Thursday, June 9, 2011

AKU AKAN MEMBERIKAN HATI YANG BARU (Yehezkiel 36:22-32)


Pengantar

Kehadiran Roh Kudus di Perjanjian Lama erat dengan berita eskatologi.  Alam berpikir PL meyakini bahwa di masa akhir, Allah akan bertindak melalui dua cara: Mesias dan Roh.  Allah akan mengutus Mesias, yaitu pemimpin umat Allah yang bertindak atas nama Allah; serta Roh Allah, yaitu Roh yang menguduskan, yang menyucikan.

Pengutusan Mesias maupun Roh, kalau kita perhatikan, memiliki pola yang kita lihat sama:
·         Inisiatif Allah, bukan manusia
·         Dikerjakan oleh Allah seorang diri, tanpa campur tangan manusia
·         Datang dari Allah, mengubah hati manusia
·         Untuk kemuliaan Allah, bukan keagungan manusia.

Jadi, Roh Allah atau Roh Kudus itu bukan semata-mata untuk kepentingan manusia.  Roh Kudus diberikan untuk mengubah hati manusia.  Manusia yang semula menjauh dari Allah, maka oleh karya Roh Kudus diubah, dan kembali terarah kepada Allah.  Tujuan akhir dari segala karya Allah, termasuk pengubahan batin manusia, adalah demi kemuliaan dan hormat nama-Nya semata-mata.

Penjelasan Teks

Secara struktural, bagian ini dapat dibagi sebagai berikut:
·         Dasar Tindakan Allah (ay. 22-24):
§  Allah bertindak bukan oleh sebab manusia (ay. 22)
§  Allah bertindak demi nama-Nya yang kudus (ay. 22-23a)
§  Allah bertindak dengan menunjukkan kekudusan-Nya (ay. 23b)
·         Inti dan Isi Tindakan Allah (ay. 24-28):
§  Allah mengumpulkan kembali umat-Nya (ay. 24)
§  Allah mencurahkan Roh yang menyucikan hati (ay. 25-27)
§  Allah menjanjikan tempat tinggal bagi umat-Nya (ay. 28a)
§  Allah memperbarui perjanjian dengan umat-Nya (ay. 28b)
·         Akibat Tindakan Allah (ay. 29-31)
§  Umat terlepas dari kenajisan dosa (ay. 29a)
§  Umat mendapatkan hasil tanah (ay. 29b-30)
§  Umat akan mawas diri dengan dosa-dosa masa lampau (ay. 31)
·         Kesimpulan (ay. 32)
§  Allah menegaskan tindakan-Nya itu bukan karena manusia (ay. 32a)
§  Allah ingin agar manusia mawas diri (ay. 32b)

Pendahuluan

Di era modern, agama telah beralih wajah dengan tampilan yang sentimental.  Orang membutuhkan agama untuk menolongnya keluar dari problematika kehidupan yang pelik.  Jikalau agama tak mampu menunaikan tugas ini, maka buat apa beragama.  Maka, orang mau menjadi Kristen, kalau bisa kaya, sembuh, enak, nyaman, tenang dalam batin, dan sebagainya.  Maka, istilah-istilah dosa, ketekunan, kekudusan pun perlu disesuaikan dengan perubahan zaman.  Dosa diganti dengan ketidakpercayaan diri.  Ketekunan diganti dengan motivasi.  Kekudusan diganti dengan ketenangan batin.

Dengan perkataan lain, agama dan Tuhan masih berfungsi, sejauh manusia punya masalah.  Agama dan Tuhan diperlukan untuk memperbaiki masalah yang ada dalam hidup manusia.  Agama akan usang, kalau manusia tidak memiliki (banyak) masalah.  Tuhan akan diabaikan kalau semua kebutuhan telah terpenuhi.   Apa pun itu, yang penting agama dan Tuhan berfungsi sebagai tukang reparasi.  Disadari atau tidak, religiositas yang sedemikian ini telah menempatkan manusia di atas Allah.  Manusia adalah yang dilayani; Allah yang melayani.  Ini adalah agama yang berpusat kepada Allah.

Teks kita sekarang ini menyentak kita untuk sadar, Kekristenan yang diwarisi dari iman Perjanjian Lama tidak menawarkan corak religiositas seperti ini.  Kekristenan menawarkan damai sejahtera yang sejati, bukan karena manusia hidup dalam suasana penuh konflik dan mencari damai sejahtera.  Tetapi, seperti yang dikatakan St. Agustinus, “Engkau menciptakan kami bagi diri-Mu sendiri, dan hati kami tidak akan pernah tenang sebelum beristirahat di dalam-Mu.”  Artinya, manusia adalah ciptaan Allah, yang diciptakan bagi Tuhan, untuk bersekutu dengan Tuhan.  Sebelum manusia memiliki persekutuan dengan Tuhan, manusia tidak akan pernah mendapatkan damai sejahtera itu.  Bukan karena manusia, tetapi karena Allah semata-mata—itulah dasar iman Kristen yang sejati.

Dengan begitu, di tengah tantangan dunia yang semakin egoistis (mengutamakan ke-aku-an) dan egosentris (mencintai diri sendiri), baiklah kita kembali ke dasar iman kita yang sebenarnya.  Iman kita berpusat kepada tindakan Allah.  Bagaimana Allah bertindak?

Dasar Tindakan Allah

Marilah kita cermat.  Tujuan kitab Yehezkiel yang ditulis pada sekitar 593-570 SM, adalah untuk mendorong kaum terbuang tetap setia kepadaTuhan sehingga Ia akan memenuhi janji-Nya.  Tuhan berjanji untuk membawa pulang kaum terbuang ini ke tanah air perjanjian.  Ia berjanji bahwa umat-Nya akan membangun kembali Bait Suci dan kota Yerusalem.

Tetapi di bagian ini, jelas sekali bahwa Allah akan memenuhi perjanjian-Nya itu bukan karena keinginan manusia.  Bahkan, bukan kehendak manusia Allah kemudian bertindak.  Pada zaman Yehezkiel, Israel dibuang oleh Allah ke tanah asing oleh sebab mereka telah menista nama Allah.  Mereka telah menduakan Allah.  Hati mereka telah menjauh dari Allah.

Mengapa?  Adalah kebenaran di dalam Alkitab bahwa manusia berdosa tidak pernah mendambakan Allah.  Tidak ada seorang pun yang mencari Allah (Rm. 3:11).  Rasa takut kepada Allah tidak ada pada manusia (Rm. 3:18).  Hatinya gelap.  Pikirannya licik.  Nabi Yeremia meratap, “Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu; siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yer. 17:9).

Maka, alasan bagi Allah untuk bertindak adalah diri-Nya sendiri: (1) atas nama-Nya, (2) kekudusan-Nya.  “Nama” Allah berarti otoritas Allah.  Contohnya, kalau kita menerima surat dengan lambang Garuda Pancasila dan bertuliskan Presiden Republik Indonesia, maka surat itu istimewa.  Surat itu adalah surat kenegaraan yang hanya boleh dikeluarkan oleh Presiden RI.  Nah, bicara mengenai nama Allah adalah perihal siapa yang bisa melakukan tindakan ilahi.  Tidak ada satu pun yang lain.  Di alam semesta, tidak ada satu pun yang dapat mencipta, menebus, dan menyempurnakan, selain daripada Allah—Tuhan perjanjian!

