Friday, March 28, 2008

Bersatu untuk Melayani Allah (Ef. 4.1-6)

BERSATU UNTUK MELAYANI ALLAH

Pdt. Philip Spener, beberapa abad yang lalu mengatakan, “Tidak cukup untuk memiliki pengetahuan mengenai iman Kristen, sebab Kekristenan berisikan praktik.” Iman Kristen itu adalah kehidupan, dan bukan teori. Adalah percuma bila seseorang tahu banyak mengenai Tuhan dan pengajaran, tetapi sedikit beraksi dan bersaksi.

Di sini Rasul Paulus memakai kata “berjalan” (Yunani peripateo). Di Surat Efesus, sang rasul memakai 5 kali kata ini:

4:1 berjalan sebagai orang-orang yang telah dipanggil”

4:17 “jangan berjalan seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah”

5:2 berjalanlah di dalam kasih”

5:8 berjalanlah sebagai anak-anak terang”

5:15 “Perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu berjalan, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif.”

Berjalan mengindikasikan sesuatu yang terkontrol, tetap, terarah, bukan sesuatu yang tanpa tujuan dan ngawur. Seseorang yang belum terganggu kesehatan jiwanya, pasti akan tahu ke mana ia harus melangkah dan berjalan. Begitu keluar rumah, ia telah menetapkan ke mana ia akan pergi.

Problem kita, di era yang makin maju dan serba instan ini, adalah egoisme dan individualitas yang kian besar. Kita suka dengan satu milyar keselamatan, tetapi seratus perak respons dan tanggapan kita. Di gereja kita dapat menjadi Kristen, bersorak sukacita, dan berteriak “Haleluyah!” tetapi, begitu kita meninggalkan gereja, apakah kita pun berjalan sebagai orang Kristen?

Berita firman Tuhan mengajak kita untuk mengambil respons. Respons yang seperti apa? Yaitu pembaruan tekad dan komitmen untuk melayani Allahi.

Pertama, firman Tuhan mendorong kita untuk mendandani hati atau bagian dalam dari diri kita (ay. 2). Dunia kita disibukkan dengan dandanan dan penampilan yang serba wah! yang nampak dari luar. Tetapi firman Tuhan mengajar kita hal yang sama sekali berbeda. Kita harus membarui batin kita. Itulah sebabnya, Alkitab memberikan istilah “manusia baru” (Ef. 4.24) dan “ciptaan baru” (2Kor. 5:17). Pada bagian ini, ada 4 hal yang harus menjadi karakteristik kita: rendah hati, lemah lembut, kesabaran dan kasih yang saling membantu (tepa selira).

Untuk memiliki kerendahan hati, seseorang harus membuang jauh-jauh cinta pada diri sendiri. Godaan setiap orang adalah menjadikan diri kita sebagai orang yang penting. Orang yang seperti ini sangat mudah untuk mengritik dan sulit bekerja dalam satu tim. Sebab, ia akan merasa bahwa dirinya lebih tinggi. Ia sangat berjasa bagi gereja. Hatinya akan berkata, “Coba kalau tidak ada aku, apa jadinya gereja ini?” atau “Untung ada aku, bayangkan saja seandainya aku tidak turun tangan, pasti kondisi gereja ini akan amburadul.”

Kemudian, untuk menjadi orang yang lemah lembut, ia harus membuang sifat kasar dan kekerasan. Kekerasan tidak harus dilakukan dengan tindakan. Tetapi bisa saja melalui kata-kata yang tidak membangun, intimidasi (mengancam kenyamanan hidup seseorang), menggosip, menyindir, atau bahkan memfitnah. Banyak orang kaget ketika mendapati, bahwa di gereja ternyata jauh lebih banyak orang yang “membunuh karakter” orang lain melalui kata-kata, ketimbang membangun dan mendorong orang lain untuk maju dan melayani. Kelemahlembutan yang murni akan menumbuhkembangkan penghargaan, dorongan dan keterbukaan dalam hubungan keluarga Allah.

Firman Tuhan juga mengajak kita untuk menumbuhkan kesabaran, yang berarti kita harus membuang maksud dan agenda pribadi yang dipaksakan kepada orang lain. Kesabaran itu seperti kita mengendarai mobil di jalan raya yang ramai, dan kaki kita selalu siap dengan rem. Zaman kita ini diwarnai dengan slogan “yang kuminta harus segera kudapatkan.” Maka tak heran, kita sering memaksa orang lain untuk ikut kemauan kita dan agenda-agenda kita. Firman Tuhan mengajar kita bahwa orang yang tidak sabar itu cupêt (“sempit”) jiwanya. Kesabaran mendidik kita untuk sadar bahwa kita hidup bersama orang lain. Sebab itu, berilah tempat bagi orang lain untuk menjadi dewasa: bisa saja dalam proses ini mereka salah, gagal, tapi dengan begitu mereka pun akan belajar dan mengembangkan diri.

Selanjutnya, firman Tuhan mengajar kita untuk bertenggang rasa atau tepa selira: memiliki kasih yang membangun. Dan untuk itu, kita harus membuang yang kita rasa menjadi hak kita. “Pokoknya harus begini!” Ucapan ini merusak hubungan kita dengan orang lain. Kita merasa diri kita dan apa yang kerjakan adalah standar bagi orang lain. Kasih dan tenggang rasa adalah pilihan. Lawan dari cinta-kasih sebenarnya bukan kebencian, tetapi tidak mau tahu, acuh tak acuh, tidak peduli, dan mau menang sendiri. Tuhan mengajar kita untuk mawas diri dan menyadari bahwa orang lain memiliki ekspresinya masing-masing, dan bersama mereka kita akan belajar bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan pelayanan.

Firman Tuhan mengajar kita untuk bersatu dalam iman (ay. 3-6). Kesatuan di dalam Kristus adalah tujuan kita. Rasul menekankan pentingnya pengenalan akan Tuhan Yesus. Orang yang bertumbuh pengenalannya akan Kristus ditandai dengan pengagungan dan peninggian terhadap Kristus, dan keberdosaan kita akan makin ditelanjangi. Lihatlah Yohanes Pembaptis yang berkata tentang Kristus, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30). Perhatikan pula wanita dari Samaria yang mengenal Yesus mulai dari seorang lelaki Yahudi (Yoh. 4:9), tuan yang empunya air (ay. 15), nabi (ay. 19), Mesias (ay. 25-26), dan bersama orang Samaria ia mengenal Yesus sebagai Juruselamat dunia (ay. 42).

Kita adalah orang-orang yang diperbarui dalam hati dan batin, dan sampailah kita pada kesadaran bahwa kita tak dapat mempertahankan si “AKU” dalam diri kita. Kristus harus menggantikan posisi si “AKU” itu.

