Monday, May 21, 2007

Apakah Mennonite Percaya Predestinasi? 5: Kesimpulan


KESIMPULAN

Apakah kaum Mennonite mempercayai doktrin predestinasi? Kita menjawab “Ya.” Meskipun formulanya tidak selalu seragam dengan para reformator, namun toh dapat kita ketahui bahwa keyakinan Mennonite mengenai predestinasi tetap sejalan dengan para reformator arus utama. Perbedaan minor di sana-sini dapatlah dipahami, oleh karena penganiayaan dari Katolik Roma dan Lutheran yang berlangsung sekitar dua abad membuat kaum Anabaptis-Mennonite mula-mula tidak mungkin merumuskan teologinya sesolid para reformator.
[1]

Dalam perkembangan selanjutnya, para pewaris tradisi Mennonite ternyata terbuka untuk berdialog dengan tradisi dari denominasi lain, dalam hal ini adalah tradisi Reformed, yang kita dapat lacak dari pengakuan mengenai tugas jabatan Mesianis Yesus Kristus serta pemahaman mengenai rencana agung Allah akan keselamatan umat manusia.

Tentang hal ini patutlah kita katakan bahwa kaum Mennonite tidak semata-mata mengekor tradisi lain dengan membabi-buta, namun secara kritis menakar setiap pokok iman yang diajarkan, sambil menyadari mengenai panggilan ekumenikal sebagai satu tubuh Kristus yang memiliki satu Allah, satu iman dan satu pengharapan. Oleh sebab itu, bila memang Alkitab menuntut kesetiaan untuk mengajarkan sebuah pokok iman, maka kaum Mennonite akan ad fontes!, “kembali ke sumber!” dan bersama umat Allah dari denominasi lain dengan setia mengajarkannya. Bila Alkitab dengan terang mengajarkan pemilihan anugerah atau predestinasi, telah terbukti bahwa kaum Mennonite modern pun tidak enggan untuk mengajarkannya.

TERPUJILAH ALLAH!

[1]Lihat N. Sasongko, “Restitusi Kontra Reformasi?: Reformasi Zürich dan Kelahiran Si Anak Tiri,” Veritas 5/2 (2004), 213-223.

Apakah Mennonite Percaya Predestinasi? 4: Mennonite dan Predestinasi II


3. Historic Articles of Faith of the Evangelical Mennonite Church North America (1954), dalam bab mengenai gereja dikatakan, “We believe in and confess a Church of God. God had a Church or a chosen people, whom he loved, from the beginning of the world, and will have one up to the end of the world [Allah memiliki satu Gereja atau satu umat pilihan, yang Ia telah kasihi, dari sejak permulaan dunia, dan akan tetap satu hingga akhir dunia]. . . That is the Church, which God has chosen himself out of all nations and tongues according to Acts 1 . . . Thus we have a righteous Church or fellowship of saints, which the Lord has kept at all times in the midst of this wicked generation [maka kita mempunyai satu Gereja yang benar atau persekutuan orang-orang percaya yang Allah telah pelihara di sepanjang masa, di tengah angkatan yang jahat]. May the Lord Jesus keep this Church according to his promise up to the end of the world. Matthew 28.”[1]

4. Brethren in Christ Statement of Doctrine (1961), “Scripture reveals the fact that the plan of redemption was included in the eternal counsel of God” (dan referensi Efesus 1.4).
[2]

5. Mennonite Confession of Faith: Adopted by Mennonite General Conference (1963), dalam bab keselamatan oleh anugerah melalui iman menyatakan, “From all eternity Goa knew who would be the believers in Christ, and these persons foreknown as believers are elect according to the foreknowledge of God . . . the God who saves is also able to keep each believer unto a happy end in Christ.”
[3] Dalam bahasa Indonesia, “Sejak kekekalan Allah telah mengetahui siapa yang akan menjadi orang-orang percaya di dalam Kristus, dan orang-orang ini diketahui sebelumnya sebagai orang-orang percaya dipilih menurut pra-pengetahuan Allah . . . Allah yang menyelamatkan juga sanggup untuk menjaga tiap-tiap orang percaya sampai kepada suatu akhir yang penuh suka cita di dalam Kristus.”

6. Evangelical Mennonite Church--EA (1980), bab mengenai Manusia, dikatakan, “He was created in order that he might glorify God and enjoy Him [sic.] forever [Ia diciptakan supaya Ia dapat memuliakan Allah dan menikmati-Nya selama-lamanya]. In so doing, man finds his greatest measure of blessedness and true enjoyment." (kutipan dari Yes. 43.6b-7; Efesus 1.5-6).
[4]

Cukup mengejutkan kutipan yang terakhir, sebab formula “he might glorify God and enjoy Him forever" merupakan kutipan harfiah dari Westminster Shorter Catechism (1647) Q. & A. 1, yang adalah standar iman kaum Calvinis.

Q. What is man’s primary purpose?
A. Man’s primary purpose is to glorify God and enjoy Him forever.
[5]

P. Apakah tujuan utama manusia?
J. Tujuan utama manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya.

7. Confession of Faith in a Mennonite Perspective (1995), dalam doktrin tentang Allah dinyatakan, “We believe that God has created all things visible and invisible, has brought salvation and new life to humanity through Jesus Christ, and continues to sustain the church and all things until the end of the age.”
[6] Dalam bahasa Indonesia, “Kami percaya bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan, telah mewujudkan keselamatan dan kehidupan baru bagi manusia melalui Yesus Kristus, dan tetap menopang gereja dan segala sesuatu hingga kepada akhir zaman.”

Ide dasar yang bersesuaian dengan ide para reformator adalah kesetiaan Allah dalam menjaga kawanan domba-Nya, sehingga mereka tetap dapat bertahan di dalam iman sampai kesudahan segala abad dan masa.

[1]Loewen, One Lord, 310.
[2]Ibid. 232.
[3]Mennonite Confession of Faith (Scottdale: Herald, 1964), 13.
[4]Loewen, One Lord, 321.
[5]The Westminster Shorter Catechism in Modern English, ed. D. Kelly dan P. Rollinson (Phillipsburg: Presbyterian and Reformed, 1986), 5.
[6]Confession of Faith in a Mennonite Perspective (Scottdale: Herald, 1995), 10.

Apakah Mennonite Percaya Predestinasi? 3: Mennonite & Predestinasi I


MENNONITE DAN PREDESTINASI

Harus diakui, tidak ada seorang teolog pun yang menjadi patokan ajaran dalam pemikiran Anabaptis-Mennonite. Bahkan, kebanyakan kaum Anabaptis awal adalah kaum awam dan orang-orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Sebab itu, mereka mengutamakan pembacaan spiritualistik Alkitab: membaca Alkitab dalam terang kuasa Roh Kudus. Roh Kudus menjadi penentu pembacaan Alkitab. Namun, sebagaimana diakui oleh sejarawan C. Arnold Snyder, hasil dari pembacaan ini adalah anarkhi penafsiran. “In fact, if the Holy Spirit was the ultimate authority by which scriptural questions were to be decided, the result was an intrepretative anarchy which . . . was politically dangerous.”
[1] Ekses yang terjadi kala itu ialah paham spiritualistik bahwa Roh berada di atas Kitab Suci.

Dr. Balthasar Hübmaier adalah teolog Anabaptis awal yang tidak setuju dengan predestinasi. Ia menonjolkan pengajaran mengenai anugerah dan iman dalam keselamatan dan menentang ajaran mengenai kejatuhan ataupun predestinasi. Ia mengatakan bahwa Kristus datang agar orang Kristen menjadi benar dan sempurna. Ia nampaknya hendak mengatakan bahwa “darah semerah mawar” yang dicurahkan oleh Kristus membersihkan kesalahan dan dosa dalam satu tempo, dan membangkitkan kehendak manusia yang telah jatuh. Ia mengajarkan bahwa kelahiran baru (regenerasi) terjadi seumur hidup.
[2]

Jika demikian, dapatkah disimpulkan bahwa kaum Mennonite pasti menentang doktrin predestinasi? Mari kita perhatikan beberapa konfesi di bawah ini
[3]:

1. Ris Confession (1766/1895) menyatakan pengakuan mengenai “Of election of Grace or Election and Rejection” atau “Mengenai pemilihan anugerah atau pemilihan serta penolakan.” Pengakuan ini boleh dikategorikan sebagai konfesi kuno yang mengakui pemilihan anugerah, atau predestinasi.
[4]

“Kami percaya bahwa Allah sejak kekekalan telah melihat dan mengetahui hal-hal yang telah terjadi, yang terjadi dan yang akan terjadi, baik ataupun jahat (Kis. 15.18; Yes. 41.21-26; Ibr. 4.13), dan karena itu di atas semuanya, kejatuhan manusia yang menyedihkan dengan konsekuensinya yang fatal, yang nyata diketahui dengan penetapan Kristus sebelumnya sebagai Pengantara (Ef. 1.4; 1Ptr. 1.20; Why. 13.8) . . . Kami sungguh-sungguh bergembira dan dengan mantap mempercayai bahwa Allah di dalam dan melalui diri-Nya sendiri merancang suatu tujuan kekal (Ef. 3.11; 1.9; Rm. 8.28) mengenai . . . bagaimana dan oleh cara apa Ia menebus manusia yang telah jatuh ke dalam dosa (Kis. 4.28) . . . bahwa Ia berketetapan untuk memberikan kasih-Nya, anugerah-Nya, dan karunia-Nya dalam ukuran yang besar kepada sebagian orang, dan dalam ukuran yang kecil untuk sebagian orang lainnya (Luk. 8.10; Mat. 25.15; Rm. 9.13), dan hal ini menurut kehendak-Nya sendiri serta perkenanan-Nya (Mat. 20.15; 2Tim.2.20) . . . Oleh sebab itu, kami pandang adalah paling baik untuk tidak mencampuri lebih jauh lagi rahasia-rahasia tujuan Allah, tetapi dalam pengakuan kami cukup puas dengan satu pernyataan mengenai keadaan orang-orang yang Allah telah tetapkan untuk diselamatkan atau dihukum.