(2) Kekudusan-Nya, artinya: Allah tidak dapat mengingkari sifat-sifat dan kesempurnaan-Nya.  Allah tidak pernah meleset dengan segala keputusan-Nya.  Ia tidak pernah ingkar.  Ketika bertindak, Allah selalu menunjukkan kekontrasan karya-Nya dengan manusia, bahkan dengan dewa-dewi bangsa lain.  Allah melakukan hal yang tidak mungkin dapat dikerjakan tangan manusia, dan dewa-dewi buatan manusia.  Ketika Ia mengambil keputusan untuk bertindak, apa yang Ia kerjakan pastilah benar dan bebas dari kecemaran dosa.

Kalau begitu, bukan untuk manusia Ia bertindak.  Bukan demi kepentingan manusia Ia berkarya.  Segala tindakan dan karya-Nya, dari awal sampai akhir, adalah bagi kemuliaan nama-Nya.

Inti dan Isi Tindakan Allah

Ketika Allah mengumpulkan umat kembali ke tanah air, sesungguhnya ini mengingatkan kita kepada karya Allah terdahulu—Allah menuntun kaum Yakub dari tanah perbudakan menuju tanah perjanjian.  Berarti, tindakan Allah ini sebenarnya membuktikan bahwa Ia bertindak demi kekuasaan-Nya; Ia tidak mengingkari apa yang Ia telah kerjakan sebelumnya.  Tindakan untuk mengumpulkan umat-Nya kembali hendak mencelikkan mata umat manusia, bahwa Tuhan tidak pernah gagal dengan tindakan-Nya.

Tapi tujuan Allah mengumpulkan kaum-Nya yang terserak juga untuk membuat mereka sebagai umat yang mendengarkan firman-Nya.  “Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan” (Ul. 30:14).  Allah menghendaki hati umat yang terarah selalu kepada sabda-Nya.  Namun, bagaimana itu mungkin?  Umat telah berdosa.  Mereka telah mencemarkan nama Allah.  Bahkan tak satu pun yang mencari Allah!

Syukur kepada Allah, sebelum manusia sadar—dan mustahil manusia sadar—Allah telah mengambil inisiatif.  Allah akan mentahirkan mereka.  Allah memberikan hati baru.  Allah memberikan roh yang baru di dalam batin.  Allah memberikan hati yang lembut.  Allah mengaruniakan hati yang taat.  Jadi, apa yang membuat seseorang berubah arah dari pendosa menjadi patuh?  Allah yang terlebih dahulu mengerjakan perubahan di dalam bagian yang terdalam dari hidup seseorang. 

Rasul Paulus menulis bahwa Roh ini adalah meterai keselamatan karena seseorang percaya, sekaligus jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruh keselamatan kita (Ef. 1:13-14).  Artinya, Roh ini adalah jaminan Allah sendiri supaya kita menapaki jalan keselamatan, hingga kelak kita akan dipermuliakan selama-lamanya.  Langkah-langkah orang percaya akan dijaga oleh Roh Kudus.  Langkah-langkah orang percaya, dalam kuasa Roh Kudus, kian hari kian mantap menuju kepada keserupaan dengan Kristus.

Jika kemudian Allah menjanjikan tempat tinggal di tanah perjanjian, berarti lengkaplah sudah tindakan Allah.  Allah mengingat perjanjian-Nya, Allah memulihkan umat-Nya, dan Allah memperbarui perjanjian-Nya.  “Kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu.”  Inilah formulasi yang selalu diulang dalam perjanjian Allah dengan umat-Nya.

Akibat Tindakan Allah

Tindakan Allah membawa pembaruan.  Pembaruan pertama bersifat moral.  Allah yang kudus menghendaki umat-Nya pun kudus.  Maka, Ia berkehendak agar semua kenajisan dihapuskan dari antara umat.  Tanda seseorang menjadi umat perjanjian Allah adalah menjaga kekudusan hidup.  Jika Allah yang disembah dan dimuliakan berlawanan dengan paham dewa-dewi bangsa asing, maka umat Allah pun harus hidup berlawanan dengan gaya hidup bangsa-bangsa kafir.

Dampak lain pun dirasakan secara nyata oleh umat.  Berkat Tuhan melimpah.  Tuhan yang menjanjikan tempat tinggal, adalah Allah yang akan mencukupi kebutuhan umat-Nya.  Damai sejahtera yang Allah janjikan bukan sebuah konsep, tetapi konkret.  Bukan ideologi, tetapi realitas.  Allah yang melakukan tindakan-tindakan yang agung, adalah Allah yang sama, yang akan memenuhi segala kebutuhan hidup umat-Nya.

Tetapi Allah juga mau, agar tak seorang pun yang berani berpongah, menepuk dada dan lupa masa lalu.  Allah tidak mau “kacang lupa kulitnya.”  Apakah seseorang yang telah diampuni dosanya dan menerima Roh Kudus akan sempurna dan bebas dari dosa?  Ya benar, kuasa dosa tidak ada lagi.  Sengat maut telah dikalahkan.  Tetapi orang percaya masih tetap dapat tergoda dan jatuh ke dalam dosa. 

Sebab itu, umat tetap akan mengingat kesalahan di masa lampau.  Tindakan mengingat masa lampau ini akan menghindarkan manusia dari segala perasaan tinggi hati.  Sekaligus, manusia sadar bahwa ia tetap rentan terhadap dosa.  Sama seperti rasul Paulus, sekalipun telah diselamatkan Allah dan menjadi rasul, namun ia tetap bergumul: “Jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku.  Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku” (Rm. 7:21-23).

Dengan mengingat bahwa setiap kaum tebusan Allah secara natur adalah kaum pendosa, maka hanyalah “karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8-9).

Penerapan

1.       Roh Kudus diberikan oleh Allah sebagai bukti bahwa Allah memerintah hidup kita.  Tekankan kepada remaja, siapa yang sebenarnya memerintah dalam kehidupan kita.  Seharusnya Allah saja.  Leluhur Anabaptis bernama Hans Denck menulis (1526), “Barangsiapa telah menerima perjanjian baru Allah, yaitu, siapa yang telah menerima Taurat tertulis di dalam hatinya oleh Roh Kudus adalah sungguh-sungguh benar.”

2.       Roh Kudus diberikan supaya hidup kita menjadi baru.   Hati kita dirombak total, dan keinginan kita terarah kepada Allah.  Balthasar Hubmaier menulis pada tahun 1527, “[Roh Kudus] menyucikan segala sesuatu dan tanpa Dia tak ada satu pun yang suci.  Di dalam Dia aku menempatkan imanku dan Ia akan mengajariku segala kebenaran, menambah imanku dan mengobarkan api cinta dalam hatiku melalui ilham kudus-Nya, sehingga hatiku akan terbakar dengan kasih Kristen yang sejati dan tak terpadamkan kepada Allah dan sesamaku.”

3.       Roh Kudus akan menuntun kesaksian umat Allah.  Melalui godaan, umat yang sejati akan tetap patuh kepada Allah.  Pilgram Marpeck bersaksi (1547), “Ketika kita sebagai manusia diperbarui, dan dilahirkan kembali oleh Roh Kudus, Roh Kudus menjadi meterai dan saksi ketiga keselamatan.  Pelayanan kerasulan gereja secara tepat terlaksana, seturut amanat Kristus, ketika [Roh] mempersiapkan, menumbuhkan, menyuburkan, dan sebagai penolong dari Allah, kembali menghancurkan hai manusia.  Ketika penghancuran ini muncul, benih dan tunas gereja, di dalam hati, sabda kebenaran—yang harus dipercayai—menyirami hati dengan air baptisan.”