Namun demikian, kita pun tidak dapat bertumbuh dewasa dalam iman hanya oleh karena diri sendiri. Kristus bisa saja mencukupkan kebutuhan kita untuk bertumbuh secara langsung dan pribadi, tetapi ternyata tidak demikian. Kristus telah memilih orang-orang yang hadir di sekitar kita untuk mendukung kita. Rasul Paulus menasihati, “Berusahalah memelihara kesatuan Roh.” Di tempat lain rasul juga menasihati, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!” (Gal. 6:2). Bahkan di Kolose3:14, “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” Berarti, tingkat pertumbuhan rohani kita naik tingkat bukan ditandai bila kita menarik diri dari pergaulan dengan orang lain, tetapi dengan menjalin persekutuan dan persaudaraan dengan sesama anggota tubuh Kristus.

Maka, bersatu untuk melayani Allah itu sangat penting. Kesatuan bukan keseragaman. Nyanyian orang banyak disebut “paduan suara” bila ada sopran, alto, tenor dan bass. Justru dengan ini kita memahami bahwa kesatuan itu kita peroleh karena sadar bahwa orang lain berbeda dengan kita. Kita tidak sama dengan mereka. Dengan menyadari perbedaan ini, akan tumbuh dalam diri kita rasa menghargai apa yang dikerjakan orang lain, tidak cepat-cepat menilai negatif pelayanannya.

Apa yang dapat kita kerjakan? Hari ini, ketika kita mendengar firman-Nya, biarlah semangat kita dibangkitkan untuk melayani Allah. Jangan sampai seorang pun di antara kita yang tidak mengambil bagian dalam pelayanan. Memang, gereja dapat mengecewakan kita. Orang Kristen dapat menyakiti hati kita. Tetapi Tuhan kita yang setia, Dialah yang kita layani seumur hidup kita. Kiranya kita pun tidak merasa sendirian atau kesepian ketika melayani. Bagi kita, Allah menyediakan saudara-saudara sekandung dalam Kristus yang siap untuk menolong dan mendukung kita. Bagi kita sendiri, marilah kita pun bertekad untuk menjadi orang yang lebih ingin melayani, ketimbang menuntut dilayani; yang lebih ingin mengasihi, ketimbang menuntut dikasihi; yang mengucapkan kata-kata berkat dan pengampunan serta dorongan, daripada kritikan, gosip dan berita yang tidak sedap didengar di balik punggung. Bersatulah dan layanilah Kristus!

Terpujilah Allah!

Wednesday, March 26, 2008

Foto Ibadah Taize Sabtu Sunyi



Dalam kegelapan Dikau nyalakan api yang tak pernah padam


Kristus, terangilah kami dengan cahaya-Mu!


Para gembala jemaat senior pun hanya bagian dari para pengembara rohani (tampak Pdt. Charles Christano, Pdt. Kristianus Karsu dan Pdt. Mikha Joedhiswara)


Sesungguhnya setiap kita adalah peziarah batin yang mendambakan Terang yang sejati dari Allah. Tiada orang yang lebih daripada yang lain.

Taize Sabtu Sunyi (Behind the Scene)




Komisi Remaja yang menjadi panitia ibadah Taize sedang membongkar salib dan membersihkan tempat ibadah

Friday, March 21, 2008

Liturgi Taize Sabtu Sunyi (2)


“DALAM KEGELAPAN”


1. PERSIAPAN IBADAH

-
Pencahayaan dalam ruang ibadah remang-remang
-
Kidung-kidung Taizé diperdengarkan
-
Jemaat datang, mengambil waktu teduh dan doa pribadi
-
Suasana dijaga agar tenang

2. PROSESI (lampu dipadamkan sehingga ruangan menjadi gelap)

- Iring-iringan simbol memasuki ruang ibadah: Firman, 6 lilin prapaskah, 1 Lilin Paskah, dan Salib


Makna: Pada mulanya adalah Firman, dan pada masa yang telah ditentukan oleh Allah, lewat berbagai-bagai persiapan, Sang Firman itu hadir sebagai Terang yang sejati, yang sedang datang untuk menerangi setiap manusia; dan Firman itu telah menjadi manusia dan mengambil rupa seorang hamba yang taat kepada Allah Bapa dan kepatuhan yang mutlak, sampai mati disalibkan bagi penebusan dosa kaum-Nya.

- Tim prosesi dan paduan suara menyanyikan kidung “KAMI MEMUJIMU, TUHAN”


3. KEGELAPAN DOSA (lektor membacakan Ratapan 3:42-45)


4. PENYALAAN LILIN

- Menyanyikan YESUS KRISTUS CAHAYA HATIKU (karya St. Agustinus) 2x

- Beberapa orang remaja akan mengambil api dari lilin Kristus (warna putih) dan memberikan kepada jemaat

- Jemaat terus menyanyikan YESUS KRISTUS CAHAYA HATIKU


5. HENING (jemaat merenungkan Kristus sebagai Terang yang sejati bagi jiwa yang berdosa dan yang hidup dalam kegelapan)


6. KIDUNG DALAM KEGELAPAN


7. MAZMUR ANTIFONAL (Mzm. 143:7-12)


L1: Jawablah aku dengan segera, ya Tuhan,

J: Sudah habis semangatku!

L1: Janganlah sembunyikan wajah-Mu terhadap aku,

J: Sehingga aku seperti mereka yang turun ke liang kubur.

(Resitatif ay. 8, diselingi dengan ALLELUIA)

L2: Lepaskanlah aku dari musuh-musuhku, ya Tuhan,

J: Pada-Mulah aku berteduh!

L2: Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu,

J: Sebab Engkaulah Allahku!

L2: Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku,

J: di tanah yang rata!

(Resitatif ay. 11-12, diselingi dengan ALLELUIA)


8. HENING (merenungkan mazmur 143: permohonan pertolongan dari Allah)


9. BACAAN (Ibrani 4:7-11 dibaca oleh Lektor 3)


10. DOA PUJIAN

P: Yesus, Putra Allah yang hidup, kemuliaan Bapa dan cahaya abadi. Kami menyembah Dikau.

P: Yesus yang berhati lemah lembut, Engkaulah penolong dan perlindungan kami. Kami menyembah Dikau.

J: (menyanyikan TUHAN PENYELAMAT KITA)

P: Yesus, Allah damai, sahabat umat manusia, sumber kehidupan dan kekudusan, dari-Mu kepenuhan hidup yang sempurna. Kami menyembah Dikau.

J: (menyanyikan TUHAN PENYELAMAT KITA)

P: Yesus, Saudara orang-orang miskin, kebaikan tiada terukur dan kebijaksanaan tanpa batas. Kami menyembah Dikau

J: (menyanyikan TUHAN PENYELAMAT KITA)

P: Yesus, Gembala yang baik, cahaya yang benar, jalan dan kehidupan kami. Kami menyembah Dikau.

P: Yesus, kegembiraan para malaikat, Guru para rasul, dan kekuatan para martir. Kami menyembah Dikau.