Setiap orang, yaitu, yang dengan hati yang bertobat dan percaya (Mrk. 1.15; Kis. 20.21) menanggapi, menerima dan tinggal di dalam keselamatan yang ditawarkan (Yoh. 1.12, 13; Kis. 2.4; Why. 3.20; Mat. 24.13; 1Yoh. 2.19; Why. 2.10); dialah yang Allah miliki sebelum dunia dijadikan, keluar dari kasih yang bebas, dan bagi Kristus, dipilih (2Tes. 2.13; Yak. 2.5; 1Ptr. 2.9) dan ditentukan (Ef. 1.5) supaya ia mengambil bagian dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya (Mat. 25.34, 41); dialah yang Allah telah ketahui sebelumnya (1Ptr. 1.1, 2), dan dipanggil demi nama-Nya (2Tes. 2.19; Why. 3.5).

2. Mennonite Brethren Confession (1902) menyatakan, "Concerning divine predestination and man's will we believe, that from eternity it has been the free pleasure and the gracious purpose of God to redeem sinners to the praise of God's glory [sejak kekekalan, oleh sebab perkenanan bebas serta tujuan Allah yang berwelas asih untuk menebus orang-orang berdosa demi pujian bagi kemuliaan Allah], wherefore also Christ after the premeditated council was selected of God before the foundation of the world, that through His incarnation, life, teaching, death, resurrection and ascension He should be the Redeemer, as our great Prophet, only High Priest and eternal King, that all that obey His Gospel believe in Him should not perish but have everlasting life." Kemudian Efesus 1.3-5 dikutip yang dalam mana terdapat kata predestinated (KJV) atau “ditentukan.”
[5]

Harus diakui, konfesi ini pun setuju 100% dan tidak segan-segan mengadopsi pandangan Kristologi Calvin, yang pertama kali mengajukan konsep triplex munus Christi: jabatan Mesianis Yesus sebagai Nabi, Imam dan Raja.
[6] Pandangan Calvin ini juga diterima oleh Gereja Katolik Roma dalam Konsili Vatikan I dan II.

[1]C. A. Snyder, Anabaptist History and Theology (ed. rev.; Kichener: Pandora, 1997), 84-85. Bentuk ringkasnya telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Dari Benih Anabaptis (Semarang: Pustaka Muria).
[2]W. O. Packull, “An Introduction to Anabaptist Theology,” The Cambridge Companion to Reformation Theology, ed. D. Bagchi dan D. C. Steinmetz (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 207.
[3]Dikutip dari H. J. Loewen, ed. One Lord, One Church, One Hope, and One God: Mennonite Confessions of Faith (Elkhart: Institute of Mennonite Studies, 1985).
[4]Ibid. 87.
[5]Ibid. 164-65.
[6]Bdk. S. Edmondson, Calvin’s Christology (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 89-181. Cikal bakal buku ini yaitu disertasi Ph. D. dalam bidang sejarah gereja yang dipertahankan di Universitas Yale, Amerika Serikat. Edmondson sendiri bukan seorang Presbyterian (Reformed), tetapi Episcopalian (Anglikan). Lihat juga M. S. Horton, Lord and Servant: A Covenant Christology (Louisville: Westminster John Knox, 2005).

Apakah Mennonite Percaya Predestinasi 2: Definisi


DEFINISI PREDESTINASI

Dari ayat-ayat di atas, kita dapat menyarikan konsep predestinasi sebagai berikut. Predestinasi selalu bersandingan dengan “pemilihan” atau “pengetahuan Allah sebelumnya.” Maksudnya, Allah, dalam segala kekayaan kemahatahuan-Nya, telah mengetahui bagaimana tiap-tiap individu akan menanggapi penawaran Injil, dan telah menentukan untuk kehidupan kekal mereka yang Ia telah ketahui sebelumnya akan merespons dengan segenap iman dan ketaatan.
[1]

Dari kalimat di atas, kita menemukan premis-premis sebagai berikut:

1. Allah yang berdaulat adalah Pribadi yang mahatahu. Kemahatahuan Allah menyatakan bahwa Ia sudah memahami secara tuntas apa yang akan terjadi di ujung sejarah. Jelaslah demikian, sebab Dialah yang menjadikan segala sesuatu.

2. Allah sudah mengetahui bagaimana tanggapan masing-masing individu atas pemberitaan Injil keselamatan.

3. Pengetahuan Allah tidak mungkin diceraikan dari kehendak-Nya. Di dalam pengetahuan Allah, terdapat kehendak Allah. Ketika Allah mengetahui apa yang akan terjadi, dengan sendirinya Allah menghendaki sesuatu itu terjadi, dan pasti akan terjadi.

4. Allah menentukan sekelompok orang sehingga mereka menanggapi pemberitaan Injil dengan iman dan ketaatan, dan mereka ini menerima anugerah keselamatan.

Ajaran predestinasi dikembangkan oleh St. Agustinus (354-430), teolog dari Hippo, Afrika Utara, yang sangat dihormati oleh Gereja Katolik Roma sampai sekarang. Agustinus mempercayai bahwa bila sungguh-sungguh ada keselamatan bagi manusia, maka hal itu harus datang oleh sebab inisiatif Allah. Anugerah Allah mencari, memulihkan, menyelamatkan serta menjaga orang-orang percaya. Tetapi, mengapa ada orang yang percaya dan ada yang tidak? Agustinus menjawab pasti bukan berasal dari manusia. Alasan mengapa ada sebagian orang berdosa diselamatkan dan yang lain tidak pastilah pada Allah saja. Hal itu terjadi pasti menurut tujuan Allah yang berdaulat, ketetapan kekal-Nya, bahwa sebagian orang ditolong dari dosa dan yang lain tetap ditinggalkan dalam dosa-dosa mereka.
[2]

Jadi, tidaklah benar bila ajaran ini dianggap merupakan temuan Calvin. Bahkan sebelum Calvin menulis uraian mengenai predestinasi, reformator seniornya dari kota Strassbourg, Perancis, Martin Bucer (1491-1551), telah menuliskannya dalam tafsiran Surat Roma.
[3] Demikian pula pembaru yang lebih senior lagi, Yohanes Oecolampadius (1482-1528) dari Basel, Swis. Kedua orang ini jelas bukan Calvinis, tetapi tak diragukan lagi, Calvin berutang banyak dari mereka. Bucer mewariskan semangat sebagai gambala yang mengasihi domba-domba Kristus. Sedangkan Oecolampadius menjadi teladan bagi Calvin untuk menafsirkan Alkitab secara cermat dan penuh kepatuhan.[4] Bila demikian, ajaran predestinasi tidak unik pada zaman Calvin, tetapi para pendahulunya, termasuk Martin Luther, juga memeluk doktrin ini. Jadi, doktrin ini umum dipeluk oleh para pembaru gereja pada zaman itu.

[1]W. R. Godfrey, “Predestination,” New Dictionary of Theology, ed. S. B. Ferguson et al. (Downers Grove: InterVarsity, 1988), 528.
[2]Lihat Mathijs Lamberigts, “Predestination,” Augustine Through the Ages: An Encyclopedia, ed. A. D. Fitzgerald, O. S. A. (Grand Rapids: Eerdmans, 1999), 677-79.
[3]Lihat J. L. Ch. Abineno, Bucer dan Calvin: Suatu Perbandingan Singkat (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 49-65.
[4]R. C. Zachman, John Calvin as Teacher, Pastor and Theologian: The Shape of His Writings and Thought (Grand Rapids: BakerAcademic, 2006), 15-27.

Apakah Mennonite Percaya Predestinasi? 1: Pendahuluan


PENDAHULUAN

“Predestinasi” berasal dari kata “destinasi” yang mendapat prefiks “pre-.” “Destinasi” berarti tujuan, atau sasaran, sedangkan “pre-” berarti sebelum. Predestinasi dalam pengertian yang singkat berarti tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Rasul Paulus dalam Roma 8 dan Efesus 1 mengajarkan secara eksplisit ajaran mengenai predestinasi.

Roma 8.29

“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”

“For those whom he foreknew he also predestined to be conformed to the image of his Son, in order that he might be the firstborn within a large family.” (NRSV)

Roma 8.30

“Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.”

And those whom he predestined he also called; and those whom he called he also justified; and those whom he justified he also glorified.” (NRSV)

Efesus 1.5

“Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,”

“he predestined us to be adopted as his sons through Jesus Christ, in accordance with his pleasure and will--” (NIV)

Bagaimana ajaran Tuhan Yesus? Dalam Injil Yohanes, banyak ayat yang menyatakan bahwa Allah pemilihan Allah (6.37, 39, 44, 65; 10.29). Kita dapat menemukan pula indikasi yang sangat eksplisit dalam Matius 20.23,

“Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.”

Dalam Alkitab Terjemahan Baru LAI, kata predestinasi tidak pernah kita jumpai. Tetapi, kita akan menemukannya dalam banyak terjemahan bahasa Inggris. Dengan sendirinya kita harus setuju bahwa predestinasi inheren dalam Alkitab. Oleh karena itu, ajaran mengenai predestinasi bukan merupakan temuan para teolog dari satu aliran kekristenan tertentu.

Tuesday, May 15, 2007

Pada Mulanya . . .

Pada Mulanya . . .


Pada mulanya adalah Injil. Injil itu dibuka dengan "Inilah permulaan tentang Yesus Kristus, Anak Allah." Yesus adalah Kristus. Yesus adalah Anak Allah. Ia adalah "Anak Allah," yang tak lain adalah sebuah pernyataan bahwa Ia inilah Mesias, yakni bahwa Ia adalah wakil Allah untuk menggenapkan seluruh rencana Allah atas Israel, umat Allah. Yesus juga menerima bahwa dirinya adalah Mesias, dan atas dirinyalah "takdir" umat Allah mencapai titik nadirnya.

"Mesias" . . . ah, seperti halnya kaum Sicarii menobatkan Menahem sebagai mesias hingga kelompok tandingan membunuhnya. Waktu Yesus masih kanak-kanak, Simon dan Athronges juga dihormati sebagai mesias-mesias. Pada pertigaan pertama abad ke-2, Rabbi Akiba menobatkan Simeon ben Kosiba sebagai Bar Kokhba, "anak bintang." Seseorang paham dirinya sebagai mesias oleh sebab bertumbuh dalam milieu pengharapan sebuah bangsa yang beridentitas umat Allah kovenan, dan pada akhirnya mempercayai bahwa ia terpanggil sebagai pengemban amanat penderitaan rakyat, dan berkarya untuk menggenapkan pengharapan itu.

