Thursday, January 31, 2013

Evaluasi Katekisasi Remaja





Sekadar share bahan evaluasi katekisasi remaja di gereja kami.  Setiap selesai sesi pembinaan, saya selalu meminta para katekisan mempersiapkan diri untuk mengikuti tes tertulis.  Berikut ini contoh soal evaluasi kelas yang terkini.



EVALUASI METANOIA CATECHISM
18 Januari 2013

Petunjuk mengerjakan soal:
1.    Soal-soal di bawah ini terkategori aplikatif, analitis, sintetis dan evaluatif.
2.  Jawablah setiap soal yang ada dalam lembar evaluasi ini. (Anda boleh berargumentasi seandainya soal itu sendiri salah menurut Anda.)
3.    Jawaban yang baik adalah jawaban yang memiliki:
  •       Kalimat inti yang jelas 
  •       Argumentasi yang logis
  •       Data-data yang cukup.
4.    Dahulukan soal-soal yang Anda anggap mudah.
5.    Waktu mengerjakan soal adalah 2 jam.

PERTANYAAN-PERTANYAAN:
1.       (LIHAT BUKU BAB I dan II)
Natanael, seorang remaja yang sudah dibaptis di GKMI, seorang aktivis, pengurus Komisi Remaja.  Ia baru saja mengikuti pertemuan antaragama selama 3 (tiga) hari.  Di dalam pertemuan itu ada kebaktian-kebaktian dari berbagai agama, pembacaan kitab-kitab suci, dan doa-doa dengan cara yang berbeda.  Natanael bingung.  Ia datang kepadamu dan meminta pendapatmu:

a. Mana yang benar?  Di mana Allah yang sejati menyatakan diri-Nya di tengah kemajemukan agama itu? 

Jawab: Iman Kristen menyatakan bahwa Allah menyatakan diri secara umum (universal) melalui alam, sejarah bangsa-bangsa, hati nurani, dan secara khusus bagi umat pilihan-Nya, melalui Yesus Kristus seperti yang disaksikan oleh Kitab Suci.  Kita dapat kategorikan agama-agama dalam penyataan umum di atas.  Keberadaan agama-agama dunia menunjukkan bahwa umat manusia memiliki “benih agama” (semen religionis), atau “perasaan akan yang ilahi” (sensus divinitatis).  Berarti, manusia pada dasarnya percaya bahwa ada kuasa agung di balik keberadaan semesta.  Iman Kristen secara khusus meyakini bahwa Allah memiliki rencana keselamatan bagi umat-Nya, yaitu dengan memberikan Yesus Kristus sebagai Juruselamat manusia (IHS, Iesus Homini Salvator). 

b. Bagaimana sikap Natanael yang kamu sarankan ketika mengikuti ibadah dan doa dari agama-agama lain? 

Jawab: Natanael seharusnya dapat mengambil sikap Kristiani yang dewasa, bahwa ritual keagamaan dan cara kebaktian yang tersaji dalam acara itu merupakan bukti bahwa manusia membutuhkan Allah, dan di dalam diri tiap manusia terkandung “benih agama.”  Ia dapat memahami ritual tersebut sebagai bentuk-bentuk otentik dari upaya manusia untuk mencapai Allah.  Ia tidak perlu bersikap anti.  Ia bahkan dapat belajar secara langsung bagaimana umat lain menghayati Sang Ilahi.  Ia pun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pemeluk atau pemimpin upacara keagamaan itu.  Kesediaan untuk belajar dari dekat ini akan mengurangi praduga negatif atau stereotipe yang dimilikinya tentang umat beragama lain.  Jika sikap dewasa ini dikembangkan, niscaya tidak akan ada lagi kecurigaan antaragama di negara kita. 

c. Apakah keselamatan umat manusia disediakan oleh agama Kristen? 