J: (menyanyikan TINGGALLAH BERSAMA KAMI)

P: Yesus, cahaya para saksi Injil, pancaran sinar para kudus, Engkau memenuhi kedambaan kami. Kami menyembah Dikau.

J: (menyanyikan TINGGALLAH BERSAMA KAMI)


11. HENING (merenungkan Kristus Juruselamat kita)


12. DOA BAPA KAMI

Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu,

Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,

Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat.

[Sebab Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya].


13. KIDUNG KE DALAM TANGAN BAPA


14. DOA PENUTUP


Napas cinta kasih Allah, Engkau menabur benih iman di dalam jiwa kami. Disadari ataupun tidak, dalam kegelapan Engkau nyalakan api yang tak pernah padam. Iman ini hanyalah kepasrahan yang sedemikian sederhananya, sehingga siapa pun dapat mengenal dan menyambut-Nya.

(Jemaat menyambut dengan kidung YESUS INGAT AKU)


15. DOA PRIBADI DI DEPAN SALIB




Selamat menyongsong fajar paskah


DIA SUNGGUH BANGKIT!!!

Liturgi Taize Sabtu Sunyi (1)


SEKILAS MENGENAI KOMUNITAS TAIZÉ


Bruder Roger Schutz mendirikan Komunitas Taizé sebagai suatu usaha untuk menemukan cara-cara mengatasi perpecahan antara orang-orang Kristen dan pertengkaran dalam keluarga bangsa manusia. Kini, Taizé merupakan sebuah tempat pertemuan ratusan ribu kaum muda dari tiap benua untuk berdoa dan menyiapkan diri bagi karya membangun perdamaian, dan kepercayaan di dunia.


Pada tahun 1940, ketika berusia 25 tahun, Perang Dunia II mulai berkecamuk. Selama beberapa tahun, ia telah mencita-citakan dalam dirinya akan terbentuk sebuah komunitas biarawan yang mengabdikan diri kepada pendamaian. Ia meninggalkan Swiss, negara kelahirannya, dan menetap di Burgundy, Prancis, tempat asal ibunya di tengah-tengah peperangan sedang berkecamuk. Kemudian hari ia menulis, “Semakin seorang beriman ingin menghayati panggilan Allah, yang mutlak, semakin penting berbuat demikian di tengah-tengah penderitaan manusia.”


Sementara ia mencari sebuah rumah, ia tiba di kota Cluny, yang peranannya dalam sejarah monastisisme diketahuinya, dan di dekatnya ia menemukan sebuah rumah yang dijual, di desa Taizé. Seorang perempuan tua menyambutnya, dan ketika ia mengungkapkan rencananya, perempuan itu mengatakan, “Tinggallah di sini; kami sangat terpencil.” Baginya, hal tersebut seperti suara Allah yang berbicara kepadanya melalui suara perempuan tua itu. Ia tidak pernah mendengar kata-kata seperti itu di tempat-tempat lain yang dikunjunginya.


Taizé hanya 2 km. dari garis demarkasi yang pada waktu itu membagi Prancis menjadi dua. Di rumah yang dibelinya, ia menyembunyikan pelarian-pelarian politik, yang kebanyakan orang Yahudi, yang melarikan diri dari daerah yang diduduki Nazi. Ia tinggal di Taizé dari 1940-1942. Seorang diri, ia berdoa tiga kali sehari dalam sebuah gereja kecil, seperti yang kelak akan dilakukan oleh komunitas yang hendak didirikannya. Ketika Gestapo berkali-kali mengunjungi rumahnya, ia terpaksa meninggalkan Prancis sejak bulan-bulan akhir 1942 sampai akhir 1944.


Tahun 1944, ketika kembali ke Prancis, Bruder Roger ditemani oleh tiga bruder yang pertama. Tahun 1949, tujuh orang bruder yang perdana menyatakan tekad hidup membiara selama hayat dikandung badan: hidup selibat, penerimaan atas tugas pelayanan dari prior, pemilikan bersama atas barang-barang jasmani dan rohani. Bruder Roger menjadi prior (kepala biara). Dari tahun ke tahun, Komunitas Taizé bertambah besar. Tahun 1961, saudara-saudara Katolik dapat masuk. Sekarang ada sekitar 100 bruder, orang-orang Katolik dan Protestan, berasal dari 30-an negara.


Oleh keberadaannya sendiri, komunitas itu menjadi tanda rekonsiliasi di kalangan orang-orang Kristen yang terpecah-pecah, di kalangan bangsa-bangsa yang terpisah-pisah. Komunitas Taizé diistilahkan oleh Bruder Roger sebagai “perumpamaan persatuan.”


Rekonsiliasi antara orang-orang Kristen merupakan pusat panggilan Taizé, tetapi tidak pernah dilihat sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Demikian halnya agar orang-orang Kristen menjadi ragi rekonsiliasi, ragi saling percaya antara bangsa-bangsa, ragi perdamaian di atas bumi.


Sejak tahun 1957-1958, Taizé menyambut kaum dewasa muda dalam jumlah yang kian bertambah besar, dari berbagai belahan Eropa, juga benua-benua lain. Hingga sekarang, setahun sekali dari hampir 100 bangsa yang berbeda-beda mengikuti pertemuan-pertemuan antarbenua. Selama bertahun-tahun, ratusan ribu anak muda berkumpul di Taizé dengan tema utama: pembatinan hidup dan solidaritas manusiawi. Selama satu minggu doa, dan bertukar pendapat dengan kaum muda yang lain, mereka mempersiapkan diri untuk melaksanakan tanggung jawab dalam situasi-situasi di mana mereka tinggal: pemahaman yang lebih besar dalam tentang doa, visi yang lebih universal tentang Gereja, kepedulian terhadap hak-hak manusia, kesadaran internasional, kepercayaan kepada orang asing, perhatian yang lebih besar akan perdamaian dan bagi rasa antarbudaya.


Kidung-kidung Taizé dapat dengan mudah dikenali. Kidung-kidung tersebut dinyanyikan terus-menerus dalam banyak bahasa, dan hal itu merupakan cara untuk mengungkapkan kenyataan dasariah, yang dengan cepat ditangkap oleh pikiran dan kemudian secara bertahap merasuki seluruh pribadi.


Wednesday, March 19, 2008

Yohanes Diutus Allah

Yohanes Diutus Allah untuk Bersaksi Tentang Yesus Kristus

NatsAlkitab : Yohanes 1:6-8

Tujuan : Agar setiap hamba Tuhan menyadari bahwa mereka sekedar utusan dan saksi Tuhan

A. Pendahuluan

Billy Graham disebut sebagai pengkhotbah terbesar abad XX. Paling tidak ada lima ratus orang yang maju jika ia memberikan altar call. Tetapi jika anda bertanya kepada saya,”Siapakah Hamba Tuhan terbesar sepanjang abad ?, saya akan mengatakan Yohanes Pembaptis. Mengapa ?