Bagaimana Yesus? Yesus bertumbuh dalam pengharapan bahwa Allah akan membela Israel, dan menegakkan Kerajaan-Nya. Israel akan mengalahkan musuh-musuhnya, dan Ia pun yakin bahwa takdir Israel berada di atas pundaknya--pengemban amanat penderitaan rakyat. Untuk itu, ia pun bergumul dalam iman, bertekun dalam doa, dicobai, berkali-kali meratap, disalah mengerti. Kata-katanya mengejawantah dalam tindakan. Apakah melaluinya, Allah akan mewujudkan pemerdekaan itu? Apa yang dilakukan di Bait Allah, dan tulisan pada kayu salib memecahkan teka-teki ini. Ia percaya bahwa apa yang ia lakukan adalah bagi Israel, dan juga dunia. Ia adalah representasi Israel. "Anak Allah" dan "Mesias" merupakan istilah yang dekat di hati rakyat, dekat di telinga mereka, dan nampaknya . . . tiada abstraksi anakronistik bahwa istilah itu menyiratkan suatu pribadi ilahi.

Aah . . . tapi bagaimana mungkin kematian Yesus dipercaya mampu memberi dampak kepada orang lain? Bukan mustahil bagi Yesus, dan juga bagi orang-orang Yahudi sezamannya. Seseorang dapat sampai kepada pemahaman bahwa panggilan hidupnya adalah mati bagi Israel, bagi dosa-dosanya, bahkan bagi dunia. Bukan pula hal yang tak mungkin bagi seorang Yahudi pra era Kristen percaya bahwa ia diamanati untuk menjadi serta bertindak sesuatu yang hanya mungkin dilakukan oleh Sang Tuhan kovenan, sebagaimana disaksikan oleh Alkitab Ibrani.

Agenda itu dijalankannya dengan meneguhkan suatu pola revolusi tandingan. Yesus adalah seorang pejuang revolusioner Jalan Ketiga: bukan revolusi berdarah, bukan pula antek-antek status quo. Ia adalah pejuang revolusioner tanpa "granat" dan besi, dan menjalankan agendanya dengan revolusi senyap--revolusi untuk menghadirkan shalom. Simak dan renungkanlah ketika ia berkata, "Berbahagialah kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah" atau, "Tetapi kamu yang mendengarkan aku, Aku berkata, 'Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu.'" Yesus menghidupi ini semua. Kutuk Mesianis pun menimpanya. Kesengsaraan Besar itu menjadi tujuannya. Sebagaimana para martir di Alkitab Ibrani, yakni para nabi yang dibantai di Yerusalem, ia pun masuk ke titik pusat badai, perjalanan menuju Yerusalem. Ia sedang memimpin Israel masuk ke pusat revolusi berdarah, dan pusat status quo. Yesus tidak memilih keduanya. Ia mengambil langkah, yang di dalam Alkitab Ibrani, hanya Allah saja yang mampu melakukannya. Ia pergi ke Yerusalem untuk mati bagi Israel.

Di hadapan Sang Kayafas, yang bertanya, "Demi Allah, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak," Yesus menjawab, "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan." Yesus sesungguhnya menjawab "Ya" dan Allah akan mewujudkan apa yang dikatakan di dalam Daniel 7.13. Ya, Israel yang dibela oleh Allah melalui wakilnya. Hanya Allah saja yang mampu melakukan pembelaan demikian atas umat-Nya yang benar dan tegak di hadapan-Nya, yang memelihara tubuh dan hidupnya dalam perjanjian Allah, meski derita, sengsara dan kematian menimpanya. Bukan berita parousia yang dimaksud--seorang pribadi ilahi yang akan menampakkan dirinya pada saat akhir zaman--tetapi kebangkitan Yesus yang tersalib.

Bila demikian, apa yang membedakan Yesus dari orang-orang sezamannya? Resureksi! Para pejuang pembebasan muncul dan hancur, seiring dengan ditangkapnya para pemimpin pergolakan. Jika mesias dibunuh, pasti semua orang percaya, ia mesias palsu. Yesus dibangkitkan, Yesus hidup. Jika Yesus tak hidup, mengapa aku percaya bahwa ia adalah mesias?

***

Dhuh Gusti Yesus, Mesias, kami tinggal dalam bumi yang porak-poranda; kami melayani Dikau dalam dunia yang tercabik-cabik, terkotak dan tersekat oleh perbedaan! Orang-orang tiada mampu lagi membedakan antara mana yang bisa diubah, dan mana yang tak bisa diubah--seolah yang bisa diubah menjadi tak bisa diubah; dan yang tak bisa diubah menjadi teramat gampang untuk diubah. Bagaimanakah kuasa salib dan kebangkitan-Mu meyakinkan kami, bahwa ada secercah pengharapan bagi kami? Yakinkanlah kami bahwa salib-Mu telah mengalah kejahatan, bahkan Sang Dajjal yang coba-coba merintang dalam laku-Mu sebagai Mesias kami, sebagai Gusti kami. Dan kini, di dalam roh-Mu, kami hidup dan bergerak, dan sanggup menyebut Sang Allah sebagai "Bapa kami"; dan tiada lain tugas kami kecuali turut mengejawantahkan kemenangan-Mu di dalam dunia, sampai ujung-ujung bumi: melalui teologi yang berpihak kepada yang miskin, dalam seni dan olah budaya sosial-realis, dalam pendidikan yang membebaskan, dalam usaha-usaha perbaikan ekonomi berbasis kerakyatan. Veni, veni Immanuel! Veni, veni Recreator Spiritus!

TERPUJILAH ALLAH!

Thursday, May 10, 2007

Making Your Will Mine


Making Your Will Mine


Dear Lord, I commit You my life,

All of my past, and my future is Thine;

O help me walk and tenderly in strife,

Take me and draw me close that Your will be mine.


Dear Lord, please hear my prayer,

I'm Your servant, Your decrees to bear

O help me walk, and tenderly in strife;

Take me and draw me close that Your will be mine.


Tuhan, kus'rahkan hidupku.

Masa lalu dan masa depanku;

Tolong aku, berjuang serta Hu,

Dan kehendak-Mu jadi kehendakku.


O dengar doaku,

'Ku hamba-Mu, mau setia s'lalu;

Tolong aku, berjuang serta Hu,

Dan kehendak-Mu jadi kehendakku.

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 12: Kesimpulan


Kesimpulan

Pertama, sumber teologi. Pertanyaan mendasar atas kajian historis gerakan pentakosta-kharismatik adalah tempat Alkitab: Apakah Alkitab cukup, atau perlukah ditambah lagi dengan wahyu-wahyu yang baru? Bila gereja-gereja Protestan menjadikan Alkitab sebagai sumber teologi, maka kekristenan pentakosta-kharismatik mendasarkannya jauh lebih besar pada pengalaman rohani. Alkitab menjadi sekadar legitimasi atas pengalaman yang diperoleh orang-orang percaya. Mereka akan cenderung menutup diri bila ditunjukkan bahwa posisi mereka lemah secara alkitabiah. Sistem yang biasanya mereka pakai untuk mempertahankan diri adalah, bahwa iman tidak mungkin dirasionalisasikan. Implikasinya, setiap orang Kristen yang menjadikan Alkitab sebagai sumber teologi dan menunjukkan titik-titik lemah ajaran mereka, adalah orang-orang yang rasionalis-skeptis, bahkan tidak percaya kepada pekerjaan Allah.

Kedua, otoritas teologi. Gereja-gereja Protestan percaya kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus). Ajaran gereja bersifat koheren dan tidak boleh bertabrakan antara satu dengan yang lain ketika menguraikan pribadi-pribadi Allah. Namun dalam kekristenan Kharismatik, Roh Kudus menjadi titik berat. Karunia rohani dieksploitasi. Hanya saja, pada masa yang sama Roh Kudus diturunkan derajatnya sebagai sekadar daya yang hidup dan menggerakkan orang percaya, dan bukan sebagai Allah yang berpribadi dan berdaulat, yang bersama-sama dengan Allah Bapa dan Putra disembah dan dimuliakan.

Ketiga, standar teologi. Gereja-gereja Protestan menempatkan eksegesis sebagai langkah pertama bagi pengajaran gereja. Eksegesis berarti menarik keluar berita di dalam teks suci (Alkitab) dengan metode analisis teks yang cermat. Kekristenan Kharismatik cenderung anti dengan metode-metode penafsiran. Mereka menganggap metode ini sebagai rekayasa manusia yang mau mengutak-atik firman Allah. Mereka melihat Alkitab sebagai buku yang sudah jadi dan siap untuk dibaca dan diterapkan bagi kehidupan masa kini. Namun, pendekatan ini jelas berbahaya. Sebab, tidak semua ayat Alkitab dapat diterapkan secara langsung. Contoh, banyak kali kita mendengar mengenai “Doa Peperangan Keliling Kota.” Dengan rally doa mengelilingi kota, supaya kota dapat dimenangkan. Dasarnya adalah perjalanan eksodus orang Israel mengalahkan Yerikho. Bila dasar yang dipakai benar, maka selanjutnya harus dipahami, bahwa penduduk Yerikho dimusnahkan. Barangnya dijarah. Nah, jadi???

Bagaimana di Indonesia? Gerakan ini sangat berkembang, dan berhasil membangun gereja-gereja mega, termasuk di Jawa Tengah. Membandingkannya dengan sejarah gerakan Pentakosta, yang kita dapat saksikan secara langsung adalah semua unsur yang ada dalam sejarah perkembangannya ternyata dapat dijumpai pada gereja-gereja di Indonesia. Ada satu ajaran yang tidak cukup gamblang diajarkan, yaitu “teologi allah-allah kecil.” Tetapi bila kita cermat, dan memperhatikan khotbah-khotbah dan tulisan drg. Yusak Tjipto Poernama. Ia sering berbicara dengan Tuhan, yang mengindikasikan bahwa ia memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan, bahkan pernah diajak jalan-jalan ke surga. Seseorang yang memiliki privilese (hak istimewa) di hadapan Allah. Tidak lain hal ini pun merupakan teologi allah-allah kecil yang disamarkan.