Wednesday, June 8, 2011

Revolutionary Subordination (1 Petrus 2:11-25)


Pengantar

Landasan Teori
Dunia di luar kita memainkan dualisme menang dan kalah.  Yang menang menindas yang kalah.  Yang kalah berada dalam posisi lemah.  Seolah-olah, tidak ada hal lain yang dapat dilakukan oleh pihak lemah kecuali menurut.  Tunduk identik dengan tidak berdaya.  Namun, hal ini tidak selamanya benar!  Sebab ternyata, bertumbuhnya penindasan secara dialektis menghasilkan negasinya sendiri dalam dimensi simbolik dan religius di kehidupan kaum tertindas (James C. Scott, “Protest and Profanation”).

Kaum lemah punya cara sendiri untuk berinteraksi dengan kaum kuat.  Mereka tinggal di bawah rezim represif, dikontrol ketat dan rutin oleh pihak berkuasa.  Tapi kaum lemah belajar untuk menciptakan “kepatuhan” demi tetap melangsungkan kehidupannya.  Di muka publik, mereka lebih banyak patuh dan menurut.  Mereka melakonkan apa yang didiktekan pihak penguasa.  Tetapi di balik “pentas” (offstage), kaum lemah ini saling bertukar pikir dan berbagi perasaan.  Tanpa pengawasan penguasa, mereka kemudian mencitrakan kaum penindas dengan gambaran-gambaran tertentu.  Mereka melawan ideologi yang didiktekan oleh pihak penguasa.

Ideologi penguasa lalim telah menghapus martabat dan nilai keadilan.  Tapi hasil dari dialog kaum tertindas adalah terciptanya wacana tandingan: bagaimana kaum tertindas mendapatkan kembali harkat mereka. Dengan kata lain, inisiatif untuk mendapatkan keadilan itu datang dari hasil percakapan antarkaum tertindas.   Hasil inilah yang dipakai sebagai “senjata melawan” penindas.  Senjata ini sama sekali bukan dalam arti senjata perang.  Tetapi ideologi yang hidup di dalam paguyuban marjinal itu, yang mereka hidupi, yang menjadi norma bagi mereka, yang membangun nilai-nilai kehidupan di dalam komunitas.[1]

Pengantar 1 Petrus
Dari pendasaran teoritis ini, kita dapat melihat bahwa Surat 1 Petrus pun cukup dekat dengan teori “salinan tersembunyi” James C. Scott di atas.  Semua ahli tafsir PB setuju bahwa surat ini ditujukan kepada satu generasi pengikut Kristus yang tengah teraniaya di sekitar tahun 60-68 Masehi.  Mereka disebut sebagai resident aliens, atau “pendatang” dan “perantau.”  Ditulis oleh Petrus—entah dari tangannya sendiri atau orang lain, atau orang yang mengatasnamakan sang rasul—tepatlah dijuluki sebagai “rasul pengharapan” (1:3, 13, 21; 3:5, 15). 

Wacana tandingan yang dikemukakan oleh sang rasul ialah bahwa sekalipun martabat mereka hilang di masyarakat, tetapi mereka telah mendapatkan sukacita dan kemuliaan dari kekayaan kekal mereka (1:3-11; 3:7; 4:13-14; 5:1, 4, 6, 10).  Karena itu, mereka harus menjunjung watak kristiani ketika menghadapi penindasan yang tak seharusnya mereka tanggung (4:12-19), serta tetap berdiri di dalam iman (5:12). 

Sekiranya jemaat telah menerima sukacita dan kemuliaan, maka tidaklah sulit bagi mereka untuk membawa diri dalam kehidupan yang nyata dalam jejaring kemasyarakatan yang konkret: dengan dunia secara umum (ay. 11-12), pemerintah (ay. 13-17), relasi hamba-tuan (ay. 18-20), dan dasar kehidupan Kristiani (ay. 21-15).

Eksposisi

Pertama, bagaimana hubungan orang Kristen dengan dunia?  Mereka adalah “pendatang” dan “perantau.”  Mereka hidup di samping yang lain.  Mereka ini kaum tak berumah.  Mereka berziarah di bumi, dan tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, yang nyaman.  Di mata kaum penindas, mereka adalah warga kelas bawah.  Mereka tidak memiliki hak yang sama dengan yang lain.  Kendati begitu, mereka disapa “saudara-saudara yang kekasih.”  Mereka mendapatkan keluarga yang baru di tengah beratnya kehidupan!  Mereka adalah anggota keluarga Allah.  Mereka mendapatkan harkat yang terhilang itu dari pihak Allah.  Dan ketika kita menelisik lebih lanjut, tahulah kita bahwa status di dalam keluarga Allah itu mengindikasikan jaminan kekal dan sukacita abadi yang telah diterima oleh jemaat yang teraniaya itu (1:3-11; 3:7; 4:13-14; 5:1, 4, 6, 10).

Menyadari status ini, mereka kemudian diberi dua perintah.  (1)  Menjauhkan diri dari keinginan daging.  Perintah ini sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar.  Para pengikut Kristus secara utama menempatkan kasih lebih tinggi daripada keinginan-keinginan pribadi.  Keinginan ini termasuk godaan untuk menggunakan kekerasan ketika difitnah (2:12), penindasan dari tuan yang lalim (2:18) dan kejahatan-kejahatan lain (3:9).  Jika kasih ditempatkan di tataran paling atas, maka karakter Kristiani, relasi sosial dan komunitas akan terjaga.

(2) Memiliki cara hidup yang baik.  Keutamaan Kristen akan tampak pada gerak-gerik pengikut Kristus.  Pengikut Kristus terutama hidup bagi Allah, dan memuliakan Allah.  Martabat itu telah mereka dapatkan, karena itu, norma yang mereka miliki pun ada di tempat atas, yaitu sebagai milik Allah.  Dari status ini, mereka menantikan datangnya hari penghakiman.  Motivasi mereka satu-satunya adalah pengharapan.  Allah akan kembali menjadi Raja, mengendalikan sejarah dunia dan memberkati kaum yang taat kepada-Nya.  

Kedua, bagaimana hubungan orang Kristen dengan pemerintah?  Pemerintah di sini adalah kekaisaran Roma yang bertindak lalim.  Terkadang, hukum kewargaan di satu provinsi tidak berlaku di provinsi yang lain.  Relasi-relasi antara pemerintah-warga di daerah pendudukan Roma dapat menciptakan ketegangan-ketegangan yang serius.  Tidak heran, banyak penduduk yang tidak menghormati para penguasa.  Namun perlu disimak pula bahwa di daerah Asia Kecil, sembah bakti terhadap kaisar juga sangat marak.  Kaisar bukan manusia biasa.  Kaisar setara dengan dewa!  Pemerintah bukan saja lalim.  Mereka menaikkan derajat sampai ke taraf yang ilahi.

Orang Kristen dipaksa untuk bertindak arif dalam situasi seperti ini.  Mereka memandang pemerintah sebagai “lembaga manusia.”  Harfiahnya, “ciptaan” atau “makhluk” (Yunani ktisis).  Maka, di sini pengertiannya “tunduklah kepada setiap makhluk manusia oleh karena Tuhan.”  Tetapi, apakah hupotassō (“tunduk”) di sini artinya patuh membabi buta?  Pokoknya taat tanpa syarat?  Di satu sisi, orang Kristen memang dipaksa untuk mempertahankan hidup di tengah konteks yang sulit.