Pertama , mari kita melihat apa yang dikatakan Kitab Suci.Keempat Penginjil mengakui kebesaran Yohanes Pembaptis. Keempat-empatnya mencatat kisah tentang Yohanes Pembaptis tepat sebelum warta tentang Yesus Kristus.

Mengapa bukan Yusuf ? Bukankah ia disebut orang benar ? Mengapa bukan pula Maria ? Bukankah rahimnya “dipinjam” Allah untuk melahirkan sang Mesias ? Bukankah ini sebabnya sehingga gereja Roma Katolik menganugrahinya gelar Virgo Immaculata—Dara yang tak berdosa ? Tetapi, kedua nama ini tidak disebut di bagian pertama Injil Markus dan Yohanes !

Tetapi nama Yohanes Pembaptis mewarnai bagian depan keempat Injil. Bahkan,dari mulut Sang Guru Besar, Yesus Kristus memberikan suatu pengakuan tentang keberadaan Yohanes, dia adalah yang terbesar, jika dibandingkan dengan para nabi pendahulunya. Yohanes adalah seorang hamba Tuhan yang besar !

Dalam Injil keempat, kebesaran Yohanes juga di-expose. Jika anda melihat konteks perikop ini dari ayat 1 hingga 14, berita tentang Yohanes Pembaptis muncul nyaris di tengah-tengah berita tentang keagungan Sang Logos.Bahkan, ada semacam paralelisme antara Kristus dan Yohanes, meskipun paralelisme ini juga merupakan garis pemisah:

Kristus ada sejak kekekalan tetapi Yohanes datang.

Kristus adalah Firman, Yohanes hanya manusia

Kristus adalah Allah, Yohanes diutus oleh Allah

Kristus terang yang sesungguhnya,

Yohanes datang untuk bersaksi tentang terang itu.

Kristus adalah objek percaya,

Yohanes adalah agen,melaluinya orang-orang datang untuk percaya dalam terang itu

Kedua, mengapa saya menyebutnya hamba Tuhan terbesar sepanjang abad ? Karena , meskipun ia sedang berada di puncak kariernya, Yohanes tidak lupa siapa dirinya. Hingga akhir hayatnya, Yohanes tahu benar siapa dia dan untuk apa ia datang. Hari ini kita akan semakin sulit untuk menemukan seorang hamba Tuhan Yesus demikian di alam modern ini. Sadar diri seperti Yohanes inilah yang perlu dimiliki oleh setiap hamba Tuhan agar hamba Tuhan tetap setia di dalam panggilan pelayanannya. Sadar diri seperti apa itu ?

B. Isi

1. Sadar diri bahwa ia hanya seorang utusan ( Ayat 6 )

Penjelasan:

Utusan berarti seseorang yang bekerja atas nama orang yang mengutusnya untuk menyampaikan sesuatu kepada pihak lain. Ia harus melakukan apa yang diharapkan oleh si tuan. Tetapi sebaliknya, utusan itupun dapat mengkhianati tuannya jika menuruti kemauannya sendiri.

Yohanes sadar, menjadi utusan Allah baginya adalah sebagai pembuka jalan bagi sang Mesias, sebagai seseorang yang mempersiapkan orang-orang Yahudi agar mereka siap menerima kedatangan Mesias. Ia sadar, ia bukan seseorang yang didambakan oleh orang Yahudi pada waktu itu.

Ketika karier Yohanes menanjak, dan banyak orang mengagumi,Yohanes justru membalikkan pemahaman mereka atas dirinya. Ketika ditanya siapakah Dia sesungguhnya, Yohanes menjawab, “Aku bukan Mesias !“ ( Yoh 1:20 ). Ia pun menolak ketika orang bertanya apakah dirinya Elia atau Nabi yang dijanjikan. Orang-orang pada waktu itu percaya, suatu saat kelak, Elia pasti akan datang lagi sebelum Mesias datang.Harus anda catat: Yesus mengakui Yohanes sebagai Elia; maksudnya adalah semangat Elia untuk mempertobatkan orang-orang berdosa ada pada diri Yohanes Pembaptis. Ketika Yohanes menolak untuk disebut Elia, Ia benar karena ia bukanlah Elia yang sesungguhnya.

Kalau kita berpikir , alangkah bodohnya Yohanes. Bukankah jika ia mengatakan ya, namanya akan semakin dikagumi orang ? Tetapi Yohanes bukan anda dan saya. Ia tidak mau membonceng popularitas orang yang bukan dirinya. Ia adalah Yohanes. Ia tidak boleh lebih dari siapa ia harus menjadi dan untuk apa ia dilahirkan.Yohanes mengaku ia sekadar “Suara yang berseru-seru di padang gurun, luruskanlah jalan Tuhan ! ( Yesaya 40:3 ).

Jika Yohanes mengaku ia adalah Mesias, maka ia menjadi rival Yesus Kristus dan harus berhadapan dengan Allah yang telah mengutusnya.Tetapi Yohanes sadar siapa dirinya; ketika Sang Mesias datang, ia harus mempersilahkan Mesias itu berkarya dan tugasnya kini sudah selesai.

Aplikasi

Bagaimana jika Yohanes dibandingkan dengan anda dan saya ? Bukankah ketika kita berada di puncak kesuksesan , kita akan mati-matian mempertahankan posisi yang mapan itu ? Dan bukankah karena jabatan tinggi itu kita menjadi lupa akan tugas panggilan kita yang mula-mula untuk memuridkan segala bangsa ? Secara pribadi saya takut, jika mata rohani saya telah tertutup oleh posisi empuk, sehingga rintihan dan jeritan orang yang membutuhkan kabar sukacita tidak lagi menjadi beban saya !

Saudara-saudara, tidak salah jika posisi kita tertinggi di gereja, tetapi apakah kita juga tetap pada visi kita untuk memberitakan Injil keselamatan ke segala tempat, sebagai utusan Allah yang setia ? Bukan popularitas pribadi, tetapi popularitas Yesus Kristus dan tersalib, mati dan bangkit itulah menjadi visi kita

1. Sadar diri bahwa ia hanya seorang saksi ( ayat 7, 8 )

Penjelasan

Menarik sekali , karena kalau kita memperhatikan konteks penggunaan kata “kesaksian” di Injil Yohanes, kata ini dipakai sebanyak 14 kali. Kesaksian kesaksian Allah Bapa, Kitab Suci, Roh Kudus, dan Yohanes Pembaptis meneguhkan kebenaran bahwa Yesus adalah Tuhan .Dan pada tiga ayat ini kata “bersaksi “ muncul sebanyak 3 kali. Dan semuanya dikenakan kepada Yohanes Pembaptis. Tekanan yang diberikan oleh penginjil adalah berita yang disampaikan oleh Yohanes, bukan jabatannya sebagai saksi.