Jawab: Keselamatan tidak disediakan oleh agama apa pun.  Seseorang tidak dapat diselamatkan karena ia memeluk sebuah agama, atau mengikuti perintah dan menjauhi larangan dengan pamrih ketika nanti mati ia akan memperoleh keselamatan.  Keselamatan yang sejati hanya diperoleh dari anugerah.  Bahkan di dalam Islam pun diajarkan bahwa seseorang dapat menjadi Islam itu oleh sebab hidayah (sama dengan “anugerah”).  Di dalam iman Kristen, anugerah keselamatan itu tersedia melalui iman kepada Yesus Kristus, dan iman itu sendiri merupakan pemberian Allah! (Ef. 2:8-9).  Lebih lengkap lagi, seseorang diselamatkan karena Bapa berkenan memilih sejumlah umat untuk menjadi umat kesayangan-Nya, dan ditebus oleh Kristus dan dimeteraikan oleh Roh Kudus (Ef. 1:3-14; 1Ptr. 1:2).  Jadi, bukan karena seseorang beragama Kristen!

2.      (LIHAT BAB III)
Marta tergopoh-gopoh mencari kamu!  Ia sedang dalam kebingungan sehabis mengikuti kebaktian KKR tadi malam di Semarang.  Lebih dari 10.000 orang memenuhi stadion, karena KKR itu mengundang artis ibu kota yang terkenal untuk memberikan kesaksian serta pujian.  Ia bingung sebab sang pengkhotbah berkata, “Kalau Saudara sakit dan miskin, itu karena Saudara berdosa!  Saudara belum sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan Yesus!”

a. Berikan tanggapanmu mengenai KKR yang seperti ini. 

Jawab: KKR yang paling awal terjadi pada sekitar tahun 30 M., tepat pada perayaan Pentakosta di Yerusalem (Kis. 2).  Yang berkhotbah adalah para rasul, dan disaksikan oleh umat Yahudi dari berbagai penjuru bumi.  Fokus yang menjadi pemberitaan para rasul adalah perjanjian Allah kepada nenek moyang Israel yang digenapi di dalam Yesus yang tersalib dan yang bangkit, dan yang telah naik ke surga.  Tidak ada berita lain selain Kristus yang tersalib ini.  Dan dengan berita itu, para rasul menantang para pendengar untuk mengambil keputusan, bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus (Kis. 2:37-38).  KKR yang sejati hanya meninggikan Yesus, bukan menyajikan tontonan dan memberikan janji-janji yang menggugah emosi, apalagi menonjolkan kehebatan sang pengkhotbah. 

b. Setujukah kamu dengan pernyataan pendeta itu?  Berikan alasan. 

Jawab: Pendeta itu berkata bahwa sakit dan miskin adalah akibat dari dosa.  Di satu sisi ada benarnya.  Sebab dosa sudah masuk ke dunia, maka tubuh manusia menjadi rentan terhadap sakit.  Manusia juga senang dengan ketidakadilan, sehingga membiarkan orang lain sengsara dan miskin-papa.  Namun, pernyataan pendeta itu pun sangat berbahaya, dan tidak alkitabiah, yaitu bahwa setiap sakit dan kemiskinan itu merupakan akibat dari kurang iman kepada Yesus Kristus!  Dengan kata lain, orang Kristen sejati pasti tidak sakit dan miskin.  Alkitab (PL dan PB) tidak pernah menjamin bahwa seseorang yang sudah benar-benar percaya kepada Yesus Kristus tidak akan menderita sakit.  Rasul Paulus sakit: ia memiliki cacat penglihatan (Gal. 6:11) dan “duri dalam daging” (2Kor. 12:7).  Timotius pun memiliki sakit maag yang akut dan tubuh yang lemah (1Tim. 5:23).  Sebaliknya, iman Kristen dan kesaksian para pendahulu iman ialah ketekunan untuk bertahan, dan tetap memegang teguh kepercayaan kepada Tuhan Yesus sampai pada akhirnya.  Inti iman Kristen justru ketabahan di tengah penderitaan. 

c.       Menurutmu, apa yang dimaksudkan oleh Alkitab tentang “iman” yang sejati? 