Sebab itu, sebagai anak-anak muda hendaklah kita berhati-hati. Tetaplah kritis dan menakar semua ajaran dari prinsip-prinsip kebenaran firman Allah. Seperti yang diperingatkan oleh mendiang Walter Martin, seorang teolog, bahwa “kesalahan melahirkan kesalahan, kesesatan melahirkan kesesatan dan selalu saja atas nama kebenaran, dan selalu atas nama Injil.”

Terpujilah Allah!

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 11: Gerakan Sabda Iman


Gerakan “Sabda Iman”

Pernahkah Anda mendengar kata-kata orang Kharismatik, “Jika Anda beriman, maka semuanya akan terjadi.” Atau “Berpikirlah positif tentang apa yang Anda percaya, maka akan diberikan kepada Anda semua yang Anda inginkan.” Gerakan seperti ini muncul di Amerika Serikat, dengan promotor-promotornya seperti Kenneth Hagin, Kenneth Copeland, Frederick Price, Robert Tilton, Charles Capps, Jerry Sevelle, Norvel Hayes, Lester Sumrall. Perkembangan lebih lanjut dari gerakan Sabda Iman ini adalah teologi kemakmuran dan kesehatan (wealth and health theology) serta teologi “allah-allah kecil” (little gods theology).

Orang-orang ini percaya bahwa pembaruan fisik dan spiritual terjadi melalui penyembuhan dan kemakmuran. Injil yang ditawarkan biasanya disebut sebagai “pengakuan positif.” Inti pengajaran mereka ialah bila seorang percaya “berkata” apa pun yang mereka minta selama hal itu ada dukungan ayat Alkitab, maka Allah akan menghargai permintaan itu dan mengabulkannya. Sebab itu, orang Kristen diminta untuk “mengklaim” apa pun yang mereka minta. Untuk mendapatkan kemakmuran finansial, maka yang perlu dilakukan oleh orang percaya adalah mencari formula yang tepat berdasarkan kutipan ayat-ayat dan percaya bahwa Allah akan menutup segala kebutuhan harta tersebut. Pat Robertson, misalnya, yaitu pendiri Christian Broadcasting Network (CBN) dan pernah mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat, mengklaim memperoleh kunci-kunsi menuju kemakmuran dalam buku terlarisnya berjudul The Secret Kingdom. Prinsip ekonomi yang ditawarkan oleh Robertson ternyata tak lebih dari sistem kapitalisme yang memang digandrungi oleh rekan-rekan sejawatnya dari kubu Kharismatik.

Perkembangan yang lebih hebat lagi dari gerakan Kharismatik yaitu kepercayaan bahwa setiap orang Kristen adalah “allah-allah kecil.” Berdasarkan kata-kata Setan kepada Hawa, “Engkau akan menjadi sama seperti Allah” (Kej. 3.5), maka Earl Paulk, seorang yang dipandang orang Kharismatik sebagai nabi modern, mengatakan bahwa semua orang percaya dilahirkan sebagai allah-allah kecil, seperti anjing dan kucing punya anak-anak. Maka jika Allah memiliki anak, ia pun adalah satu allah. Mereka menafsirkan “gambar Allah” demikian. Jika manusia dicipta dalam gambar dan rupa Allah, maka ia harus mengetahui bahwa ia adalah allah kecil, bukan umat yang kerdil. Bila gereja gagal memahami kebenaran ini, maka upaya gereja untuk memperoleh kuasa akan terbatas sekali. demikian kata Paulk, sampai kita memahami bahwa kita adalah allah-allah kecil, dan mulai bertindak seperti allah-allah kecil, kita tidak dapat menyatakan (memanifestasikan) Kerajaan Allah.”

Simak juga kata-kata Kenneth Hagin, bahwa Allah datang untuk memberikan kita hidup yang kekal sehingga kita dapat memiliki natur ilahi. Perhatikan, “Yesus mula-mula ilahi, lalu menjadi insan. Maka, Ia bersifat ilahi-insani dalam tubuh manusia. Aku mula-mula insani, demikian pula dengan kamu, tetapi aku kemudian dilahirkan dari Allah, maka aku menjadi makhluk yang ilahi-insani.” Perhatikan, Hagin percaya bahwa ia adalah Allah-Manusia sama seperti Anak Allah yang kekal, Tuhan Yesus.

Demikian juga Kenneth Copeland, “Aku adalah satu allah kecil. Aku membawa nama-Nya. Aku satu dengan Dia. Aku dalam hubungan perjanjian. Aku adalah allah kecil. Enyahlah para pengritik.”

Robert Tilton pun mengatakan hal yang sama. “Kamu adalah . . . makhluk yang sejenis dengan Allah. Mula-mula kamu dirancang seperti Allah untuk menjadi allah di dalam dunia. Memang, manusia kehilangan kekuasaannya dan digantikan Iblis yang menjadi allah di dalam dunia ini.”

Monday, May 7, 2007

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 10: Gelombang Ketiga

Gelombang Ketiga

Istilah Gelombang Ketiga (Third Wave) diluncurkan oleh Peter Wagner, pengajar di Fuller Seminary pada tahun 1983. Kata ini membedakan gerakan yang tengah berkembang dari dua gerakan sebelumnya, yaitu Gelombang Pertama (Pentakosta) dan Gelombang Kedua (Kharismatik). Gerakan Gelombang Ketiga ini mengakui kedaulatan Allah dan menekankan bahwa baptisan di dalam Roh Kudus terjadi pada saat pertobatan, bukan pengalaman yang berikutnya setelah seseorang percaya (berkat kedua). Berbahasa lidah diterima sebagai salah satu tanda karunia rohani yang sah, tetapi bukan untuk semua orang percaya untuk kepentingan devosional (perenungan) sebagai bahasa doa, tetapi bukan tiket utama yang akan mengantar orang Kristen menerima berkat surgawi.

Gerakan ini identik dengan gebrakan yang dilakukan oleh John Wimber, pendeta Gereja Vineyard. Istilah lain yang dikenakan terhadap gerakannya ini adalah gerakan “tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban.” Wimber dipengaruhi oleh pandangan bahwa pelayanan Yesus merupakan tanda merekahnya Kerajaan Allah dengan cara memadukan berita Kerajaan Allah dengan demonstrasi (pengusiran setan-setan, menyembukan orang sakit, membangkitkan orang mati, dsb.). Pengikut-pengikut Kristus telah menerima kuasa dari Kristus serta harus memberitakan Kerajaan dan mempraktikkan kuasa demi nama-Nya. Kunci penginjilan yang efektif adalah dengan memadukan proklamasi (mengotbahkan Injil) dengan demonstrasi (tanda dan keajaiban). Kunci untuk menaklukkan penyakit dan penderitaan (tapi tak termasuk proses menjadi tua) adalah dengan mengklaim kuasa Kristus dan menolak dan menghardik penderitaan sebagai pekerjaan si jahat.

Vineyard berkali-kali mendapatkan cobaan dalam masalah kepemimpinan gerejawi. Sebenarnya, Wimber adalah seorang HT yang saleh, tetapi banyak muridnya yang justru mencoreng kredibilitas Vineyard. Pernah seorang muridnya sedang memimpin seminar di sebuah sekolah teologi di dekat Chicago, dan topik yang dibawakan adalah mengenai tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban. Tiba-tiba ia berhenti dan memperkatakan ucapan otoritatif dari Allah: “Ada seorang di sini yang bernama Bill, yang menderita sakit punggung, dan engkau memerlukan penyembuhan. Berdirilah, sebab Tuhan akan menyembuhkan engkau!” Ketika kata-kata ini terucap, tidak ada yang berespons. Lalu diulang lagi dengan penekanan lebih, dan kemudian diulang lagi. Akhirnya, seorang mahasiswa berdiri dan mengaku bahwa ia menderita sakit punggung, tetapi ia mengaku namanya adalah Mike. “Cukup dekat,” pembicara itu berkata, dan melanjutkan dengan doa kesembuhan.

Bob Jones, yang pernah menjadi pembantu Wimber, kedapatan melakukan pelecehan seksual kepada dua orang perempuan. Ia juga mengaku telah menggunakan posisi pelayannya untuk memanipulasi perempuan-perempuan tersebut dan juga telah memecah-belah gereja. Kesalahan ini ditulis secara detail sepanjang 6 halaman dan dikirimkan kepada pemimpin-pemimpin gereja dan media Kristen di seluruh dunia. Para pemimpin Vineyard percaya bahwa disiplin terhadap seorang pemimpin yang jatuh harus diumumkan sama halnya dengan ketenarannya pada waktu ia melayani.

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 9: Kharismatik Baru

Kharismatik Baru

Visi yang digemakan oleh gerakan Kharismatik Baru adalah bahwa Allah sedang memulihkan gerejanya pada hari-hari terakhir. Mereka percaya bahwa hasrat hati Allah ialah membangun gereja-Nya menurut kepenuhan yang ada di dalam Yesus Kristus. Sebelum semua ini sempurna, gereja harus membuka diri bagi karya Allah untuk mengerjakan pemulihan unsur-unsur penting: para rasul dan nabi, baptisan Roh Kudus, manifestasi-manifestasi supranatural, ibadah yang benar, dll. Mereka percaya bahwa Kristus tidak akan datang kembali sebelum gereja dipulihkan sepenuhnya menjadi sarana Allah untuk mengekspresikan karya-karya ajaib-Nya di muka bumi.

Mereka sering memakai istilah “kebenaran masa kini.” Mereka membedakan dirinya dari “kharismatik awal.” Kharismatik awal menekankan bahasa lidah, tetapi tidak pernah sampai kepada berkat-berkat kebenaran kenabian (profetis) yang dipulihkan melalui para nabi dan rasul modern. Sedangkan kharismatik baru menikmati berkat tambahan ini. Jadi, bagi mereka, terdapat tiga tingkat orang Kristen:

Kelas 1: Mereka yang berbicara dalam bahasa lidah dan menghidupi kebenaran masa kini.

Kelas 2: Mereka yang berbicara dalam bahasa lidah, tetapi dengan alasan tertentu gagal berjalan dalam kebenaran masa kini

Kelas 3: Mereka yang tidak berbicara bahasa lidah dan tidak menerima kebenaran masa kini, dan jumlah orang Kristen ini sangat banyak.