Dengan demikian jelaslah bahwa tugas Yohanes adalah bersaksi dan hanya bersaksi. Maksud kedatangan Yohanes adalah agar semua orang yang mendengar kesaksiannya dapat memeluk Kristus dengan iman yang hidup.Yohanes memiliki hak istimewa untuk menjadi sarana yang membawa orang kepada iman. Dengan kata lain, Yohanes datang untuk membawa orang-orang memutuskan dan membuat suatu tindakan iman tertentu.

Kesaksian apa yang dibawa oleh Yohanes Pembaptis ? Yaitu berita tentang kerajaan Allah. Lebih kurang 400 tahun , tidak ada suara kenabian, yaitu setelah kanon Perjanjian Lama ditutup dengan kitab Maleakhi dengan pemberitaan kedatangan Surya Kebenaran yang akan datang pada hari Tuhan.

Bagi orang Yahudi, kerajaan Allah berarti suatu pengharapan eskatologi bagi semua orang percaya . Allah akan memberikan berkat bagi mereka dan akan menjatuhkan hukuman bagi semua penindas bangsa Yahudi. Perjalanan sejarah yang panjang membuat pengharapan akan datangnya kerajaan Allah terus ada di dalam diri setiap orang Yahudi.

Namun Yohanes Pembaptis membalikkan pemahaman itu . Kerajaan Allah adalah penghakiman bagi setiap orang yang tidak mau percaya kepada Allah. Ke mana-mana Yohanes memberitakan “Bertobatlah sebab kerajaan Allah sudah dekat !“ ( Mat 3:2; Mrk 1;15 ) Frase “sudah dekat” ( at hand ) dapat berarti sedang dalam proses datang.

Dan kerajaan Allah sebentar lagi akan digenapi. Kerajaan ini sungguh –sungguh telah datang ke dunia yaitu ketika ia menunjuk kepada Yesus, lihatlah Anak Allah domba Allah yang menghapus dosa dunia ( Yoh 1:29, 36 ). Di dalam diri Yesuslah kerajaan Allah itu dinyatakan. Di dalam tangan Yesus Kristulah penghakiman Allah dinyatakan secara lengkap.

Yesus inilah pusat kesaksian Yohanes. Dengan besar hati ia berkata agar Yesus, seseorang yang disaksikannya itu”….. harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” ( Yoh 3:30 )

Ilustrasi

Tentang Yohanes Pembaptis, John Calvin pernah berkata,”Just as a man, overcome at the dawn, would not deign to look at the sun”, sama seperti seorang laki-laki yang dikalahkan di kala fajar, ia tidak dapat melihat sang surya. Surya itu adalah Kristus. Yohanes datang ketika hari gelap, tatkala semua orang tertidur dalam ketakutan, untuk memberitahu semua orang surya pasti muncul esok pagi, tetapi manakala fajar menyingsing, ternyata ia sudah harus mengundurkan diri!

Aplikasi

Saudara-saudara, jika saya bertanya di mana Yesus sekarang ? Anda dengan sepontan akan berkata , “Yesus sekarang ada di hatiku!” Ini benar. Tetapi jika saya melanjutkan pertanyaan sejauh mana Yesus anda beri tempat untuk memimpin hidup kita dan dimanakah posisi Yesus dalam perkataan dan pengajaran kita, bagaimana jawab kita ?

Mengapa ada banyak orang yang makan dari Alkitab justru mengajar Yesus bukan Tuhan dan Alkitab bukan Firman Allah. Saudara-saudara sendiri membaca dan tahu para intelek dan setiap hari berkecimpung dalam dunia teologi, kini mengajar teologi baru yang justru menentang apa yang dikatakan kitab Suci.

Mari, saudara-saudara, dalam pengajaran dan kotbah kita, kita membawa Yesus yang tersalib dan bangkit. Ia adalah Allah yang tahu bagaimana rasa sakit dan kematian. Ia pulalah Allah yang tahu sukacita yang besar karena ia telah menaklukkan iblis dan kematian di bawah kakinya. Oh, adalah suatu hak istimewa bagi kita untuk menjadi saksi Tuhan, jangan sia-siakan itu

3. Penutup

Uskup Agung dari Canterbury dapat memegang kepala raja-raja dan ratu kerajaan Britania Raya ketika mereka dinobatkan sebagai pemimpin negara. Tetapi tidak seorangpun pernah memegang kepala Mesias. Yohanes adalah satu-satunya orang yang mempunyai kesempatan ini.

Namun demikian Yohanes tidak mau mencuri popularitas yang bukan haknya . Seakan-akan Yohanes mau membumkam kita yang merasa diri sudah berada di puncak kesuksesan kemudian lupa bahwa kita ini sekedar utusan dan saksi. Adakah diantara kita yang merasa diri kita lebih besar dari Yohanes ? Ingatlah masa pertama ketika Tuhan memanggil kita bukankah saat itu adalah saat ketika api pelayanan dan penyerahan diri untuk melayani Tuhan berkobar-kobar ? Bagaimana sekarang ? Masihkah spirit of a servant to be a witness for Christ itu masih ada di dalam hati kita ?

Renungan ini dibuat untuk tugas Ilmu Berkhotbah, dan diterbitkan dalam buletin Mimbar Gereja 1

Between Fearfulness and Faithfulness

Tema : Between Fearfulness and Faithfulness (Antara Ketakutan dan Kesetiaan)

Nats : Wahyu 2:8 – 11

Tujuan : Menguatkan jemaat ketika menghadapi masa-masa yang sulit.

Pendahuluan: Joy adalah seorang mahasiswi Seminari Ebenezer di Filipina. Ia bertunangan dengan seorang gembala sidang di suatu daerah non-Kristen di Filipina Selatan. Pada tanggal 26 Januari 1996 siang, ketika cuaca mendung, Joy mendapat berita yang sangat mengejutkan. Severino, tunangannya, meninggal. Dua peluru timah menghujam di dadanya. Waktu itu Severino sedang mendengarkan adiknya berkhotbah. Tiba-tiba dari belakang muncullah seorang pria berjalan menuju mimbar dan melepaskan dua tembakan ke dada Severino. Tak tahan Joy mendengar berita kematian kekasihnya yang mengenaskan, ia menjerit sekeras-kerasya, “Ya Tuhan, beginikah Engkau menjawab doaku?” (Disadur dari Buletin Doa Pintu Terbuka 2/3 [Mei-Juni 1999], 9).

Mengapa Tuhan memisahkan dua kekasih yang sedang menanti masa-masa bahagia? Mengapa Dia menghancurkan masa depan mereka yang gilang-gemilang dengan cara yang amat sadis? Mengapa Ia tidak menghalangi si penembak untuk melakukan tindakan yang tidak manusiawi? Di mana Tuhan?