Tetapi, kita pun tahu bahwa yang terutama bagi orang Kristen adalah tunduk kepada wewenang Kristus sebagai Tuhannya.  Maka dapat dipahami, Petrus di sini mengajar agar jemaat tahu tempatnya secara tepat.  Mereka menempatkan diri secara tepat karena kepatuhan total mereka kepada Tuhan.  Pemerintah sekarang bukan lagi dipandang secara vertikal, tetapi horisontal.  Mereka adalah manusia.  Mereka makhluk biasa.  Mereka tidak boleh disembah sebagai yang ilahi.  Mereka dihormati sebagai mana menghormati orang lain.

Berarti, Petrus secara halus mendesakralisasi kuasa pemerintah.  Termasuk kaisar.  Kaisar juga manusia.  (Di satu sisi, ia membuat hidden transcript.  Di sisi lain, ia menganjurkan jemaat melakukan civil disobedience.)   Kalau mereka patuh kepada kaisar, tidak akan ada lagi tuduhan dan tudingan yang makin menyudutkan kekristenan.  Mereka harus mengerjakan yang benar, dalam konteks seburuk apa pun.  Dengan begitu, jika kita setuju bahwa “raja” yang dimaksud di sini adalah Nero yang berkuasa di sekitar tahun 60 M., maka perintah “hormatilah raja” bukan berarti takutlah dan sembahlah Nero!  Sebaliknya, dengan jitu penulis menerapkan Lukas 6:27: mengasihi musuh, melakukan yang baik bagi yang membenci, memberkati orang yang mengutuk dan mereka yang mencaci.  Bahwa hanya kepada Allah saja seseorang takut dan bersembah sujud, bukan kepada kaisar.

Ketiga, bagaimana hubungan hamba Kristen terhadap tuannya?  Tak jauh beda dengan bagian kedua, di sini terlukis ilustrasi konkret bagaimana mengasihi musuh.  Kata yang dipakai adalah oiketai, “pelayan-pelayan”; dan despotai, “tuan-tuan.”  Kata oiketai menunjuk kepada budak di rumah tangga.  Bagaimana relasi antara tuan dan pelayannya?

Di antara para pelayan itu, ternyata banyak yang telah menjadi Kristen.  Mereka tinggal bersama tuan-tuan.  Ada yang “baik dan peramah,” yang tidak berat sebelah, yang adil.  Tetapi sebagian lagi “bengis.” (2:19).  Para pelayan Kristen ini harus tunduk.  Mengapa demikian?  Hendaklah kita ingat bahwa sebelumnya Petrus telah mengingatkan bahwa semua orang percaya adalah duloi, “budak-budak”).  Mereka adalah “pelayan-pelayan Allah” (2:16).  Allah atau Yesus adalah kurios (“Tuhan”) mereka yang tertinggi (2:13; bdk. 3:12, 15).  Maka rasa takut harus ditujukan kepada Allah saja.  Tuan itu sekadar manusia.  Mereka dihormati sebagai manusia.

Di sini, para budak dilatih untuk menampilkan suatu karakter moral yang berbeda.  Mereka memilih bertindak berbeda sekalipun mereka menderita karena berbuat baik.  Mereka berketetapan hati untuk tetap menjadikan kehidupan mereka sebagai surat terbuka, sarana kesaksian yang hidup.  Mereka menjadi agen-agen moral Kerajaan Allah.  Kalau perilaku ini diketahui khalayak umum, justru yang akan dicela adalah sang tuan yang bertindak bengis terhadap pelayan yang bertindak baik! 

Jika para pelayan itu secara sadar menggunakan haknya untuk hidup bermoral, maka mereka ini “orang merdeka” yang sejati (2:16).  Seandainya telah melakukan kewajiban moral, dan tetap saja menderita, mereka tidak perlu “membalas kejahatan dengan kejahatan . . . tetapi hendaklah kamu memberkati” (3:9).  Dengan begitu, mereka akan memutus spiral kekerasan dan menjunjung pengajaran Yesus di Bukit, Matius 5:38-48 dan Lukas 6:25-35. 

Mengapa tidak boleh membalas?  Karena anugerah Allah.  Mereka tidak sedang terdesak.  Mereka dengan suka hati tidak membalas.  Mereka menjadi orang merdeka, dan mereka menggunakan kemerdekaan itu untuk tidak membalas.  Ketika mereka tidak mau melakukan pembalasan, mereka sesungguhnya menjadi orang yang bermartabat—sebab mereka telah memiliki hubungan yang intim dengan Allah.

Penutup

Mengapa orang Kristen melakukan ini?  Mereka melakukannya demi salib Kristus.  Jemaat meneladani Kristus.  Sebagaimana Kristus juga menderita, bukan tidak wajar jika jemaat pun turut ambil bagian serupa Kristus.  Ini adalah panggilan Allah bagi orang Kristen.  Allah memanggil mereka kepada hidup kudus (1:15), untuk hidup dalam terang (2:9), mengikut Yesus dalam penderitaan yang tidak adil (2:21), dan untuk menerima berkat dari kasih yang tidak membalas (3:9), dan kepada kemuliaan Kristus (5:10).  Jadi, salib Kristus menjadi “ideologi tandingan” bagi para kaum tertindas ini.  Ideologi ini didapatkan dari panggilan anugerah Allah.

Semakin mendalami makna derita Kristus, kita tahu Petrus menyampaikan dua hal.  (1) Kristus menanggung dosa kita dan menebus kita.  (2) Kristus memberikan teladan bagi kita.  Sebagaimana Kristus menolak untuk membalas ketika Ia dihina dan dicela, maka setiap orang Kristen ingin sekali belajar dari Kristus.  Ketika orang Kristen berada di bawah penindasan, mereka ingin seperti Dia, dengan belajar untuk bersabar dan bertekun.  Tidak mau membalas—dengan cacian kata-kata, dengki, menyimpan dendam, perasaan inferior, dan sebagainya.  Orang Kristen memilih bertindak sebagai orang merdeka.  Mereka mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah.  Mereka tidak menyulut pemberontakan.  Mereka berlaku baik kepada sesama.  Mereka menghormati semua orang.  Mereka mengasihi musuh.



[1][R]esistance to ideological domination requires a counter ideology—a negation—that will effectively provide a general normative form to the host of resistant practices invented in self-defense by any subordinate group” (James C. Scott, Domination and the Arts of Resistance: Hidden Transcripts [New Haven: Yale University Press, 1990] 118).

Tuesday, June 7, 2011

Doa Memohon Keutamaan Kristiani



Ya Allah trinitas di surga, kaya dalam cinta!  Kami juga berdoa dari lubuk hati kami, pertama-tama dan terutama, Bangunlah kami, dan tanamlan kami seturut kehendak-Mu yang kudus.  Balikkanlah kami dan tariklah kami dengan penuh kasih kepada-Mu.  Tolonglah kami untuk menaati-Mu dengan sukacita dan sukarela, untuk melayani-Mu dan mengikut di jalan titah-titah-Mu.

Oh!  berkenanlah perlengkapilah kami dengan iman sejati, dengan pengharapan yang baik dan cinta-kasih Kristiani yang murni, dengan kepatuhan dan kebenaran tulus.  Berkenanlah mengisi kami juga dengan pengetahuan yang dipenuhi oleh Roh, akan Yesus Kristus dan firman dan kehendak-Mu yang suci. Karuniakanlah kepada kami semangat yang tulus dan cinta terhadap segala sesuatu yang baik, melalui Roh-Mu yang kudus dan baik.  Dan di lain sisi, karuniakanlah kepada kami juga rasa benci kudus, jijik, dan acuh yang semestinya kepada setiap hal yang jahat, sehingga kami dapat membenci apa yang Dikau benci dan mencintai dengan kesukaan apa yang Dikau cinta.