Menurut seorang nabi mereka, Bill Hamon, bila seorang Kristen tak menjadi seorang pemulih gereja yang total, mereka akan berkomplot dengan Antikristus. Jadi, gereja harus memulihkan segala sesuatu yang ada di dalam gereja di abad pertama. Gereja telah lama meninggalkan kebenaran ini, dan oleh sebab itu mereka harus kembali meneguhkan jabatan nabi-nabi dan rasul-rasul di dalam gereja. Seorang nabi modern bernama Earl Paulk menulis, “Ketika Roh Kudus menyatakan pikiran Sang Bapa kepada mereka yang disebut sebagai rasul-rasul dan nabi-nabi Allah, tubuh Kristus akan mengetahui wilayah-wilayah di mana mereka seharusnya melepaskan daya spiritual dan syafaat dan iman.”

Pemahaman seperti ini mengantar pada sistem “pemuridan” yang khas. Seorang nabi harus memuridkan nabi yang lebih muda. Para pengikut kharismatik baru mempercayai pentingnya paa nabi muda dididik dan dimuridkan oleh nabi yang lebih dewasa. Pengajaran menitikberatkan pada kepekaan terhadap “urapan baru” dalam diri para nabi muda. Karena itu tidaklah mengherankan bila gerakan ini giat membangun pusat-pusat pelatihan dan sekolah profetik. Mereka percaya bila seorang nabi dilatih dengan baik, mereka akan menyampaikan wahyu dan penerapannya dengan tujuan menggiatkan kerohanian umat Allah, sehingga mereka peka akan karunia-karunia Roh Kudus. Orang-orang Kharismatik baru percaya bahwa Allah masih mewahyukan dan menambahkan cara-cara dan sarana-sarana baru dalam pelayanan kenabian. Para hamba Tuhan yang diperlengkapi dengan serius akan menjadi penyalur isi hati, pikiran, perasaan dan kata-kata yang spesifik dari Allah, dengan tingkat keakuratan yang tinggi.

Demikian pula dengan keberadaan para rasul. Mereka percaya bahwa mandat yang diberikan oleh Allah kepada gereja-Nya adalah perluasan Kerajaan Allah di atas bumi, dan oleh karena itu Allah kembali mengaktifkan jabatan rasul dan pekerjaan pelayanan tim kerasulan. Mereka memahami jabatan rasul sebagai seseorang atau sekelompok orang (biasanya hamba Tuhan) yang berada di sebuah gereja lokal dan bekerja dengan giat untuk mendirikan gereja-gereja baru dan menjadi penilik bagi pembangunan kembali dan perkembangan selanjutnya gereja-gereja tersebut. Jadi, seorang rasul bertugas berkeliling ke gereja-gereja, dan mengamat-amati laju pertumbuhan gereja tersebut. Ia akan menyampaikan berita-berita yang tajam dan menusuk bagi gereja yang tidak lagi mawas akan kecacatan spiritualnya. Ia pun akan mengucapkan berita-berita penguatan yang berwibawa ilahi supaya gereja tidak terperosok ke dalam legalisme, ajaran sesat dan banyak lagi problem gereja. Setiap gereja yang mengabaikan ini akan kehilangan berkat-berkat Allah.

Sunday, May 6, 2007

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 8: Pentakosta Baru atau Kharismatik Awal

Pentakosta Baru atau Kharismatik Awal

Doktrin gerakan Pentakosta mengenai baptisan di dalam Roh Kudus atau berkat kedua ini mendapat tempat yang besar dalam sebuah organisasi persekutuan pebisnis Full Gospel Business Men’s Fellowship International (FGBMFI). Didirikan oleh Demos Shakarian, seorang jutawan yang memiliki pertanian yang luas di California Selatan. Ia merasa bahwa Allah menggerakkannya untuk memulai suatu gerakan para pebisnis yang dapat bersekutu bersama dari berbagai denominasi untuk berbagi iman di dalam Kristus.

Full Gospel atau “Injil Sepenuh” mencerminkan keyakinan mereka dan arah persekutuan ini. Tidak ada unsur yang dilarang untuk dilakukan di dalam persekutuan ini: berbicara bahasa lidah, kesembuhan, pengusiran setan—apa pun yang dialami oleh seseorang.

Pertemuan pertamanya pada bulan Oktober 1951 di Los Angeles mengundang Oral Roberts, seorang pengkhotbah KKR yang konon memiliki karunia kesembuhan. Dua tahun kemudian, Oktober 1953, FGBMFI sudah mengadakan pertemuan nasional seluruh USA. Usaha yang dilakukan sebagai hasil dari pertemuan ini adalah “menginjili” orang lain yang berada di gereja-gereja tradisional yang belum menerima baptisan Roh Kudus. Untuk seterusnya, persekutuan ini berupaya menjangkau orang-orang golongan non-Pentakosta dengan berita mengenai baptisan roh. Perlu untuk ditegaskan, mereka tidak mengharuskan orang-orang non-Pentakosta masuk ke gereja Pentakosta. Seorang Metodis bisa saja masuk ke persekutuan itu dengan skeptis (tidak percaya) namun keluar dengan berbahasa lidah, tanpa merasa dipaksa untuk meninggalkan gerejanya dan pindah ke gereja lain yang dipenuhi oleh Roh.

Selanjutnya, kita pun perlu menyebutkan peristiwa yang terjadi pada tanggal 3 April 1960. Pdt. Dennis J. Bennet dari gereja St. Mark Episcopal (Anglikan) di Van Nuys, California, mengumumkan kepada jemaatnya bahwa ia telah menerima kepenuhan dan kuasa Roh Kudus yang dibarengi dengan berbicara dalam bahasa-bahasa asing. Peristiwa inilah yang sering dikatakan sebagai awal gerakan Kharismatik.

Dalam tiga kali kebaktian pada Minggu Sengsara, Bennet dengan tenang menerangkan bagaimana ia dan anggota jemaatnya menerima baptisan Roh Kudus dengan bukti berbahasa lidah. Setelah mengalami perlawanan di dua kebaktian, maka pada kebaktian yang ketiga, ia mengumumkan pengunduran dirinya. Beberapa bulan setelah itu, ia menerima undangan sebagai vicar (pembantu pendeta) di Gereja Episcopal St. Lukas di Seattle, Washington, yang di kemudian hari menjadi salah satu gereja kharismatik terkuat di bagian Timur Laut USA. Gereja ini menjadi pusat berita mengenai baptisan Roh Kudus, dan berhasil mengajak ribuan orang, termasuk para rohaniwan dari gereja-gereja arus utama, untuk menerima pengalaman kharismatik. Menjelang tahun 1966, pengalaman Pentakosta juga merasuk ke dalam Gereja Katolik Roma, dan sekitar tahun 1974 lebih dari 30.000 orang Pentakosta Katolik berkumpul di Notre Dame untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-8.

Pada pertama kali berdirinya, mereka tidak suka dengan label “Neo-Pentakosta” dan lebih memilih “Pembaruan Kharismatik.” Mereka menerima pengalaman Pentakosta dan perlunya karunia-karunia rohani, namun menolak penekanan bahwa bahasa lidah adalah ciri utama bila seseorang telah menerima baptisan Roh. Bagi mereka, bahasa lidah adalah salah satu dari karunia rohani yang dicurahkan oleh Roh, tetapi bukan bukti utama. Sebagian orang Kharismatik menolak bahwa bahasa lidah merupakan pengalaman nyata dari baptisan kedua, tetapi menerimanya hanya sebagai salah satu karunia. Persamaan keduanya ialah, bahwa pembaruan rohani yang berkembang di dalam diri orang-orang percaya akan membangkitkan kharismata, karunia-karunia seperti yang ada di dalam Kitab Suci, sebagai kelengkapan pelayanan gereja.

Dapatlah disimpulkan, tujuan utama gerakan Kharismatik adalah keterbukaan kepada daftar panjang karunia seperti termaktub di dalam 1 Korintus 12.8-10 (kata-kata hikmat, kata-kata pengetahuan, iman, kesembuhan, bahasa lidah, dan penafsiran bahasa lidah). Mereka percaya bahwa semua karunia ini adalah bagi gereja pada masa kini. Kebanyakan orang Kharismatik menekankan pentingnya tiap-tiap orang Kristen untuk tinggal di dalam gerejanya masing-masing dan bertindak sebagai ragi rohani bagi orang Kristen lain di gerejanya. Visi mereka yakni semua gereja mengalami kebangunan manakala Roh Allah bergerak dalam cara yang baru, dan bahwa tubuh Kristus akan bersatu dan membenamkan diri dalam kemerdekaan Kristus yang dicurahkan oleh Roh Kudus.

Namun di sisi lain, perlu juga kita cermati sisi pengajaran yang ditawarkan. Gerakan ini telah membuka terlampau banyak pintu bagi pengalaman rohani dan pengaruh yang terus-menerus dari pengalaman tersebut yang diambil dari ide-ide non-biblikal (tidak alkitabiah). Banyak yang malahan menjadi yakin kepada pengalaman-pengalamannya sendiri (bahasa lidah, nubuatan, wahyu baru, dll.). Mereka menganggap bahwa pengalaman tersebut merupakan bukti yang sah untuk mengenal Allah. Pendekatan seperti ini tentu saja sangat merusak, sebab pada akhirnya terdapat kebingungan di dalam tubuh gerakan Kharismatik sendiri, yakni mengenai pengalaman siapa yang benar. Terlalu banyak pengalaman-pengalaman yang kontradiktif satu dengan yang lainnya. Maka, menitikberatkan iman kepada pengalaman sesungguhnya seperti menanam benih-benih berbahaya yang di kemudian hari bertumbuh menjadi lebih ekstrem.

Saturday, May 5, 2007

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 7: Pentakostalisme Awal

Pentakostalisme Awal

Kita harus menyebut nama Charles Fox Parham dan William J. Seymour sebagai para pelopor gerakan Pentakosta klasik. Keduanya berasal dari latar belakang Gerakan Kekudusan, dan dipengaruhi oleh teologi Arminian. Di awal tahun 1900, Parham membuka Bethel Bible School of Topeka, di Kansas. Ketika mengajarkan Kisah Para Rasul, ia mengajak murid-muridnya untuk bersiap diri bila pada suatu saat menerima karunia-karunia yang sama seperti yang dicurahkan pada Pentakosta di Yerusalem.