Sdr., kisah Joy dan Severino hanya satu di antara sekian juta umat Tuhan yang mengalami penderitaan dan penganiayaan. Sepanjang abad, penderitaan dialami oleh orang-orang yang menyandang nama “Kristen”, Kristus-kristus kecil. Abad datang dan pergi; tetapi nampaknya lagu sendu selalu mengalun merdu, “Iman Kristen tak pernah menjadi mayoritas; di tempat Kekristenan yang benar ada, di sana pasti ada penderitaan!” Mungkin benar perkataan bapak filsafat Eksistensialisme, Søren Aabye Kierkegaard, “Penderitaan sangatlah mendasar bagi Kekristenan, sehingga Anda hampir-hampir dapat berkata, ‘Kesengsaraan adalah Kekristenan.’”

Lalu di mana Allah? Bukankah Allah tidak pernah melupakan perjanjian dengan umat yang dikasihi-Nya? Bukankah Allah itu yang menopang langit dan bumi setelah menciptakannya; dan memimpin sampai kepada tujuan akhir menurut rancangan-Nya yang kekal? Mungkinkah Allah yang seperti itu pada saat yang sama menjadi seorang bapak tua berjenggot panjang yang duduk di kursi malas, berpangku tangan sambil tersenyum tatkala melihat di bawah sana umat-Nya mengerang, menjerit dan menggapai-gapai, memohon pertolongan dari-Nya?

Sdr., kondisi itu juga dialami oleh jemaat Smirna. Tetapi Sdr. melihat, Yesus Kristus yang bangkit memberi penghiburan kepada jamaat yang sedang berada di bawah tekanan yang berat. Sesungguhnya Kristus berkata kepada mereka, “Be not fearful! (Jangan takut!).” Bagi jemaat yang hidup kini dan di sini pun, Ia tetap berkata, “Be not fearful, but faithful!” Jaminan apa yang Ia berikan kepada kita?

1. He is there (Ia ada di sana) (ay 8 – 9)

Ketika berada dalam kegelapan, kehadiran seorang ayah yang memberi rasa aman sangat dibutuhkan oleh seorang anak kecil. Bagai si anak kecil, demikian pula jemaat yang sedang berjalan dalam lembah kekelaman. Jemaat membutuhkan Tuhan di dekatnya.

Sdr., Smirna adalah kota pelabuhan yang kaya-raya, bahkan yang terkaya di antara kota-kota di Asia Kecil. Kota ini terletak di jalur perdagangan yang sangat strategis, karena menghubungkan daerah Asia dengan Eropa; sama seperti Singapura yang menjadi kawasan transit yang menghubungkan belahan bumi utara dan selatan (Australia). Kondisi ini membuat penduduk dengan bebas memanfaatkan sumber daya yang ada di Smirna. Sungguh, suatu kota megapolitan yang sangat kapitalistis. Orang yang kaya dapat bertambah kaya; yang miskin akan semakin tergusur.

Tetapi kesempatan luas untuk berusaha dan mencari nafkah tidak lepas dari muatan politis Kekaisaran Romawi. Pemerintah Roma memberi kebebasan kepada warganya asalkan mereka mau daulat kepada negara. Apalagi, tampuk pemerintahan Romawi kini di tangan Domitian. Domitian amat gila hormat, bahkan ia menobatkan dirinya sebagai “Tuhan dan Allah kita” (Dominus et Deus noster). Ia pun mendirikan banyak patung dirinya dan memaklumkan rakyat untuk menyembah patung-patung itu. Barangsiapa yang mau sujud pasti mendapat kemudahan; sedangkan yang membangkang pasti digilas dan dihukum.

Suatu pilihan yang sulit bagi orang Kristen! Bagi orang Kristen, satu-satunya yang layak disebut “Tuhan dan Allah kita” hanya Kristus yang bangkit. Tetapi pilihan hanya dua: sujud kepada kaisar atau hukuman. Kondisi semakin sulit sebab mereka juga mendapat ancaman dari orang-orang Yahudi. Orang Yahudi mengklaim, merekalah keturunan Abrahan yang sah menurut perjanjian. Sedangkan, orang Kristen dianggap bidat dan penyesat yang harus dibinasakan. Dengan segala tipu daya yang jahat dan tuduhan-tuduhan palsu orang Yahudi berusaha untuk memperkarakan orang-orang Kristen ke meja hijau.

Kondisi demikian sangat memungkinkan banyak jemaat depresi. “Mengapa setelah aku menjadi orang Kristen, usahaku macet?” “Mengapa setelah aku percaya kepada Yesus, aku difitnah oleh banyak orang, keluar-masuk penjara, disiksa, keluargaku dianiaya di depan mataku, rumah dan tokoku dibakar?” “Mengapa Engkau membiarkan hal ini, Tuhan? Di manakah Engkau? Tunjukkanlah bahwa Engkau sungguh Allah yang hidup!” Bahkan mungkin, beberapa orang, termasuk hamba-hamba Tuhan, meninggal kan iman mereka kepada Yesus Kristus. Jelas, konsekuensi mengikut Yesus sungguh amat berat!

Di manakah Tuhan ketika jemaat mengalami himpitan dan hambatan dari berbagai penjuru? Di ayat 9 Yesus Kristus berkata, “Aku tahu segala kesengsaraan dan kepapaanmu” (terjemahan bebas). Kata “tahu” (Yunani: oida) mempunyai makna, subjek telah bergaul akrab dengan objek. Sehingga, subjek memiliki pengenalan yang sedalam-dalamnya terhadap objek. Itu berarti, Kristus, sebagai subjek yang berbicara, benar-benar mengenal kondisi yang dialami jemaat. Kristus telah akrab dengan situasi yang membuat jemaat menderita. Kristus bahkan hadir dalam penderitaan mereka. He is there! Kristus ada di sana!

Apa buktinya? Di ayat 8 Kristus memperkenalkan diri-Nya sebagai “Yang Awal dan Yang Akhir”. “Yang Awal dan Yang Akhir” menunjukkan kedaulatan-Nya atas jagad ciptaan, Raja Kekal yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Tetapi selanjutnya diterangkan, Raja yang berdaulat itu “telah mati” atau “pernah mati, sekali untuk selamanya.” Ia pernah mengalami penderitaan yang amat hebat sampai mati dengan kematian yang memalukan. Ia naik ke kayu salib. Ia dipaku dengan paku-paku yang kasar. Ia harus menanggung hukuman yang paling memalukan, meregang nyawa antara langit dan bumi.

Tetapi bukan penderitaan fisik saja yang Ia alami. Detik-detik paling berat dalam hidup-Nya ialah ketika Ia yang tidak berdosa menjadi dosa akibat menanggung murka dan kutukan Allah. Luka-luka cambukan, tusukan duri di kepala serta sengatan matahari tak sepedih derita yang dialami karena menanggung dosa-dosa manusia. Darah yang mengucur deras dari tangan-Nya yang terpaku dan celaan orang-orang yang tidak mengenal rencana keselamatan Allah masih kalah sakit dibanding jerit-ratap hati-Nya ketika Ia memandang ke atas dan melihat Bapa yang dikasihi dan mengasihi-Nya memalingkan muka. Putra Tunggal Allah ditimpa murka Allah Bapa, sehingga Bapa tak tahan lagi melihat derita yang dialami Putra-Nya. Bukankah murka dan kutukan itu seharusnya dijatuhkan kepada manusia berdosa, yaitu mereka yang sekarang duduk di sini?

