Friday, May 4, 2007

Sekilas Sejarah Gerakan Kharismatik 2: Montanisme


Gerakan Montanis

Gerakan ini dipelopori oleh Montanus pada sekitar tahun 170 M. di Frigia. Ia adalah mantan imam di Cybele, Frigia. Menurutnya, gereja terlalu kering, karena terlalu mengurusi ortodoksi ajaran. Maka, ia pun menuntut sesuatu yang lebih, yaitu karya yang lebih bebas dari Roh Kudus, dengan cara seseorang dapat menerima pewahyuan secara langsung dari Roh Kudus. Lebih-lebih, nubuat memiliki timbangan lebih berat ketimbang Perjanjian Baru.

Hal ini dibuktikannya sendiri. Pada suatu kali, Montanus mengucapkan nubuat-nubuat dalam keadaan tak sadarkan diri (ekstatis). Keadaan ini diyakini sebagai tanda bahwa ia tengah dirasuki oleh Roh Kudus, dan dianggap sebagai medium Roh Kudus untuk memberikan wahyu yang baru.

Gerakan ini berkembang sangat pesat. Banyak orang Kristen kala itu yang menentang gerakan ini, sebab mereka percaya apa yang dikatakan oleh Montanus berlawanan dengan ajaran gereja. Bahkan beberapa orang menganggap Montanus dirasuk setan, dan coba-coba ditengking, tetapi mereka tak berdaya, sebab dukungan yang makin banyak dari para pengikutnya. Sejumlah majelis gereja lokal mengutuk nubuat-nubuat Montanus, tetapi toh tidak berdaya, bahkan menyebabkan perpecahan gereja-gereja.

Dalam melakukan gerakannya, Montanus di-back up oleh dua orang perempuan, yaitu Priska dan Maximilla. Ketiganya adalah trio nabi. Mereka tidak pernah mengajar bahwa semua orang Kristen mendapat karunia bernubuat. Karena itu, meski pengikut mereka tidak mendapatkan nubuat secara langsung dari Allah, namun setelah ketiganya meninggal, para pengikut mereka memuja-muja nubuat-nubuat yang disampaikan oleh ketiga nabi tersebut.

Gerakan ini berhasil mempertobatkan seorang pemikir penting dari Afrika, yakni Tertulianus. Ia sesungguhnya tertarik dengan tingginya disiplin gerakan ini.

Montanisme memicu perdebatan yang berkepanjangan mengenai validitas nubuatan ekstatis, namun perhatian kemudian meluas lagi kepada masalah yang lebih pokok, yakni apakah gereja perlu mengharapkan wahyu baru setelah era para rasul berakhir. Montanisme sebenarnya gagal dalam meyakinkan gereja bahwa gerakan nubuatan seperti ini dapat menambahkan sesuatu yang baru terhadap kanon Alkitab. Gereja disebut benar bila setia kepada ajaran para rasul, dan nubuat pun berhenti seraya berlalunya era kerasulan. Akhirnya, sinode Antiokhia memvonis ajaran ini sebagai bidah Gereja.

No comments:

Post a Comment