Wednesday, March 20, 2013

DEKAT DI MATA, JAUH DI HATI



DEKAT DI MATA, JAUH DI HATI
LUKAS 19:28-40

Tahukah Saudara, ada dua arak-arakan yang memasuki Yerusalem di satu hari di musim semi, pada tahun 30-an Masehi, menjelang perayaan Paskah Yahudi?  Satu dari pintu Timur, satu dari pintu Barat.  Yang dari Timur adalah arak-arakan rakyat jelata, yang dari Barat arak-arakan kerajaan.  Dari Timur, seorang muda dari desa Nazaret menyisir Bukit Zaitun, dielu-elukan oleh murid-murid-Nya dan disambut oleh para pengikut-Nya.  Dari Galilea mereka datang ke Yerusalem.

Dari pintu Barat, Pontius Pilatus, prefek (semacam gubernur) di wilayah Idumea, Yudea dan Samaria memasuki kota raja Yerusalem juga.  Diiring oleh sepasukan tentara bersenjata lengkap, duduk gagah di atas kuda yang kaki-kakinya serempak berderap.  Untuk apa Pilatus datang ke Yerusalem?  Untuk alasan keamanan kota itu.  Untuk menjaga kestabilan politik.  Untuk memastikan bahwa tak seorang pun rakyat yang menyulut emosi massa, bertindak makar, dan mengadakan pemberontakan.  Pilatus hendak mengontrol keadaan Yerusalem.

Namun, narasi kita berkisah, bukan Pilatus yang mengontrol keadaan.  Tetapi Yesus.  Yesus mempersiapkan setiap detil rencananya memasuki Yerusalem.  Ia memberi tahu murid-murid-Nya bagaimana cara mendapatkan keledai untuk Dia.  Ia memasuki Yerusalem dalam sorakan para pengikut-Nya, dengan pujian yang menyatakan bahwa kuasa Allah hadir di dalam dan melalui Yesus.  Mereka menyambut bahwa Yesus inilah raja yang sejati, yang datang dalam nama Allah.  Yesus inilah Mesias, demikian orang-orang di sekitar Dia percaya!  Bayangkanlah kita ada di sana, segera akan kita rasakan atmosfer kerinduan akan keselamatan dari orang-orang sebangsa dengan Yesus, yang tercermin dalam hari-hari raya Paskah Yahudi.  Betapa merindunya kita akan keselamatan.  Dan, keselamatan itu sekarang tiba?  Di dalam diri seorang pemuda miskin dari Nazaret?

Elu-eluan dan sorak-sorai para pengikut Yesus mengundang reaksi sejumlah orang Farisi.  Hal ini wajar.  Jika Yesus dielu-elukan sedemikian, maka konsekuensi politisnya besar sekali, dan pasti akan mempengaruhi kestabilan keamanan.  Bagaimana jika Pilatus mengetahui adanya arak-arakan tandingan ini?  Bagaimana jika salah satu serdadu dalam arak-arakan dari pintu Barat itu mendengar seruan para murid?  Bagaimana jika di antara orang-orang yang melihat kedatangan Yesus terdapat antek-antek Roma?  Namun Yesus membela para pengikut-Nya bahwa jika mereka tidak berseru-seru, maka ciptaan yang tak bernyawa (“batu-batu”) akan berteriak (ay. 40).  

Singkatnya, Yesus membenarkan tindakan para murid.  Yesus membenarkan bahwa karya Allah yang dijanjikan akan datang sebentar lagi melalui Dia, tepat di Yerusalem.  Yesus membenarkan mereka bahwa sebentar lagi Kerajaan Allah akan hadir di atas bumi, seperti di surga.  Yesus membenarkan mereka bahwa Diri-Nya adalah Mesias yang dijanjikan.

Berbeda dari tuturan di Injil Matius dan Markus, Injil Lukas memotret secara unik.  Yesus memasuki Yerusalem tanpa sambutan meriah warga masyarakat kota raja itu.  Yang mengiring dan yang berseru-seru adalah para murid Yesus!  Orang-orang Farisi malahan menghardik tindakan mereka.  Yesus memasuki Yerusalem bukan dengan sorak-sorai bak raja Salomo berabad-abad sebelumnya (1Raj. 1:38-40); bukan pula seperti sambutan terhadap Yudas Makabeus seratus tahun sebelumnya (135 SM).  Tidak ada warga Yerusalem yang peduli dengan Yesus.  Umat acuh tak acuh terhadap Sang Mesias.  Kaum sebangsa-Nya menolak utusan Allah.

Sang Mesias sejati telah begitu dekat.  Tetapi, pandangan jasmani manusia tak mampu menembus balutan jubah sederhana seorang pemuda miskin dari Nazaret.  Ya, betapa lebih menggairahkan melihat dan menyambut arak-arakan kerajaan, dengan atribut dan panji-panji gemerlap berkilauan, ketimbang menyambut Mesias yang miskin.  Lebih menyenangkan melihat tontonan karnval serdadu Roma, ketimbang menyambut Yesus sebagai raja.

Bukan hanya dahulu kecenderungan manusia lebih senang dengan tontonan yang gemerlap, hingga sekarang pun kecondongan daging ini adalah memilih yang enak, menyenangkan, serba gampang dan instan.  Yesus mengajarkan sebuah tata hidup kemuridan yang berbeda, sebuah gaya hidup di tengah-tengah dunia yang menyenangi kemegahan dan kegemerlapan.

Janganlah malu menjadi pengikut Mesias yang miskin.  Janganlah rendah diri jika Junjungan kita dicemooh karena kerendahan-Nya.  Janganlah mundur jika adalah penolakan.  Kristus membawa pembebasan dan pemerdekaan, dan barangsiapa orang yang telah dimerdekakan, akan hidup dalam kesederhanaan dan rendah hati di hadapan Allah.  Pengampunan menjadi buah dari kaum yang lembut hati, yang telah mendapat anugerah untuk mengikut Dia.  Kesetiaan untuk mengikuti jejak Yesus Sang Mesias menjadi intisari kehidupan murid sejati.  Lihatlah Zakheus, atau orang buta yang dari Yerikho, atau kisah orang Samaria yang berbela-rasa.

Menyambut Yesus berarti menerima Dia dengan kerendahan hati, dan kesiapsediaan untuk mengenal dan berjalan bersama Allah.  Seorang murid sejati bersedia berjalan di dalam jejak langkah Yesus yang dijiwai oleh kasih, kemurahan, tetapi juga penolakan dan penderitaan.  Di Minggu Palmarum, Yesus memungkasi perjalanan panjang-Nya dari Galilea.  Yesus kini mengalihkan pandangan-Nya ke Yerusalem.  Kendati di kota ini Yesus akan menutup karya-Nya di kayu salib, yang kalah bukanlah Yesus, tetapi orang-orang yang menolak Dia.  Menolak Yesus berdampak serius!  Amin. (TGJ)