Inilah yang dimaksud oleh Pengakuan Iman Rasuli ketika menyatakan “[Yesus] disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke alam maut.” Derita yang Yesus alami jauh melebihi penderitaan yang pernah dialami manusia. Sebab itu, ketika jemaat Tuhan menderita, Yesus Kristus dapat berkata, “Aku ada dalam penderitaanmu dan Aku merasakan penderitaan yang engkau alami!” What a compassionate God! Betapa Allah berbela rasa.

Tetapi, jika Kristus yang berbela rasa ialah Kristus yang mati, maka tidak ada jaminan bagi orang percaya bahwa Kristus mampu melepaskan kita dari kesengsaraan. Kalau demikian kenyataannya, benarlah yang dikatakan oleh para pencemooh tatkala Yesus disalib, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel [Mesias]?” (Mat 27:42).

Ayat 8 tidak selesai sampai di sini. Firman Tuhan menyatakan bahwa Ia “telah bangkit”. Ia menyatakan kemenangan-Nya atas kematian dan kerajaan maut. Tuhan yang bangkit adalah Tuhan yang menang! Itulah berita seluruh kitab Wahyu. Hanya Tuhan yang bangkit yang sanggup menolong umat-Nya keluar dari kesengsaraan!

Sebab, Dialah yang memiliki gereja. Dalam pasal 2:1 dinyatakan, Tuhan yang bangkit “berjalan di antara ketujuh kaki dian emas.” Kaki dian emas tak lain ialah pelambang gereja. Jadi, Tuhan yang bangkit hadir di masing-masing jemaat, bahkan di masing-masing pribadi warga gereja. Kehadiran Tuhan yang bangkit menjanjikan penyertaan dan kesiapsediaan-Nya untuk mengulurkan tangan. Ia siap membimbing jemaat. The risen Lord is there! Tuhan yang bangkit ada di sana!

Kisah penderitaan Smirna mengingatkan saya kepada peristiwa lima puluh tahun setelah Wahyu ditulis. Seorang uskup tua dari Smirna harus menghadapi ajal karena iman kepada Kristus yang tersalib dan bangkit. Dialah Polikarpus. Ketika Polikarpus dipaksa menyangkal Tuhannya, ia berkata dengan gagah, “Delapan puluh enam tahun telah kulayani Dia dan Ia tidak pernah berbuat jahat kepadaku. Bagaimana mungkin aku kini menyangkal Rajaku yang telah menyelamatkanku?” Ketika para penganiaya hendak mengikatnya, ia berontak dan berkata, “Tinggalkan aku sebagaimana aku ada. Sebab, Dia, yang memberiku kekuatan untuk melewati api itu, akan mengaruniakanku kekuatan untuk diam dalam api itu tanpa goyah, bahkan tanpa paku-paku yang kalian berikan!”

Mengapa Polikarpus begitu berani menghadapi hukuman manusia yang mengerikan itu? Sebab, ia tahu Yesus Kristus tak pernah sekali pun mengecewakan dia. Yesus Kristus selalu beserta dia, bahkan ketika ia harus menderita. He is there! Yesus ada di sana, bersama dia.

Jadi, apa yang masih menakutkan kamu, wahai Smirna? Tuhan yang bangkit mengenal apa yang kita rasakan. “Tetapi, mengapa Tuhan membiarkan kolegaku menipuku, sehingga usaha yang kurintis dari sen ke rupiah, dengan cucuran air mata, lenyap dalam sekejap?” “Aku telah belajar doktrin kedaulatan Allah, tetapi mengapa Allah membisu ketika aku difitnah dan harus menjalani hukuman yang seharusnya tidak menimpaku?” “Di mana Allah ketika keluargaku diperlakukan secara tidak adil di depan mataku? Aku sama sekali tidak pernah mengalami ini sebelum percaya kepada-Nya!”

Wajar bila Sdr. bertanya demikian. Namun, Sdr. bukan orang yang pertama maupun yang terakhir yang merasakan betapa beratnya mengikut Yesus Kristus. “Perak dan emas,” kata orang bijak, “diuji dalam api; dan jiwa-jiwa—untuk layak menjalin persahabatan dengan Allah—diuji dalam perapian yang paling menyakitkan dan kesengsaraan yang memalukan” (dari “Practical Reflection”, ditambahkan dalam Thomas a’ Kempis, The Imitation of Christ 2/IX). Sdr., inilah jaminan kita. Ketika kita merasa berat dalam hidup ini, Be not fearful, but faithful for He is is still there! Ia bersama-sama dengan Sdr. di dalam penderitaan. Jangan takut, tetapi setialah!

2. He promises an eternal reward (Ia menjanjikan suatu hadiah kekal) (ay 10 – 11)

Sdr., ada satu lagu yang saya sangat sukai; liriknya demikian:

Di seb’rang sana, fajar p’nuh berkat,

Di surga senang bersama-Nya,

Habislah lelah, hari yang mulia,

Di seb’rang sana, kusenanglah.

(Di Seberang Sana—Beyond the Sunset)

Inilah jaminan yang diberikan Tuhan yang bangkit kepada jemaat yang sedang menderita. Tuhan tidak hanya hadir di dalam penderitaan umat-Nya, tidak hanya berbela rasa; tetapi Tuhan yang bangkit itu berkata, “Be not fearful, but faithful for I promise you an eternal reward!” (Jangan takut, tetapi setialah sebab Aku menjanjikanmu suatu hadiah kekal!) Hal itu berarti, ada pengharapan yang mulia di balik penderitaan kita.

Kepada Smirna yang teraniaya, Tuhan tidak pernah menjanjikan mereka bebas dari derita. “Lihatlah, setan itu hendak membuang kamu ke dalam suatu penjara” (ay 10—terjemahan bebas). Penganiayaan itu akan bertambah berat. Kalau kita membaca Wahyu pasal 4 dst., Iblis justru akan “merajai” dunia ini dengan tipu muslihatnya. Iblis mengumbar hawa nafsunya dan menawan banyak orang. Orang-orang akan terpesona dengan Iblis, kemudian sujud dan menyembahnya (13:3–4). Bahkan, Iblis takkan segan untuk melawan, mengalahkan dan membunuh orang-orang kudus (13:7,15).

Sdr., saya tidak habis mengerti mengapa Tuhan membiarkan umat-Nya dibantai sedemikian kejam, bahkan dikalahkan! Apakah Tuhan tak lagi memperhatikan umat-Nya? Ataukah, Allah telah kalah terhadap Iblis? Kalau Allah kalah, masih layakkah Allah disebut Tuhan yang dapat dipercaya?