Oh!  berkenanlah menjadi tapak dan jalan kami, dan pada segala waktu, jadilah damai dan pembimbing kami, perlindungan dan perteduhan kami.  Siapkanlah hati dan pikiran kami untuk terus berdekatan dengan jejak damai sejahtera-Mu yang kudus, sehingga kami dapat berpegang pada-Mu dan melayani-Mu dengan sukarela selaku anak-anak-Mu yang kekasih serta hamba-hamba-Mu; dan kerjakanlah ini selama-lamanya, hingga kesudahan masa hidup kami yang papa dan sengsara.

Berilah kepada kami semua, kaum-Mu sendiri, maksud-maksud dan pikiran baik, pemahaman yang baik dan pengetahuan kudus, dan keinginan-keinginan yang baik dan kudus.  Sungguh, selama-lamanya beri kami juga tujuan yang kudus, kehendak yang kudus, kehendak Kristen yang kudus dan ketekunan dalam tiap perihal yang baik dan kudus, dalam apa saja yang memperkenan dan menyukacitakan Dikau.

Ya, berilah kami kesehatan yang kudus dalam jiwa dan badan, dan juga keinginan dan ketaatan kudus seturut takaran anugerah-Mu, yang selaras dengan hikmat ilahi-Mu.  Sungguh, jika tidak melawan kehendak-Mu yang kudus dan ilahi bagi kami untuk memohonkan ini, berkenanlah memberikan kami kebaikan-Mu yang melimpah dan mahamurah juga untuk segenap umat manusia, seturut kelimpahan kehendak-Mu yang kudus.

Marilah datang kepada kami semua, tolong dan hiburkanlah kami di dalam semua pikiran dan kebutuhan, baik di dalam jiwa dan badan.  Inilah yang kami mohonkan, ya Bapa yang kudus!  Demi Yesus Kristus.  Amin.


(Leonard Gross, ed.  Prayer Book for Earnest Christians: A Spiritually Rich Anabaptist Resource.  Herald, 1996.  Hal. 36-37.)

Monday, June 6, 2011

Pilgram Marpeck, "Concerning the Love of God in Christ," The Writings, 529-530



Love is all power, authority, strength, might, wisdom, reason, skill, understanding, truth, righteousness, mercy, forbearance, patience, meekness in all humility and lowliness.  She is fully God in all, in with, and through her summation Jesus Christ our Healer.  He is the complete, whole, eternally coming true love of the Father, and the Father himself is the true love of the Son, one Spirit, God, and Lord forever, not mixed but One from eternity, not separated into two or three but three in One eternally.


Only what God himself is from eternity in and of himself is everlasting (understand: not "in" but "from" eternity), and remains eternally, God the Word and Spirit.  The incarnate Word is taken into the unity, and, according to the measure of time, one in and with God.  He is two natures, one Man, two natures, one God, divine and human in one.

Sunday, June 5, 2011

MENGENAL DIRI UNTUK MEMBANGUN PRIBADI


Siapakah Remaja Itu?

Berasal dari bahasa latin adolscere, yang berarti to grow (“bertumbuh”), maka seorang pribadi remaja adalah seseorang yang sedang bertumbuh.  Ia sedang mengalami masa pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan desasa.  Kira-kira dimulai pada usia 12 atau 13, dan diakhiri pada awal dua puluhan tahun.

Di dalam masa remaja ini terjadilah perkembangan psikoseksual, perubahan hubungan dengan orangtua.  Cita-cita yang berubah.  Orientasi sudah mulai berpikir ke masa depan.  Di masa transisi, perkembangan masa kanak-kanak masih dialami, namun sebagian kematangan dewasa sudah dicapai.  Proses pertumbuhan biologis pun kelihatan.  Anak remaja pun sudah mulai bisa berpikir secara abstrak.  Dunianya pun lebih luas, tidak hanya sebatas keluarga.

Perkembangan Pada Usia Remaja

Perkembangan Fisik

Terjadi perubahan-perubahan pada tubuh, fungsi otak, kapasitas sensoris (inderawi), dan ketrampilan motorik.  Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual serta fungsi reproduksi.  Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan, menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan.  Perubahan pada struktur otak pun kian sempurna, sehingga meningkatkan kemampuan kognitifnya sehingga bisa berpikir abstrak.

Perkembangan Kognitif

Seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi biologis.  Remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka.  Kemampuan mental seperti belajar, menyimpan data (memori), menalar, berpikir dan bahasa pun berkembang.  Remaja dapat berpikir abstrak.  Ia dapat merancang dan mengolah ide-ide.  Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lain, lalu mulai menghubungkan ide-ide itu.  Seorang remaja bukan saja mampu menata ide-ide, tapi juga memunculkan ide baru.

Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Perkembangan kepribadian: Seorang remaja berubah caranya dalam berhubungan dengan dunia, atau menyatakan emosi.  Perkembangan sosial: perubahan dalam berhubungan dengan orang lain.  Dalam perkembangan ini, remaja sedang mencari identitas.  Ia ingin menjadi pribadi yang dewasa dengan menemukan peran penting di dalam masyarakat.  Pada masa ini, remaja lebih dipengaruhi teman sebaya daripada orangtua.  Peran teman yang mempengaruhi dan dipengaruhi sangat besar.  Remaja lebih percaya kepada temannya daripada orangtua.  Sahabat itu memberi pengaruh terhadap cara berdandan, musik, games online, film yang menarik, dll.  Terkadang, kehadiran teman-teman sebaya ini melahirkan tekanan-tekanan juga dalam hidup si remaja (peer pressures).

Ciri-ciri Masa Remaja

1.       Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal (12-15 tahun), dikenal sebagai masa storm and stress.  Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.  Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi yang baru dan berbeda dari masa sebelumnya.  Pada masa ini, banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak.  Mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.  Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

2.       Perubahan yang cepat secara fisik disertai kematangan seksual.  Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin pada diri sendiri dan pada kemampuan mereka.  Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3.       Perubahan dalam hal-hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.  Selama masa remaja, banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya yang dibawa dari masa kanak-kanak, kini beralih digantikan dengan hal menarik yang baru, dan lebih matang.  Hal ini juga dikarenakan tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.  Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain.  Remaja tidak lagi berhubungan dengan individu dan jenis kelamin yang sama, tetapi dengan lawan jenis dan orang dewasa.

4.       Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanan kini menjadi kurang penting karena sudah mendekati usia dewasa.

5.       Kebanyakan remaja terombang-ambing dalam menghadapi perubahan yang terjadi.  Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan.  Tapi di sisi lain, mereka takut menerima tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut.  Mereka pun ragu dengan kemampuan mereka sendiri dan memikul tanggung jawab itu.

Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja terutama adalah membangun “identitas melawan kebingungan identitas.”  Tujuannya ialah mencari identitas diri agar kelak dapat menjadi orang dewasa yang otentik dan memahami diri secara koheren dan mempunyai nilai di mata masyarakat.  Remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya di dalam komunitas, menimbang keberhasilan dan kegagalan, bagaimana ia menyesuaikan mental dan menentukan peran, sikap, nilai serta minatnya.
Hal-hal yang biasa dilakukan oleh remaja di usia ini adalah:
·         Memperluas hubungan antarpribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
·         Memperoleh peran sosial di sebuah komunitas
·         Menerima kebutuhan dan menggunakan dengan efektif
·         Memperoleh kepastian kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
·         Memilih dan mempersiapkan masa depan
·         Mempersiapkan pembentukan keluarga
·         Membentuk sistem nilai, moralitas dan pandangan hidup.


Bagaimana Pandangan Alkitab?

Belajarlah dari Yesus Kristus.  Pada waktu menginjak usia remaja, “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Luk. 2:52).

1.       Secara fisik, Yesus bertumbuh seperti kebanyakan anak di usia-Nya.  Sebagai manusia sejati (selain Allah sejati), Ia mengalami tugas perkembangan sebagai remaja.

2.       Secara kognitif, Yesus bertambah hikmat-Nya.  Ini berarti, Yesus tidak segan mempelajari hal-hal yang baru.  Terutama, Ia banyak belajar firman Tuhan dan merenungkan firman itu bagi diri-Nya.

3.       Secara rohani, Yesus dikasihi oleh Allah.  Ia tahu bahwa Bapa-Nya sangat mengasihi Dia.  Allah tidak pernah meninggalkan Dia.  Hidup spiritualitas Yesus pun makin bertambah naik, Ia mengasihi Allah, taat kepada Allah dan melayani Dia di sepanjang hidup-Nya.

4.       Secara sosial, Yesus dikasihi oleh manusia.  Hubungannya baik dengan orang lain.  Ia menghormati orangtuanya.  Ia bergaul dengan kawan-kawan sebaya.  Ia tidak tertutup dengan orang lain. Maka, orang pun menaruh kasih kepada Yesus.

Yesus yang masih remaja, mengajar kita bagaimana menerima diri kita apa adanya.  Ketika kita tidak dapat membangun dan menemukan jati diri kita, kita akan gampang sekali diombang-ambingkan oleh berbagai tawaran dunia.  Ingatlah bahwa hal-hal duniawi tarik-menarik dengan hal-hal surgawi. 

Bagaimana kita dapat menemukan jati diri yang sejati?  Dengan mendengar bisikan Allah tiap-tiap saat, “Aku mengasihimu.”  Sama seperti pada waktu Yesus dibaptiskan, ada suara dari surga, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”  Dengarkanlah suara ini tertuju kepada kita selaku orang-orang yang mengikut Yesus Kristus.

·         Kita dikasihi Allah!  Allah menjaga kita dalam setiap gerak langkah kita.  Kita tidak pernah dibiarkan sendirian, apalagi kesepian.  Ada Bapa yang selalu mengiring dan siap menopang kita. Sumber kekuatan kita yang sejati adalah cinta-kasih Allah bagi kita!  Dan cinta kasih ini diberikan sekali untuk slema-lamanya.

·         Allah berkenan kepada kita!  Bapa kita yang baik itu berkenan kepada kita.  Artinya, Allah dimuliakan dan berkerja di dalam serta melalui kita.  Allah tidak hanya mengasihi kita, tetapi Ia berkehendak menjadikan kita sebagai alat-alat kemuliaan-Nya.

Demikianlah kita belajar memahami siapa kita sebagai remaja di hadapan Allah.  Janganlah menyia-nyiakan masa mudamu.  Sesungguhnya, kamu berharga di hadapan Allah!

PAULUS: HATI YANG DITANGKAP ALLAH


“Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. 
Dan hidup yang kuhidupi sekarang di dalam daging,
adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku.”
(Galatia 2:20)

Pribadi yang Hebat

Siapa yang tidak mengenal Paulus?  Setelah Kristus, mungkin inilah orang terbesar kedua di Perjanjian Baru.  Seorang mantan Farisi, dididik dengan ketat di bawah bimbingan guru besar PL ternama di era itu, Gamaliel!  Tetapi, ia dijumpai oleh Kristus ketika hendak menganiaya jemaat; hidupnya diubah oleh Kristus; dan ia diutus sebagai duta kabar baik, khususnya bagi orang-orang bukan Yahudi.

Kita bisa belajar banyak dari pribadi hebat ini.  Tetapi paling tidak, ada tiga hal yang kita dapat pelajari.

1.       Paulus Dipilih dan Diutus untuk Menjadi Rasul

Dalam perjalanan pelayanannya, tidak semua jemaat percaya ia rasul.  Jemaat Galatia pun agak ragu-ragu apakah Paulus memang layak disebut rasul.  Ia tidak memenuhi syarat umum untuk disebut rasul (bdk. Kis. 1:21-22).  Oleh karena itu, ia marah.  Mulai baris pertama suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus menegaskan bahwa dirinya benar-benar rasul.  Ia menulis, “Dari Paulus, seorang rasul, bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa . . .(Gal. 1:1). 

Untuk mendukung pernyataan ini, ia menceritakan pengalaman perjumpaannya dengan Kristus.  Seperti dalam Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Lukas, sebelum menceritakan pengalaman ini, Paulus juga mengingat masa lampaunya, “Kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya.  Dan di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat-istiadat nenek moyangku” (Gal. 1:13-14).

Selanjutnya, ia menceritakan pengalaman yang menentukan itu, “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaat pun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia . . .” (Gal. 1:15-16).   Di sini kita menemukan kata-kata kunci, bahwa Allah: memilih, memanggil, menyatakan, [mengutus untuk] memberitakan.  Paulus sadar akan tugas penting di dalam hidupannya.

Dengan kata lain, Paulus menempatkan diri dalam rencana penyelamatan Tuhan.  Hidupnya dipelihara oleh Tuhan.  Ia dituntun oleh Tuhan.  Maka, ia sadar bahwa ia punya tugas dalam kerangka besar rancangan Tuhan.

2.       Paulus Terus Diproses oleh Tuhan

Pelayanan adalah yang paling utama dalam hidup Paulus sebagai rasul Kristus.  Ia menulis kepada jemaat Korintus, “Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini” (2Kor. 4:1).  Untuk mendukung pernyataan ini, Paulus melanjutkan, “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (2Kor. 4:5). 

Dengan kata lain, Paulus menjadi hamba atau pelayan karena kehendak Yesus.  Kehendak itu dinyatakan dalam perjumpaan pribadinya dengan Tuhan.  Dalam perjumpaan itu, ia diubah oleh raya rahmat, dari penganiaya menjadi pelayan jemaat dan hamba Tuhan.  Perjumpaan inilah yang dinyatakan secara tidak langsung di ayat selanjutnya, “Sebab Allah yang telah berfirman, ‘Dari dalam gelap akan terbit terang!,’ Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dan pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang tampak pada wajah Kristus” (2Kor. 4:6).

Ketika dijumpai oleh Kristus, Paulus tidak hanya diutus, tetapi juga mengalami proses penciptaan baru.  Hidupnya diubahkan.  “Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang hanas, tetapi aku telah dikasihi-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan, yaitu di luar iman.  Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus” (1Tim. 1:13-14).

Paulus adalah seorang yang selalu sangat giat.  Namun, sebelum perjumpaan dengan Kristus, kegiatan itu didorong oleh rasa benci, marah, dan dendam.  Itulah sebabnya Paulus menyebut dirinya seorang penghujat, penganiaya, ganas.  Tetapi perjumpaan dengan Kristus memperkenalkannya dengan kekuatan dan daya hidup yang lain, yaitu kasih, iman dan anugerah.  Daya ini membuatnya giat—tetapi kini menjadi utusan Injil.