Dampak pengajaran ini sangat hebat. Pengajaran ditambah dengan doa-doa yang emosional, dan mereka tahan berdoa berjam-jam, ditambah dengan berpuasa. Mereka sungguh-sungguh menantikan karunia Pentakosta. Hingga pada pergantian tahun, 1 Januari 1901, salah satu murid Parham bernama Agnes N. Ozman berbicara dalam bahasa lidah ketika Parham berdoa dan menumpangkan tangan, lalu diikuti oleh murid-murid lainnya dan akhirnya Parham sendiri.

Di sinilah awal munculnya pendogmaan bahwa bahasa lidah (glossolalia) adalah bukti pertama dari baptisan Roh Kudus yang dilakukan lewat penumpangan tangan. Maka mulailah Parham menjadikan peristiwa ini sebagai inti khotbah-khotbahnya. Ia menentang paham bahwa karunia rohani supranatural sudah berhenti bersama dengan wafatnya para rasul.

Sayangnya, Pentakosta awal dinodai oleh tindakan Parham sendiri. Ia adalah seorang yang rasis, dan bersimpati kepada Klu Klux Klan, dan membenci orang kulit hitam. Demikian pula kehidupan seksualnya. Pada bulan November 1907, ia ditahan dengan tuduhan melakukan sodomi di Texas.

Gebrakan gerakan Pentakosta selanjutnya terjadi pada tahun 1906 melalui William Joseph Seymour. Ia adalah mantan murid Parham, dan mendengar pengajaran hanya dari luar ruang kelas.

Karena tidak puas dengan pengajaran Parham, akhirnya Seymour mandiri. Ia meggunakan bangunan di Jalan Azusa, California, dan organisasinya terkenal dengan Azusa Street Mission. Pada tanggal 9 April 1906, suatu manifestasi bahasa lidah yang luar biasa terjadi dalam skala yang sangat besar di antara jemaat Azusa. Karena pertumbuhan yang sangat cepat, maka mereka pindah ke Jalan Azusa No. 312 dengan menempati gereja Metodis tua.

Seymour segera menerbitkan surat kabar Apostolic Faith untuk menyebarkan ajaran bahasa lidah. Namun sayangnya, kejayaan itu tidak berlangsung lama. Parham dan Seymour saling menuduh bahwa mereka menjadi alat Iblis. Yang aneh pula, dalam pertemuan Azusa itu, ternyata yang datang tidak hanya orang Kristen, tetapi juga dihadiri oleh kaum spiritualis, cenayang (perantara dengan dunia orang mati), hipnotisi, dan orang-orang yang suka hal-hal gaib.

Dan oleh karena tumpukan masalah yang terjadi pada aras kepemimpinan, kejayaan Misi Azusa kian redup. Pada tahun 1923, Azusa diambil alih oleh berbagai badan misi Pentakosta, dan akhirnya pecah menjadi berbagai gereja: Church of God in Christ, Assemblies of God, United Pentecostal Church dan Pentecostal Church of God.

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 6: Gerakan Kekudusan


Gerakan Kekudusan

Jembatan Metodisme yang lahir pada abad ke-18 dan Pentakosta pada abad ke-20 adalah Gerakan Kekudusan yang berkembang di Amerika dan Inggris, namun juga di Jerman bahkan sampai ke Afrika Selatan. Sebagian pemeluknya berasal dari Metodis, tetapi sebagian lagi dari Presbiterian dan Calvinis. Salah satu teolog Reformed-Calvinis yang masuk ke dalam gerakan ini adalah pengkhotbah bernama Jonathan Edwards dan George Whitefield.

Namun di Amerika juga, persekutuan-persekutuan Kekudusan kebanyakan bersifat Metodis. Salah satunya dipimpin oleh seorang pengkhotbah KKR Charles G. Finney (1792-1875). Ia menekankan kemampuan manusia untuk mengadakan kebangunan rohani gereja. Ia membangun sistem doktrin yang disebut sebagai “Gerakan Keselamatan,” yang dicirikan oleh keharusan memiliki pengalaman yang lebih dalam dari seseorang yang telah menerima keselamatan, yaitu “baptisan di dalam Roh Kudus.” Finney menyebutnya sebagai “suatu perasaan seperti gelombang-gelombang listrik yang berjalan melalui Anda bagaikan gelombang-gelombang kasih yang memecah.”

Jadi, lebih dalam dari ajaran Metodisme Wesley, Finney mengajarkan adanya tingkat ketiga dalam pengalaman hidup orang Kristen:

Baptisan dalam Roh Kudus
(berkat kedua)

Pengudusan Ganda

Pertobatan

Pengaruh besar terhadap gerakan Pentakosta juga diperoleh dari R. A. Torrey. Ia mendata adanya tujuh langkah seseorang niscaya sampai menikmati berkat kedua. Beberapa langkah yang penting menuju berkat kedua tersebut adalah:

· Pertobatan kepada Allah

· Keinginan yang kuat agar dianugerahkan berkat kedua

Di sini kita melihat cikal bakal pemikiran bahwa orang percaya seolah-olah berhak untuk menuntut anugerah khusus dari Roh Kudus. Perhatikan kisah pertobatan Torrey, “Tuhan, jika Engkau tidak menganugerahkan berkat kedua itu kepada saya, saya tidak akan pernah mau berkhotbah lagi.” Demikianlah Torrey meminta berkat tersebut, dan ia mengerti pengalaman khusus ini sebagai kuasa Allah yang dahsyat yang mengisi hatinya, dan ia dipenuhi dengan sukacita besar dan kekuatan serta keberanian untuk mengabarkan Injil Allah.

Perlu kita catat, Torrey menolak praktik berbahasa lidah, yang oleh gerakan Pentakosta dan Kharismatik menjadi ciri khas berkat kedua tersebut. Namun Torrey dengan paham Arminianismenya telah memberikan sumbangsih yang besar terhadap pemikiran Pentakosta yang mengajak orang percaya untuk menuntut Allah.

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 5: Metodisme


Metodisme

John Wesley (1703-1791), pendiri Metodisme, disebut-sebut sebagai cikal bakal Pentakostalisme, sebab gerakan pentakosta banyak sekali mengadopsi pemikiran dan pendekatan teologisnya. John dilahirkan pada tahun 1703, sedangkan Charles 1707 dari latar belakang Gereja Anglikan, dari keluarga Kristen yang saleh. Mereka belajar di Universitas Oxford dan menjadi anggota Holiness Club, Kelompok Kekudusan. Kelompok ini merupakan persekutuan rohani yang bertujuan menekankan pembaruan rohani melalui disiplin membaca Alkitab setiap hari, berdoa dan kesalehan pribadi.

Bersama dengan adiknya, Charles Wesley (yang menggubah banyak himne gereja), John Wesley menekankan pentingnya “bukti” atas keselamatan pribadi. Ia berkelana ke Amerika Serikat sebagai misionaris di koloni Georgia, namun tanpa kepastian keselamatan. Ia belum mendapatkan tanda ilahi akan keselamatan. Hingga pada tanggal 24 Mei 1738, ia mengalami “pertobatan” yang dinanti-nantikan itu! Kejadian ini dikenal lewat tulisan John sendiri dalam The Aldersgate Experience. Menurut kabar, pertobatannya ini terjadi manakala sang pemimpin kelompok kecil membacakan “Pendahuluan dari Tafsiran Surat Roma” dari Martin Luther. Wesley menulis, “Kira-kira pada jam 8.45, pada saat pembacaan mengenai perubahan yang dikerjakan Allah dalam hati melalui iman kepada Yesus Kristus, tiba-tiba saya merasakan hati saya menjadi hangat secara ajaib. Saya menghayati secara mendalam bahwa saya beriman kepada Kristus, Kristus saja bagi keselamatan saya . . .”

Meski secara doktrinal ia setuju dengan Luther bahwa seseorang dibenarkan melalu i iman, tetapi ia berbeda dalam hal doktrin “anugerah awal” (prevenient grace) dan “kesempurnaan” (perfection) atau “pengudusan ganda” (double sanctification).

· Doktrin anugerah awal adalah anugerah Allah yang diberikan kepada setiap manusia sehingga manusia—meskipun ia berdosa—tetap mampu memilih berbalik kepada Allah. Jadi anugerah ini merupakan kekuatan kehendak bebas untuk memulai pertobatan dari dosa.

· Doktrin kesempurnaan menegaskan bahwa seorang Kristen dalam peziarahan hidup di bumi dapat mencapai kekudusan kasih yang sempurna melalui pengudusan ganda.

· Doktrin pengudusan ganda yaitu pengudusan secara penuh sebagai suatu karya anugerah yang kedua. Melalui cara ini, orang percaya dapat sampai kepada kekudusan yang sempurna. Wesley menyebutnya “hidup yang berkemenangan.”

Dua doktrin terakhir di atas merupakan kekhasan gerakan Pentakosta dan Kharismatik. Jadi bila kita simpulkan, menurut Wesley, yang paling penting dalam hidup orang percaya adalah memperoleh bukti melalui pengalaman iman khusus yang terjadi melalui campur tangan Roh Kudus secara langsung dalam hati setiap orang. Ini merupakan keharusan dalam diri setiap orang percaya, dan kemudian disebut sebagai “berkat kedua” (second blessing).

Metodisme telah mewariskan penekanan yang penting sekali pada “kehendak bebas” manusia. Jika manusia sendiri memang mampu untuk mengusahakan tingkat kerohaniannya, maka melalui usahanya sendiri ia bisa mencapai tingkat rohani yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengalaman iman yang khusus itu.

Friday, May 4, 2007

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 4: Quakers & Shakers


Quakers dan Shakers

Salah satu cabang Anabaptisme yang mengembangkan spiritisme radikal adalah Gerakan Quaker (ingat Quaker Oates!). Gerakan ini dimulai oleh George Fox (1624-1691). Ia membedah kesesatan gereja dari zaman PB dan mengklaim bahwa Kristus akan segera mendirikan Gereja yang benar. Sistem kepercayaan dan ritual tidka dapat menyelamatkan, hanya Terang Batin saja yang mampu menjadi jalan menuju Kristus. Maka, gereja yang benar haruslah bersekutu dalam keheningan, dan menantikan Roh Kudus mengilhami seseorang untuk berdoa secara spontan, berkhotbah atau bersaksi. Pelayanan bersifat sukarela, tidak dibayar dan tidak ada imam atau pendeta yang tertahbis.