Tidak! Tuhan tidak kalah. Allah memang membiarkan Iblis beroperasi untuk melawan umat-Nya. Inilah the permissive will of God, kehendak Allah yang mengizinkan Iblis bekerja di dunia. Tujuannya, supaya nyatalah siapa yang sungguh-sungguh bersandar pada kekuatan Allah, dan siapa yang tidak. Pencobaan dipakai Allah untuk mendulang iman orang-orang percaya. Menurut salah satu penafsir, pemenjaraan menjadi tempat untuk menguji ketahanan, sementara seorang terdakwa menunggu eksekusi (Leon Morris, 1998: 64).

Tetapi berapa lama? Alkitab berkata, “Supaya kamu dicobai selama sepuluh hari.” Ada penafsir yang mengatakan ini masa yang singkat, tetapi ada pula yang mengatakan suatu rentang waktu yang panjang. Tetapi yang jelas, entah singkat entah panjang, jangka waktu pencobaan itu ada batasnya! Batas yang paling terang ialah ketika Tuhan yang bangkit dan yang telah naik itu menyatakan diri dalam segala kemuliaan dan kemegahan-Nya sebagai Raja, the Sovereign King of kings. Raja itulah yang akan menghakimi seluruh isi dunia. Iblis akan dikalahkan. Iblis akan dihukum. Iblis akan dicampakkan ke dalam api. Iblislah yang ganti mendapat siksa selama-lamanya (Why 20:10). Inilah “kematian yang kedua”!

Namun, kematian kedua itu dijatuhkan bukan hanya bagi Iblis, tetapi juga bagi mereka yang penakut, yang tidak percaya, pembunuh, sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta. Artinya, penghukuman bukan hanya ditujukan kepada orang-orang yang menolak Tuhan, tetapi juga kepada orang-orang yang mengompromikan iman mereka demi kepentingan perut atau demi selamat dari derita. Merekalah orang-orang yang berpikir bahwa dunia akan mengasihi mereka jika mereka mengikuti kemauan dunia. Kenyataannya tidak! Dunia justru tertawa melihat orang-orang yang dapat dipermainkan. Tetapi sebaliknya, dunia akan segan dan mengangkat topi pada orang-orang yang teguh pada prinsip hidup dan yang berani berkata “tidak!” untuk ketidakbenaran.

Tetapi, bukan hanya dunia yang akan mengangkat topi, Tuhan juga menjanjikan suatu “mahkota kehidupan” kepada orang-orang yang setia-teguh kepada-Nya. Keindahan mahkota telah dikenal dengan baik oleh jemaat Smirna. Sebab, jika orang-orang memandang lereng gunung Pagos, lokasi Smirna berada, akan terlihatlah betapa bangunan-bangunan tinggi menjulang bak mutu manikam yang menghiasi mahkota raja nan indah gemerlapan. Karena itu orang menyebutnya “mahkota Smirna”. Jadi, tatkala Kristus menjanjikan suatu mahkota, terbayang dalam benak jemaat sesuatu yang indah, dambaan setiap orang. Mahkota itu adalah “mahkota kehidupan”, yang diberikan hanya bagi mereka yang tetap setia dalam perlombaan iman. Rasul Paulus pernah berkata,

Tiap-tiap orang harus turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka [orang-orang yang tidak percaya] berbuat demikian untuk memperoleh mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh mahkota yang abadi” (1Kor 9:25).

Yakobus juga menegaskan,

“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan,

sebab apabila ia sudah tahan uji,

ia akan menerima mahkota kehidupan

kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (Yak 1:12).

Sekarang, adakah yang masih menakutkan, Smirna? Tuhan yang bangkit tidak pernah meninggalkan kita. Tuhan yang bangkit menjanjikan hadiah kekal di seberang sana, mahkota kehidupan yang takkan dimakan ngengat dan karat. Be not fearful, but faithful; for He promises an eternal reward!

Sdr., Franklin Delano Roosevelt, mantan Presiden Amerika Serikat yang pernah menjabat 4 priode pernah berkata, “Ketakutan selalu lebih buruk daripada hal-hal yang Anda takuti” (Fear is always worse than the things of which you are afraid). Hal itu berlaku jika seseorang tidak memiliki jaminan yang pasti tentang peristiwa yang dialami. Tetapi, bagi orang yang mengerti pemeliharaan Allah, maka ia tahu benar bahwa Tuhan ada di sana dan Dia menjanjikan suatu mahkota kehidupan yang kekal abadi.Bukankah kita juga sedang menantikan pengharapan yang mulia itu? Hidup di dunia memang sulit; penuh perjuangan dan derita. Bahkan mungkin, penderitaan itu kian hari kian berat. Sebagai orang Kristen, Sdr. dijauhi oleh teman-teman dan kolega-kolega yang dulu dekat. Ada orang-orang yang ingin menjegal Sdr. Mereka ingin menekan Sdr. di kantor, Sdr. sulit mendapat promosi kenaikan pangkat sebab Sdr. menyandang identitas murid Kristus.

Inilah harga kemuridan kita! Sdr. mau tetap maju atau mundur? Jika Sdr. mengaku “prajurit Kristus” (militia Christi) yang sejati, Sdr. pasti akan terus maju. Be not fearful, but faithful for He promises an eternal reward! Di seberang sana telah tersedia mahkota mulia bagi kita yang tetap setia kepada Kristus!

Apa yang terjadi dengan Joy selanjutnya? Dua tahun ia mengalami depresi berat. Ia hampir-hampir meninggalkan pelayanannya. Namun, di tengah-tengah depresi itu, Tuhan memberi penghiburan melalui firman-Nya. Joy tetap melanjutkan studinya. Hal yang paling mengejutkan, setelah tamat dari seminari, Joy bertekad kembali ke Filipina Selatan yang terkenal daerah non-Kristen. Dengan mantap Joy berkata, “Seberapa pun harga yang harus aku bayar, aku yakin bahwa Tuhan pasti menyertaiku—entah aku bisa hidup terus atau aku harus mati.” (Op. cit.)

Kisah Joy, Polikarpus dan banyak anak Tuhan yang berani membayar harga telah memberi teladan kepada kita. Memang, harga itu bisa teramat mahal, yaitu nyawa mereka. Namun di atas semuanya, Tuhan Yesus pernah mengecap pahitnya penderitaan ketika Ia harus meminum cawan murka Allah Bapa. Itulah cawan penderitaan salib!

Dalam kedaulatan-Nya, mungkin Tuhan tidak pernah menjawab pertanyaan “Mengapa . . . ?” Tetapi, Tuhan memberi jaminan yang pasti: He is there and He promises an eternal reward. Therefore, be not fearful, but faithful! Dia ada di sana. Dia menjanjikan suatu hadiah kekal. Jangan takut! Tetap setialah! AMIN.

Renungan ini dibuat untuk tugas Ilmu Berkhotbah, pernah diterbitkan di Buletin Mimbar Gereja