3.       Paulus—Manusia Baru dalam Kristus

Paulus juga menulis, “Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2Kor. 3:18).  Paulus terus-menerus dalam proses menjadi manusia yang baru.  Dalam istilah konkret, serupa dengan Kristus dapat dipahami sebagai meninggalkan kebanggan dan cita-citanya sendiri dan mengejar nilai yang diperjuangkan oleh Kristus.  Kalau orang sudah mendapatkan nilai ini, ia pun rela meleaskan yang lain (bdk. Mat. 13:44-45).

Paulus punya banyak kebanggaan: orang Yahudi asli, mantan Farisi, penganiaya jemaat karena Taurat, tidak bercacat menaati Taurat (Flp. 3:4-6).  Namun ia katakan, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya.  Oleh karena Dialah, aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada di dalam Dia . . .” (Flp. 3:7-9).

Bagi Paulus, pengenalan akan Kristus lebih mulia daripada kebanggaan masa lalunya.  Yang sekarang ia dapatkan, lebih mulia.  Yang kini ia miliki, membuatnya tidak ragu untuk melepas semua di masa lalu.  Kerinduannya adalah agar tetap berada di dalam Dia.

AKRAB DENGAN ALLAH: BELAJAR DOA DAN BERSAAT TEDUH


Waspadalah!

Jangan bersantai-santai!  Tantangan Kekristenan semakin bertambah berat.  Lihatlah dunia.  Banyak daerah yang dahulu dikenal sebagai negara Kristen, tapi kini sudah kehilangan nilai Kristennya.  Bahkan, istilah “negara Kristen” itu sendiri hanya dongeng masa lalu.  Banyak gereja di Eropa diubah menjadi klub malam atau museum.  Tak sedikit yang dibeli oleh para saudagar Arab dan dipakai sebagai masjid.

Agama Kristen tidak bisa mengagungkan dirinya sebagai agama mayoritas.  Kemunduran signifikan terjadi di angka pengikut Kristen.  Sedangkan jumlah Islam naik dengan tajam.  Kita tidak dapat menutup mata, Islam adalah agama “terbesar” saat ini, jika jumlah Kristen dengan Katolik dipisah. Muslim terus bertambah dengan kelahiran bayi-bayi baru.  Bayangkan, setiap laki-laki bisa punya istri sampai empat.  Berapa jumlah anak-anak di keluarga itu kalau tiap istri punya empat anak?  Moammar Gaddafi, Presiden Libya pernah berkata, “Kita tidak perlu menjajah Eropa.  Secara natural, Eropa akan berubah menjadi Islam.”  Apakah ini tantangan yang mudah?  Kekristenan mengalami kemunduran disebabkan beberapa faktor:

·         penganiayaan dan pemaksaan untuk berganti agama.  Tetapi hal ini merupakan faktor yang kecil.  Sejarah awal kegerakan gereja membuktikan bahwa penganiayaan justru membuat gereja bertumbuh dengan pesatnya. 
·         kenyamanan.  Faktor ini yang terjadi di negara-negara maju.  Mereka tidak kekurangan apa pun.  Yang mereka butuhkan, dapat segera mereka dapatkan.  Sehingga, mereka tidak membutuhkan Tuhan. 
·         pemuridan yang mandeg.  Tidak adanya kesinambungan kurikulum pembinaan di gereja.  Jemaat tidak suka pembinaan dan pengajaran.  Akhirnya, makin hari, generasi Kristen makin lemah memahami isi kitab sucinya.

Masalah yang ketiga inilah merupakan bahaya yang sangat serius.  Jika di satu sisi pemuridan lemah, dan di sisi lain ternyata terjadi penekanan atas orang Kristen, maka banyak orang-orang yang tidak kuat di dalam iman.  Alih-alih keamanan diri, mereka akan memilih untuk meninggalkan imannya, dan berbalik kepada agama yang lebih memberikan janji-janji kemudahan.

Konflik dalam Diri

Kita telah diselamat hanya oleh anugerah Allah (sola gratia), melalui iman yang membenarkan kita di hadapan Allah (sola fide), oleh satu Kristus (solus Christus).  Apakah yang harus kita kerjakan.  Tidak mudah!  Tugas kita berat!  Sebenarnya kita mengemban pertanyaan, “Setelah ini, apa?”  Camkanlah bahwa para reformator mengingatkan kita akan satu hal yang sangat penting: Berdiri di atas Kitab Suci (sola scriptura).  Artinya, kita harus hidup bergaul dengan Alkitab, firman Allah.  Kita akan sejenak beralih pada situasi hidup kita setelah kita diselamatkan.

Setelah menjadi ciptaan baru di dalam Kristus (2Kor. 5:17; Kol. 3:10; Ef. 4:24), kita masuk dalam keadaan perang.  Kita berperang.  Kita sedang berada di medan konflik yang intensif.  Konflik itu disebabkan karena di satu sisi kita ini adalah warga surga (Flp. 3:20), tetapi di sisi lain kita masih hidup di dunia. 

Secara natur, kita masih tinggal dalam tubuh yang lama (belum tubuh kebangkitan seperti Kristus), maka kita terus berperang melawan ke-aku-an atau egosentisme kita.  Rasul Paulus menegaskan,

·         “Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannnya yang sia-sia” (Ef. 4:17).  Ini berarti, orang Kristen harus berjuang untuk membuang pikiran berdosa dari hidupnya. 

·         Bahkan rasul sendiri masih bergumul dengan manusia lamanya, “Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku, aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku” (Rm. 7:22-23). 

·         Pribadi yang sama bahkan berseru, “Aku, manusia celaka: Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Rm. 7:24).

Dengan kata lain, kendati sudah dibebaskan dari belenggu dosa dan maut, aku masih terus hidup dalam kehidupan dengan tubuh dan pikiran yang telah tercemari dosa, di dalam dunia dan masyarakat yang telah dikuasai oleh kedagingan.  Sekalipun aku tidak lagi dikuasai dosa, kehadiran dosa tetap ada, dan ia tetap menggodaku.  Keinginan daging dan keinginan Roh selalu bertolak belakang, dan keduanya saling tarik menarik di dalam diriku. 

Akan tetapi, seseorang yang telah mengenakan manusia baru, dan menjadi tempat tinggal Roh Kudus, akan “menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah” (2Kor. 7:1).  Dan “barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Gal. 5:24).  Cara yang harus ditempuh adalah: “Matikanlah dalam dirimu segala seuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala” (Kol. 3:5).  Tujuannya ialah bahwa kelak “apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, . . . setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci” (1Yoh. 3:1-3).

Senjata Kita: Alkitab!

Melalui Firman.  Inilah cara Allah membersihkan kita.  Dan itulah sebabnya, para reformator menyerukan sola scriptura.  Firman itu harus disimpan di dalam hati, supaya jangan berdosa terhadap Allah (Mzm. 119:11).  Setelah menjadi orang percaya, kita mendapatkan Roh Kudus sehingga isi Alkitab pun terbuka dan kita dapat memahami artinya.  Tujuannya, agar kita dapat hidup dalam kelegaan (ay. 45).