Jawab: Iman berarti tunduk kepada Allah, yaitu sikap percaya secara total kepada Allah, dan tidak menyandarkan diri pada cara pandang pribadi.  Iman yang sejati berarti tidak memakai cara-cara duniawi untuk menyelesaikan masalah.  Iman yang sejati mengedepankan Allah.  Di dalam PL, teladan iman adalah Abraham, yang dipanggil oleh Allah untuk diberkati, sekaligus menjadi berkat bagi orang lain.  Ketika umat Allah berdosa dan berpaling dari Allah, para nabi menyerukan pertobatan supaya Israel kembali kepada Allah.  Di dalam PB, Yesus adalah teladan iman yang tertinggi.  Ia tidak menyandarkan diri-Nya pada cara-cara penyelesaian yang ditempuh oleh masyarakat di zaman-Nya, antara mengasingkan diri atau mengambil langkah kekerasan.  Yesus memilih untuk mengambil jalan nir-kekerasan, menyatakan belas-kasihan Allah dan bela-rasa kepada kaum tersisih dan lemah.  Sampai akhirnya, Ia pun mati dengan terhina di kayu salib.  Kepatuhan Yesus secara total dipersembahkan kepada Bapa-Nya, dan sama sekali Ia tidak mau tunduk kepada bujuk-rayuan Iblis untuk mengambil jalan-jalan duniawi.

3.      (LIHAT BAB VII - IX)
Pada waktu kecilnya, Simon adalah seorang yang rajin bersekolah minggu.  Ia aktif juga di Komisi Remaja.  Sudah mengikuti katekisasi dan sudah dibaptis.  Beranjak kuliah di luar kota, ia mulai mempertanyakan iman Kristen.  Ia tidak pernah ke gereja, tidak pula melayani.  Baginya, agama pada dasarnya mengajarkan kemunafikan.  Lebih baik, ia menjadi orang yang tidak percaya Tuhan, sehingga jika ia hidup bebas, ia tidak terbebani oleh masalah dosa.  Dan memang, ia tidak peduli lagi dengan kehidupan yang serba bebas.  Prinsipnya, ia tidak mengganggu orang lain.

a. Lihatlah Ibrani 6:4-6, bagaimana kamu mengamati kehidupan Simon? 

Jawab: Kehidupan Kristen yang sejati adalah hidup serupa dengan Kristus.  Seorang Kristen sejati menikmati persekutuan dengan Allah.  Maka, hal ini berbeda dengan menerima sakramen, mengikuti kegiatan keagamaan, bahkan melayani.  Seseorang bisa tampak aktif, tetapi sebenarnya dia tidak pernah mengalami pertobatan yang sejati.  Tanda-tanda yang kelihatan tidak dapat menjadi tolok ukur kedalaman iman seseorang.  Simon adalah contoh orang yang memiliki iman yang dangkal, bukan iman yang sejati.  Apalagi, ia hidup untuk kepuasan dirinya sendiri.  Ia tidak mempedulikan cara hidup yang baik.  Makna hidup menurut Simon berarti memuaskan hawa nafsunya.  Ia tidak hidup untuk sebuah kepentingan yang lebih tinggi: untuk masyarakat, untuk alam semesta, dan untuk Tuhan.  Hidup yang egosentris (“cinta diri sendiri,” 1Tim . 3:2) tidak diperkenankan di hadapan Allah. 

b. Apakah ada kemungkinan bagi Simon untuk diselamatkan?  Jika ada, bagaimana caranya? 

Jawab: Selama Simon hidup, ia masih memiliki kemungkinan mendapatkan hidup yang kekal.  Hidup yang kekal hanya bisa diperoleh selama seseorang hidup.  Selama hidup di dunia, Allah memberikan kesempatan bagi semua orang untuk bertobat.  Setelah mati, seseorang tidak dapat lagi bertobat, tetapi harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya di hadapan Allah.  Keselamatan masih tersedia bagi Simon jika ia mau berbalik kembali dari cara hidup yang sesat, menundukkan diri kepada Yesus Kristus, serta mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi.  Jadi, ia dapat diselamatkan jika memiliki iman yang sejati kepada Yesus Kristus, dan bertekad untuk menjadikan Yesus teladan kehidupannya setiap hari.

4.      (LIHAT BAB XIII)
Misalnya, kamu sedang liburan di rumah keluarga yang bergereja di Gereja Katolik.  Mereka mengajak kamu mengikuti kebaktian di Gereja Katolik.  Kamu sudah dibaptis, dan karena itu boleh mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan.  Karena misa (kebaktian) Gereja Katolik selalu membagikan komuni, kamu kini berada dalam dilema.

a. Akankah kamu mengambil komuni?  Dengan pertimbangan apa kamu mengambil/tidak mengambil roti komuni itu? 

