uji,
ia akan menerima mahkota kehidupan
kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (Yak 1:12).
Sekarang, adakah yang masih menakutkan, Smirna? Tuhan yang bangkit tidak pernah meninggalkan kita. Tuhan yang bangkit menjanjikan hadiah kekal di seberang sana, mahkota kehidupan yang takkan dimakan ngengat dan karat. Be not fearful, but faithful; for He promises an eternal reward!
Sdr., Franklin Delano Roosevelt, mantan Presiden Amerika Serikat yang pernah menjabat 4 priode pernah berkata, “Ketakutan selalu lebih buruk daripada hal-hal yang Anda takuti” (Fear is always worse than the things of which you are afraid). Hal itu berlaku jika seseorang tidak memiliki jaminan yang pasti tentang peristiwa yang dialami. Tetapi, bagi orang yang mengerti pemeliharaan Allah, maka ia tahu benar bahwa Tuhan ada di sana dan Dia menjanjikan suatu mahkota kehidupan yang kekal abadi.Bukankah kita juga sedang menantikan pengharapan yang mulia itu? Hidup di dunia memang sulit; penuh perjuangan dan derita. Bahkan mungkin, penderitaan itu kian hari kian berat. Sebagai orang Kristen, Sdr. dijauhi oleh teman-teman dan kolega-kolega yang dulu dekat. Ada orang-orang yang ingin menjegal Sdr. Mereka ingin menekan Sdr. di kantor, Sdr. sulit mendapat promosi kenaikan pangkat sebab Sdr. menyandang identitas murid Kristus.
Inilah harga kemuridan kita! Sdr. mau tetap maju atau mundur? Jika Sdr. mengaku “prajurit Kristus” (militia Christi) yang sejati, Sdr. pasti akan terus maju. Be not fearful, but faithful for He promises an eternal reward! Di seberang sana telah tersedia mahkota mulia bagi kita yang tetap setia kepada Kristus!
Apa yang terjadi dengan Joy selanjutnya? Dua tahun ia mengalami depresi berat. Ia hampir-hampir meninggalkan pelayanannya. Namun, di tengah-tengah depresi itu, Tuhan memberi penghiburan melalui firman-Nya. Joy tetap melanjutkan studinya. Hal yang paling mengejutkan, setelah tamat dari seminari, Joy bertekad kembali ke Filipina Selatan yang terkenal daerah non-Kristen. Dengan mantap Joy berkata, “Seberapa pun harga yang harus aku bayar, aku yakin bahwa Tuhan pasti menyertaiku—entah aku bisa hidup terus atau aku harus mati.” (Op. cit.)
Kisah Joy, Polikarpus dan banyak anak Tuhan yang berani membayar harga telah memberi teladan kepada kita. Memang, harga itu bisa teramat mahal, yaitu nyawa mereka. Namun di atas semuanya, Tuhan Yesus pernah mengecap pahitnya penderitaan ketika Ia harus meminum cawan murka Allah Bapa. Itulah cawan penderitaan salib!
Dalam kedaulatan-Nya, mungkin Tuhan tidak pernah menjawab pertanyaan “Mengapa . . . ?” Tetapi, Tuhan memberi jaminan yang pasti: He is there and He promises an eternal reward. Therefore, be not fearful, but faithful! Dia ada di sana. Dia menjanjikan suatu hadiah kekal. Jangan takut! Tetap setialah! AMIN.
Renungan ini dibuat untuk tugas Ilmu Berkhotbah, pernah diterbitkan di Buletin Mimbar Gereja