Ann Lee, seorang migran dari Inggris dan ibu dari empat anak (semua meninggal ketika masih bayi) memulai gerakan the Shaking Quaker di New York. Karena ia tak pernah merasakan pernikahan yang bahagia, maka ia bersikap ekstrem, dengan menentang pernikahan dan menganjurkan pengikutnya untuk pantang melakukan hubungan seksual. Ia percaya akan adanya glossolalia dan karunia penyembuhan. Dalam ibadah, ia menganjurkan semua jemaat menari-nari, sebagai simbol mengguncang (to shake) dosa, kejahatan dan keinginan seksual. Oleh karena itu gerakan ini disebut juga Shakers (Para Pengguncang atau Pengocok). Di dalam kebaktian diizinkan adanya tertawa kudus (holy laughter), berbahasa lidah, bernubuat serta berkomunikasi dengan arwah orang mati.

Coba perhatikan gaya ibadah mereka berikut ini. Setiap orang bertindak untuk dirinya sendiri, dan hampir tiap orang berbeda dengan yang lain: yang satu akan berdiri dengan tangannya merentang, bertingkah dengan posisi yang aneh, dan mereka menyebutnya “tanda-tanda”; yang lain akan menari, dan kadang-kadang melompat-lompat dengan satu kaki di atas lantai; yang lain lagi akan menjatuhkan diri akibat berputar-putar, sedemikian cepat, sehingga kalau dia adalah seorang perempuan, pakaiannya akan dipenuhi dengan angin, seolah-olah mereka dikuasai oleh suatu kuasa; yang lain lagi akan menjatuhkan diri ke lain tidak berdaya . . . kadang-kadang merintih dengan sedih; beberapa orang bergetar dengan sangat hebat; yang lain bertingkah seolah-olah seluruh syaraf mereka kejang; yang lain lagi mengayun-ayunkan tangan mereka dengan penuh kekuatan seolah-olah mereka adalah roda yang tengah berputar, dan sebagainya.

Cobalah Anda mengambil waktu untuk merefleksikan ritus yang seperti di atas dengan fenomena yang Anda jumpai di lingkungan Anda.

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 3: Anabaptisme


Anabaptisme

Di era Reformasi, gerakan spiritualis dipelopori oleh Gerakan Anabaptis. Bersama-sama para reformator, mereka menemukan banyak sekali kerusakan di tubuh Gereja Katolik Roma dan teologinya, namun mereka pun segera memisahkan diri dari ajaran Luther.

Penekanan utama dari gerakan ini yang berbeda dengan para reformator adalah mengenai dosa. Luther dan para reformator memahami dosa dalam kerangka pemikiran Augustinus, yakni hilangnya kapasitas manusia untuk dapat membuat keputusan berdasarkan kehendak pribadi bagi keselamatan. Bagi kaum Anabaptis, hal ini mustahil, sebab, bagaimana mungkin seseorang dapat sungguh-sungguh bertobat dan berkomitmen bila tidak ada kemerdekaan kehendak. Titik pijak penting dalam teologi Anabaptisme bukanlah dosa mula-mula kerusakan total manusia, tetapi berjalan dalam kehidupan yang baru, meneladani Kristus.

Konkretnya, dengan mengambil langkah iman nir-kekerasan, menolak perang atau terlibat dalam ketentaraan serta sumpah. Bagaimana caranya? Mereka bergantung kepada Roh Kudus untuk memberi tahu mereka firman Allah. Secara natur, mereka adalah kaum biblisis (literalis Alkitab). Hanya saja, kebanyakan dari pengikut pertamanya adalah buruh kecil dan melarat, dan buta aksara. Jadi, spiritualisme mereka nampak tatkala mereka berkumpul untuk bersekutu dan berdoa bersama. Bila ada yang melek huruf, mereka membaca dan langsung menerapkan apa yang dibaca. Bila tidak ada yang dapat membaca, maka pesan itu disampaikan oleh Roh Kudus. Apa yang akhirnya terjadi? Gerakan ini sangat berkembang, namun tak jarang kecenderungan-kecenderungan subjektifistik dan spiritualistik pun muncul.

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 2: Montanisme


Gerakan Montanis

Gerakan ini dipelopori oleh Montanus pada sekitar tahun 170 M. di Frigia. Ia adalah mantan imam di Cybele, Frigia. Menurutnya, gereja terlalu kering, karena terlalu mengurusi ortodoksi ajaran. Maka, ia pun menuntut sesuatu yang lebih, yaitu karya yang lebih bebas dari Roh Kudus, dengan cara seseorang dapat menerima pewahyuan secara langsung dari Roh Kudus. Lebih-lebih, nubuat memiliki timbangan lebih berat ketimbang Perjanjian Baru.

Hal ini dibuktikannya sendiri. Pada suatu kali, Montanus mengucapkan nubuat-nubuat dalam keadaan tak sadarkan diri (ekstatis). Keadaan ini diyakini sebagai tanda bahwa ia tengah dirasuki oleh Roh Kudus, dan dianggap sebagai medium Roh Kudus untuk memberikan wahyu yang baru.

Gerakan ini berkembang sangat pesat. Banyak orang Kristen kala itu yang menentang gerakan ini, sebab mereka percaya apa yang dikatakan oleh Montanus berlawanan dengan ajaran gereja. Bahkan beberapa orang menganggap Montanus dirasuk setan, dan coba-coba ditengking, tetapi mereka tak berdaya, sebab dukungan yang makin banyak dari para pengikutnya. Sejumlah majelis gereja lokal mengutuk nubuat-nubuat Montanus, tetapi toh tidak berdaya, bahkan menyebabkan perpecahan gereja-gereja.

Dalam melakukan gerakannya, Montanus di-back up oleh dua orang perempuan, yaitu Priska dan Maximilla. Ketiganya adalah trio nabi. Mereka tidak pernah mengajar bahwa semua orang Kristen mendapat karunia bernubuat. Karena itu, meski pengikut mereka tidak mendapatkan nubuat secara langsung dari Allah, namun setelah ketiganya meninggal, para pengikut mereka memuja-muja nubuat-nubuat yang disampaikan oleh ketiga nabi tersebut.

Gerakan ini berhasil mempertobatkan seorang pemikir penting dari Afrika, yakni Tertulianus. Ia sesungguhnya tertarik dengan tingginya disiplin gerakan ini.

Montanisme memicu perdebatan yang berkepanjangan mengenai validitas nubuatan ekstatis, namun perhatian kemudian meluas lagi kepada masalah yang lebih pokok, yakni apakah gereja perlu mengharapkan wahyu baru setelah era para rasul berakhir. Montanisme sebenarnya gagal dalam meyakinkan gereja bahwa gerakan nubuatan seperti ini dapat menambahkan sesuatu yang baru terhadap kanon Alkitab. Gereja disebut benar bila setia kepada ajaran para rasul, dan nubuat pun berhenti seraya berlalunya era kerasulan. Akhirnya, sinode Antiokhia memvonis ajaran ini sebagai bidah Gereja.

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 1: Pendahuluan


Pendahuluan

Pada tahun 1900, hampir 77% jumlah orang Kristen berada Di Eropa dan Amerika Utara. Namun pada tahun awal 2000, hanya tinggal 37% yang ditemukan di sana. Para sosiolog menganalisis bahwa sampai tahun 2025, kecenderungan ini akan terus berlangsung. Dari total seluruh pemeluk Kristen, 31% adalah pengikut Pentakosta dan Kharismatik.

Apa yang disebut sebagai “kharismatik”? Kata ini dikembangkan dari kata Yunani kharismata, yang berarti “karunia-karunia” (bentuk tunggalnya kharisma). Lebih khusus, artinya adalah karunia-karunia rohani bagi gereja yang diberikan oleh Kristus, Sang Tuhan Gereja. Satu ciri gereja kharismatik adalah adanya “alergi” terhadap hal-hal ritual-dogmatis, digantikan dengan kebebasan dan dinamika roh yang nampak dalam fenomena spiritual. Antusiasme, gelora semangat yang menggebu-gebu serta gejala-gejala supranatural mewarnai spiritualitas kharismatik. Oleh sebab hal ini, maka pengalaman pribadi diberi ruang yang sangat luas, sedangkan penalaran teologis diminimumkan. Bila dalam kekristenan tradisional, pendekatan berteologi dilaksanakan dengan

firman + penafsiran + penerapan kontekstual

maka kekristenan kharismatik:

pengalaman + kesejajaran alkitabiah + perohanian

Meskipun makin banyak cendekiawan kharismatik yang menuliskan rumusan teologis, bahkan teologi sistematik, namun aras akar-akar rumput (grass roots) nampaknya tidak pernah sampai tersentuh oleh pemahaman teologis yang diharapkan. Sehingga, tidak ada patron teologis dalam gerakan kharismatik. Tetap saja, doktrin-doktrin alkitabiah adalah sekunder, sedangkan pengalaman akan Allah secara pribadi menjadi sangat menonjol. Oleh karena sifat longgarnya inilah maka di dalam tubuh gerakan kharismatik banyak terdapat cabang dan sub-cabang dengan berbagai sebutan: revival, renewal, Third Wave, Charismatic Wave, Healing, Miracles, Signs and Wonders, dan lain-lain.

Dalam pada itu, kita pun perlu mengajukan apresiasi terhadap gerakan ini, oleh sebab di dalamnya kita akan menjumpai suatu hasrat yang menggelora serta tekad bulat untuk mendukung pekerjaan misi secara global; mengalami Allah secara pribadi dalam kehidupan devosional yang diperkaya, ibadah yang antusias dan meriah, serta kehidupan moral yang diperbarui secara radikal; dan juga penantian yang sepenuh hati terhadap kembalinya Kristus.

Pemahaman yang baik dan objektif terhadap gerakan ini perlu didapatkan dengan menelisik akar historisnya. Gerakan ini tidak muncul dengan sendirinya. Sejak abad II M. telah ada cikal bakal gerakan Pentakosta dan Kharismatik, terus melaju ke abad Reformasi, Metodisme, Gerakan Kekudusan, Pentakosta Klasik (awal abad XX), dan Pentakosta Baru atau Kharismatik (tahun 1960-an), Kharismatik Baru dan Gelombang Ketiga (1980 – sekarang).