Jawab: Gereja Katolik Roma adalah gereja yang sama-sama merupakan Gereja yang am, kudus, dan rasuli.  Gereja ini memeluk Pengakuan Iman Rasuli, dan mendaraskannya dalam setiap kali ibadah.  Bersama dengan gereja Katolik Roma, kita seharusnya membangun sebuah persekutuan tubuh Kristus yang utuh dan esa di atas dunia.  Namun, di dalam gereja Katolik terdapat peraturan sendiri.  Bahwa tidak selalu komuni boleh diambil oleh orang-orang yang bukan anggota Gereja Katolik.  Oleh sebab itu, sebagai tamu, kita pun menghormati keputusan ini.  Jika diizinkan oleh Romo yang menjadi pemimpin kebaktian, maka Anda boleh mengambilnya.  Tetapi jika Romo berkata, “Bagi Saudara yang bukan berasal dari Gereja Katolik, hendaknya tidak mengambil komuni,” maka kita pun wajib menghormati aturan itu, dan dengan rela hati tidak mengambil komuni itu. 

b. Gereja Katolik merayakan perjamuan Kudus yang percaya bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh berubah menjadi tubuh dan darah Yesus.  Bagaimana kamu menanggapi pengajaran itu? 

Jawab: Gereja Katolik Roma memegang paham transubstansiasi, yaitu bahwa hakikat roti dan anggur berubah wujud menjadi daging dan darah Yesus Kristus ketika dimakan oleh umat.  Ajaran ini dilatarbelakangi oleh ajaran bahwa tubuh Yesus yang dimuliakan itu hadir di dalam gereja.  Tubuh Yesus bersatu dengan Gereja-Nya.  Maka, penghayatan tubuh Yesus yang terpecah-pecah dan darah-Nya yang tercurah itu menjadi pusat ritus keagamaan.  Singkatnya, Ekaristi (Perjamuan Syukur) adalah pusat ibadah dalam gereja Katolik Roma.  Jemaat yang memakan roti komuni bukan hanya memperingati sengsara dan kematian Yesus 2000 tahun yang lalu, tetapi mengalami persatuan dengan Yesus melalui sakramen perjamuan itu. 

c. Bagaimana kamu membandingkan ajaran tentang Perjamuan Tuhan di Gereja Katolik dengan di Gereja Mennonit yang percaya bahwa Perjamuan Tuhan itu merupakan peringatan akan kesengsaraan Tuhan Yesus? 

Jawab: Gereja Mennonit percaya bahwa Perjamuan Tuhan pada dasarnya merupakan peringatan penderitaan dan kematian Tuhan bagi penebusan umat-Nya di masa lampau.  Bagi kalangan Mennonit, penghayatan karya Kristus yang terjadi 2000 tahun yang lalu itu menjadi dasar bagi penghayatan kita akan keselamatan.  Tetapi, kita pun perlu membuka diri pada pemahaman di dalam Alkitab bahwa Tuhan Yesus setelah bangkit itu juga memecahkan roti dan makan bersama para murid-Nya.  Dengan kata lain, roti yang dibagikan oleh Yesus itu juga perayaan bagi kemenangan Kristus, yang harus disambut dengan ucapan syukur oleh murid-murid-Nya.  Ajaran Perjamuan Tuhan dalam Katolik membuka perspektif kita akan aspek masa kini dari pengurbanan Kristus.  Meskipun, kita tidak dapat menerima ajaran mengenai transubstansiasi (roti dan anggur berubah wujud menjadi tubuh dan darah Kristus).

5.      (LIHAT BAB XVIII - XX, XXII, XIII)
Mohandas Karamchan “Mahatma” Gandhi bukanlah seorang Kristen.  Ia bahkan menolak menjadi Kristen karena ia merasa bahwa orang Kristen tidak hidup seperti Yesus.  Namun, dalam perjuangannya, Gandhi mengaku terinspirasi oleh gerakan nir-kekerasan Yesus serta ajaran-Nya dalam Khotbah di Bukit.  Ia berhasil menggerakkan revolusi damai di India.

a. Menurutmu, apa yang disebut sebagai “Kristen”? 

Jawab: “Kristen” (Yunani, kristianos) berarti pengikut sang mesias (kristus).  Pada kekristenan perdana, istilah “Kristen” dikenakan sebagai olok-olokan kepada orang-orang Yahudi yang mengikut Yesus, mesias yang disalibkan di luar kota Yerusalem.  Para pengikut Yesus ini bukan hanya menyembah Yesus, tetapi mereka pun meniru tindak-tanduk dan menuruti setiap perkataan Yesus.  Istilah yang lebih awal lagi adalah pengikut “Jalan itu” (the Way).  Bagi orang Yahudi, “jalan” (halakhah) adalah cara hidup dan perilaku praktis setiap hari sebagai umat Allah, yang menurut setiap firman dan ketetapan Allah.  Dengan jalan ini, kaum pilihan Allah menjalani hidup yang berbeda dari cara hidup orang-orang di sekitarnya.  Maka, umat Allah yang sejati dicirikan oleh pola-pola hidup yang berbeda dari kebanyakan olrang di sekitarnya.  Demikian pula dengan orang Kristen, pola kehidupannya dicirikan oleh patron Yesus yang dituruti dalam kehidupan setiap hari. 

b. Apakah Gandhi terkategori Kristen? 

Jawab: Jika “Kristen” dimaksudkan orang yang beragama Kristen, dan rajin melakukan ibadah di gereja, maka Gandhi tidak tergolong kategori ini.  Ia bahkan menolak untuk menjadi seorang Kristen.  Kita dapat belajar dari pemikiran pemikir Katolik Jerman bernama Karl Rahner yang mengajarkan “Kristen-anonim,” yaitu golongan orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan mulia, mengangkat martabat manusia, berbela-rasa terhadap sesama, meskipun mereka tidak beragama Kristen.  Dari sisi iman Kristen, orang-orang yang seperti ini pun digerakkan dan dikuasai oleh Roh Kudus, sebab Roh itu bekerja secara universal, di dalam gereja maupun di luar gereja, di dalam diri orang Kristen maupun di semesta raya.  Jika pertanyaannya kini: apakah orang-orang yang seperti ini diselamatkan?  Maka, bukan wewenang kita untuk menjawabnya.  Hanya Allah saja yang dapat menjawabnya.  Tetapi pun seandainya Allah hendak menyelamatkan mereka, Ia pasti menyelamatkan mereka di dalam Yesus Kristus.  Sebab, Kristus saja kata akhir dari keselamatan (finalitas Kristus). 

c. Bercermin dari kehidupan Gandhi, apa seharusnya peran seorang Kristen di masyarakat? 

Jawab: Orang-orang seperti Gandi dapat menjadi teladan kita untuk menjalankan kesaksian Kristiani kita di tengah masyarakat.  Setiap anggota keluarga Allah juga adalah anggota masyarakat.  Kita ini anggota Kerajaan Allah, sekaligus anggota kerajaan dunia.  Walaupun begitu, kita tidak hidup dalam pola dunia (Rm. 12:2).  Sebagai warga Kerajaan Allah maka kita harus menyatakan nilai-nilai kerajaan Allah itu secara nyata: kasih, kebenaran, keadilan, perdamaian, keutuhan ciptaan.  Kita berjuang untuk mewujudkannya.  Kita tidak akan berhenti.  Bercermin dari seorang Mahatma Gandhi, kita dapat memetik pelajaran bahwa perjuangan membalikkan tatanan tanpa perang dan mengangkat senjata itu adalah sesuatu yang mungkin terjadi.  Cara yang praktis ialah dengan memberikan pengaruh-pengaruh yang baik bagi orang-orang yang ada di sekitar kita, tidak membakar emosi orang lain untuk membalasdendam, dan menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap kaum yang tersisih dan terbuang.  Kita sendiri pun belajar untuk hidup sangat sederhana.   

6.   Tuliskanlah Doa Bapa Kami dan Pengakuan Iman Rasuli