Thursday, May 3, 2007

Belajar Mempercayai Allah


BELAJAR MEMPERCAYAI ALLAH
Yosua 10

Selamat datang di Sekolah Kehidupan! Sekolah ini bebas uang gedung, SPP ataupun beban SKS. Pengajarnya adalah Allah, yang disebut sebagai TUHAN kovenan, Ia yang mengikatkan perjanjian kepada orang Israel. Kurikulumnya disusun berbasis kompetensi: Allah yang setia dengan perjanjian-Nya, dan umat yang bertanggung jawab kepada perjanjian tersebut. Di sini kita bersama-sama belajar banyak mata pelajaran—baik pelajaran-pelajaran yang gampang dicerna, maupun yang sukar diterima; yang mudah untuk diikuti, tetapi juga sukar untuk dipahami. Namun, di sekolah ini, kita tidak akan pernah lulus, diwisuda dan mendapat diploma (ijazah)!

Siap dengan pelajaran hari ini? Pelajaran kita hari ini adalah mengenai “percaya kepada Allah.” Mengapa Allah layak dipercaya? Sebab Allah setia dengan perjanjian-Nya. Perhatikan, Tanah Perjanjian dan kemenangan demi kemenangan diberikan oleh Allah, tepat seperti yang Ia pesankan kepada para patriakh—leluhur-leluhur Israel—Abraham, Ishak dan Yakub. Kepada Musa, Allah menekankan bahwa penjamin perjanjian itu semata-mata adalah kasih Allah (Ul. 4.37-38), bukan kuat lagi gagah Israel (Ul. 8.17); hanya kebenaran Allah saja yang membuat segala sesuatu berhasil (Ul. 9.6).

Bukalah buku pelajaran hari ini, dan bacalah baik-baik Yosua 10, tapi siapkan juga pasal 6–12. Siapa yang berperang bagi Israel jika bukan Allah? Tetapi Allah akan membela umat-Nya bila memang mereka bertanggung jawab dengan bagian mereka, untuk berlaku patuh kepada perjanjian Tuhan. Sekali-kali di dalam tubuh Israel kedapatan cacat kepada perjanjian itu, Allah tak akan mengurangi standar—pasti ada batu-batu tajam yang menjadi perintang bagi perjalanan umat memasuki Tanah Perjanjian! Peristiwa Ai dan persekutuan dengan orang-orang Gibeon menyatakan kebenaran ini.

Tentang persekutuan dengan orang-orang Gibeon, mereka tidak bertanya kepada Allah (9.14). Namun, tetap pemeliharaan Allah dinyatakan juga: homo confusione, Dei providentia—kekacauan di pihak manusia, namun toh pemeliharaan Allah ada. Allah yang berjanji tiada pernah mengingkarinya. Sekarang umat Allah menghadapi persekongkolan yang dikomandoi oleh Adoni Zedek (10.3). Allah menjamin kemenangan sekali lagi (10.8), sehingga umat menggempur mundur musuh dan membunuh banyak orang dengan pedang (ay. 11). Kota-kota di bagian Selatan Kanaan pun takluk.

Di dalam penyertaan Allah, umat memandang betapa besarnya pekerjaan-pekerjaan-Nya, dan betapa ajaib-Nya perbuatan tangan-Nya. Tangan-Nya yang kuat teracung, siapakah yang tahan menghadapi-Nya? Coba buka pula Mazmur 44.2-4, “. . . bukan lengan mereka yang memberikan mereka kemenangan, melainkan tangan kanan-Mu dan lengan-Mu dan cahaya wajah-Mu, sebab Engkau berkenan kepada mereka.” Demikian pula credo (pengakuan iman) dari satu mazmur yang paling “berpusatkan Allah,” yakni Mazmur 78, sang pengarang mengklaim bahwa kemenangan Allah saja yang membebaskan mereka dari Mesir ke tanah perjanjian, dan menghalau bangsa-bangsa (78.54-55).

Tiada beda pengakuan rasul Paulus yang pasti mengenal baik kisah masuknya orang-orang Israel ke Tanah Perjanjian. Sampai kelak Israel yang baru memasuki Tanah Perjanjian Kekal, ternyata lagi-lagi bukan berdasarkan kekuatan manusia. Seluruh ciptaan menantikan masanya “dibebaskan dari perbudakan kebinasaan” dan “masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah” (Rm. 8.21). Bagaimana cara kerja Allah? Allah bekerja di dalam karya Yeshua (atau Yoshua) Sang Mesias, Yesus Kristus (7.25), serta melalui Roh-Nya (8.16-17).

Jadi, apa artinya “belajar mempercayai Allah”? Kita hidup di dalam kuasa kematian dan kebangkitan Kristus, dipersatukan dengan Kristus sang Pembebas; serta hidup di dalam kuasa Roh Kudus-Nya. Itu semua dikerjakan oleh Allah. Namun segala sesuatu yang Allah kerjakan itulah yang memampukan kita untuk setia sampai akhirnya. Pengharapan itu menjadi milik kita hingga akhirnya. Jaminan itu kekal.

Yakinlah, Sekolah Kehidupan itu, bagi kita yang percaya kepada Mesias Yesus, adalah “Sekolah Roh Kudus”! Wisuda kita yakni pada masa kita dipermuliakan untuk menikmati persekutuan dengan Dia selama-lamanya.

TERPUJILAH ALLAH!

Tuesday, May 1, 2007

Stres dan Tubuh 4: Menghargai Tubuh


STRES DAN TUBUH 4

Apakah kaitan tubuh dengan stres? Banyak orang menganggap aneh, bahwa memperhatikan tubuh ada kait-mengaitnya dengan stres dan spiritualitas. Sesungguhnya, memanglah demikian. Komponen fisik ternyata peka pada stres. Stres melekat pada tubuh dan menyerang bagian tubuh yang paling lemah. Kita tidak dapat mengendalikan stres tanpa memelihara tubuh.

Akan tetapi, ada masalah yang lebih dalam muncul. Di masa lampau, Kekristenan Barat sering tidak menghargai tubuh. Paling-paling tubuh diterima keberadaannya sebagai sesuatu yang alami. Lebih buruk lagi, tubuh dianggap sebagai sesuatu yang jahat. Dari kedua pandangan tersebut, kita memisahkan diri rohani dari diri badani kita. Cara pandang ini menciptakan suatu ketegangan abadi di dalam diri kita, pencabikan diri kita yang sebenarnya ke dalam dua bagian. Hal ini dengan sendirinya menciptakan stres batin untuk hidup.

Sebelum kita melakukan diet, atau tidur, atau berolah raga atau bersantai, kita harus terlebih dahulu menghargai tubuh. Kita harus memandang tubuh sebagai bagian yang penting dari siapa kita dan apa yang kita lakukan. Kita harus melihat tubuh sebagai bagian yang penting dari perjalanan spiritual kita yang diberikan kepada kita oleh Sang Pencipta.

Iman Kristen sungguh-sungguh bersifat penjelmaan. Allah datang dalam wujud manusia. Arti hidup ditemukan di mana daging dan roh berjumpa. Tidak menilai tubuh secara tepat berarti merampas makna hidup dan membangunnya di dalam diri kita suatu stres abadi. Kehidupan demikian ibarat hidup dengan bak yang bocor.

Stres dan Tubuh 3: Berolah Raga dan Bersantai


STRES DAN TUBUH 3

Para dokter mengingatkan bahwa kurang olah raga adalah risiko kesehatan yang paling serius yang kita hadapi. Berolah raga dengan giat dapat menekan rasa lapar, merangsang kreativitas, melawan depresi, menurunkan berat badan, dan menurunkan stres. Jika kita tidak berolah raga secara teratur, kita hidup dengan bak penampung bocor yang segera akan kering!

Dua puluh menit sehari, tiga kali seminggu, itulah yang diperlukan untuk membangun cadangan fisik melalui olah raga. Berlari, berenang, bersepeda atau berjalan-jalan santai mempersiapkan tubuh kita menghadapi stres. Pada saat kita berpikir bahwa tidak ada risikonya membiarkan satu minggu, atau satu bulan, atau satu tahun belalu tanpa olah raga, apa yang sebenarnya sedang terjadi hampir sama dengan membiarkan kebocoran semakin besar di dalam bak penampung kita. Apabila suatu hari kita datang kepada bak itu, bak itu kering.

Rasul Paulus berbicara mengenai kehidupan spiritual sebagai suatu perlombaan lari dan melatih tubuhnya dan menguasainya dalam segala hal sebagai suatu persiapan bagi perlombaan itu (1Kor. 9.24). Berolah raga adalah suatu cara di mana kita mempersiapkan tubuh kita dan diri kita bagi perlombaan hidup.

Di sisi lain, bersantai juga penting. Herbert Benson menemukan bahwa dengan mengajar orang untuk bersantai, tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa turun atau bahkan hilang bagi banyak orang. Ditemukan bahwa mempelajari bentuk bersantai yang sederhana dapat mengubah stres psikologis pada tubuh. Kemudian, ia menemukan bahwa memadukan latihan-latihan bersantai yang sederhana dengan kepercayaan-kepercayaan spiritual yang mendalam dari seseorang dapat meningkatkan kesejahteraan orang tersebut. Benson menganjurkan agar dua kali sehari, yaitu pada waktu yang ditentukan, seseorang hendaknya menemukan posisi yang nyaman, menutup mata, mengendorkan otot-otot, mengatur pernapasan, dan dengan sikap yang pasif, memusatkan perhatian pada sebuah kalimat atau kata yang merupakan pusat sistem kepercayaannya.

Jika kita mengikutsertakan tubuh kita dalam setiap waktu dari doa harian kita, maka kita dapat membangun sebuah waduk dalam tubuh kita yang akan membantu kita menghadapi stres hidup. Waktu doa harian untuk bersyukur atas tubuh kita, kemudian mengambil waktu guna membiarkan tubuh kita bersantai, sangatlah penting. Kadang-kadang, pikirkanlah adanya tekanan dalam masing-masing otot meluncur keluar dan menyusup masuk ke lantai. Atau di lain waktu, pikirkan cahaya Kristus memenuhi dan menghangatkan setiap bagian tubuh Anda. Perhatikan juga pernapasan Anda, atau pusatkan perhatian pada sebuah doa kuno Gereja, tariklah napas dalam-dalam dan katakan, “Tuhan Yesus Kristus,” kemudian menghela napas dan berkata, “Kasihanilah aku.”