Berdasarkan 2 Timotius 3:16, bahwa tulisan kitab suci adalah diembuskan oleh Allah, seperti orang yang berbicara, maka ada udara yang keluar dari mulutnya.  Kitab Suci keluar dari mulut Allah sendiri lewat orang-orang pilihan yang diberi inspirasi untuk menuliskan isi hati Allah.  Sebab itu, Alkitab bermanfaat untuk “mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”  Empat fungsi Alkitab ini dapat kita lihat sebagai berikut:

Ø  Untuk pengajaran, yaitu untuk mengajar dan mendidik akal budi kita,
Ø  Untuk pembelaan iman, yaitu untuk melatih kita berpikir jernih dan lurus,
Ø  Untuk etika, yaitu untuk memberikan wawasan bagaimana cara hidup sebagai umat Allah,
Ø  Untuk pembimbingan, yaitu untuk membuat kita makin dekat dengan kehendak Allah.

Hanya melalui Alkitab, kita dapat memenuhi titah Kristus, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Mrk. 12:30).  Alkitab diberikan bukan untuk hati saja, atau akal budi saja, tetapi untuk seluruh aspek kehidupan orang percaya.  Bagaimana kita memanfaatkan Alkitab? 

(1)    Dasar doa.  Firman dan doa adalah dua sarana pertumbuhan Kristen yang terutama.  Orang yang banyak berdoa, harus suka baca firman.  Orang yang suka baca firman pasti suka berdoa.  Kita menemukan sabda Allah bagi hidup kita.  Kita menemukan contoh-contoh doa yang benar(dalam Mazmur dan Doa Bapa Kami).  Doa adalah ungkapan hati kita kepada Allah.  Firman adalah ungkapan hati Allah kepada kita.  Melalui firman dan doa, kita menemukan komunikasi yang sungguh nyata bersama Tuhan.

(2)    Dasar ibadah.  Ibadah adalah ungkapan bakti umat Allah.  Kita bertumbuh bersama orang lain yang juga percaya kepada Kristus.  Ibadah yang benar berpusat pada Firman.  Dari awal hingga akhir ibadah, firmanlah yang mengilhami dasar liturgi umat.  Khotbah yang benar adalah menguraikan firman Allah.  Nyanyian jemaat pun diambil dari firman.  Perjamuan Kudus pun mengingatkan karya Allah sebagai pembebas kita dari dosa, seperti yang disaksikan oleh firman.

(3)    Dasar kehidupan Kristen.  Hidup Kristen adalah hidup yang berpadanan dengan kehendak Allah, dan kehendak Allah ditemukan di dalam Alkitab.  Seperti Kristus yang menghidupi berita Alkitab di dalam hidup-Nya, sehingga Ia dapat menghadapi pencobaan Iblis, maka kita pun memakai kitab suci sebagai pedang roh dalam menghadapi pencobaan dunia.  Panggilan kita adalah menjadi seperti Kristus, maka kita pun dipanggil untuk mencintai Alkitab, sama Kristus pun mencintai Alkitab.

(4)    Dasar kesaksian Kristen.  Kesaksian Kristen pun diilhami oleh Alkitab.  Israel harus menjadi berkat dan terang bagi bangsa-bangsa.  Pengikut Kristus harus menjadi garam dan terang dunia.  Jika orang Kristen tidak memahami isi Alkitab, maka kesaksian Kristen dapat melenceng; gereja bukan lagi menjadi sarana pemuliaan Allah, tetapi bisnis pribadi atau sekelompok orang.  Gereja harus mengenal isi kitab suci supaya kesaksiannya tetap pada jalur yang benar.

Apa yang Harus Kita Lakukan?

Pertama, kita harus tahu tujuan hidup kita.  Malcolm Muggeridge berkata, “Tujuan sebenarnya dari keberadaan kita di dunia ini adalah, secara sederhana, mencari Allah, dan dalam proses pencarian itu, menemukan Dia, dan setelah menemukan Dia, mengasihi-Nya . . .”  Kita mengasihi karena kita telah dikasihi terlebih dahulu.

Kedua, motivasi kita harus bukan rutinitas.  Bukan karena tugas.  Kita telah berjumpa dan menemukan Allah.  Kita sangat bersukacita dengan penemuan ini dan kita ingin orang lain pun tahu tentang Allah!

Ketiga, kita ingin menjadi bagian orang percaya sepanjang zaman.  Dengan membaca Alkitab, kita dibawa untuk memahami cara hidup Abraham, Musa, Daud, Yesus, Paulus dan masih banyak lagi.  Kita menjaga diri dalam jalur yang benar dengan umat Allah yang telah mendahului kita. 

Maka, Allah pertama-tama ingin menyapa kita.  Ingatlah selalu, bahwa inti Warta Sukacita yang dibawa oleh Yesus Kristus adalah agar manusia berhubungan dengan Allah yang hidup, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh. 17:3).  Tanpa kita merasakan sapaan Allah, maka hambarlah hidup kita.  Allah ingin sekali menyapa kita melalui firman-Nya!  Jadi, apa yang harus kita kerjakan?

1.       Membuka Hati Kepada Allah.  Kita perlu mempersiapkan diri untuk apa pun yang Allah ingin sabdakan.  Dan, siap sedia juga untuk menanggapi apa yang Allah hendak sampaikan.  Kita akan banyak mengalami kejutan dari firman itu.  Kita akan mengalami sukacita, sikap baru, transformasi hidup, dan perubahan radikal yang didorong oleh hati yang terarah kepada Allah.

2.       Khususkan WaktuAllah ingin waktu yang khusus, bukan waktu yang sisa.  Adalah panggilan kita untuk mengkhususkan waktu yang sama dan tempat yang sama setiap hari.  Pilihlah waktu yang kita tahu dalam keadaan yang fit, dan kemungkinan besar tidak terganggu oleh aktivitas lain-lain.  Jangan ragu untuk terus mencoba sampai kita menemukan waktu yang tepat.

3.       Siapkan Tempat.  Keteduhan itu penting, sehingga kita perlu mencari tempat yang tepat untuk dapat intim dengan Allah.  Pilihlah tempat di mana kita dapat mengarahkan hati sepenuhnya.

4.       Siapkan Sebuah Alkitab.  Pakailah Alkitab yang mudah kita pahami. Boleh bahasa Indonesia, boleh juga bahasa lain.  Kalau bahasa Indonesia, pakailah terjemahan baru Lembaga Alkitab Indonesia (1974), atau terjemahan baru kedua yang Perjanjian Barunya sudah dapat diperoleh.

5.       Siapkan Alat Tulis.  Pena dan buku catatan sebaiknya selalu dekat dengan kita.  Tuliskan apa yang muncul dalam benak, baik apa yang Allah sabdakan, maupun respons kita kepada Allah.

Ada Lima Langkah yang harus kita kerjakan:

1.       Mempersiapkan Diri.  Mintalah Allah berbicara kepada kita, supaya kita memahami bagian yang kita renungkan, dan supaya Allah terlebih dahulu menolong kita.  Mazmur 119:18, “Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban Taurat-Mu.”

2.       Membaca.  Bacalah bagian Alkitab dengan sungguh-sungguh, sampai kita bisa merasakannya.  Jangan ragu untuk membacanya berulang-ulang.  Bukan saja agar kita hafal, tetapi supaya semakin merasuk dan sejiwa dengan kita.

3.       Menggali.  Berusahalah untuk menemukan intisari atau makna bagian tersebut.  Tiga pertanyaan yang menolong Anda:

Ø  Menemukan APA à Segala informasi seputar bagian itu

Ø  Menemukan AMANAT TEKS (AT) à Apa inti bagian Alkitab ini?  Tentang Allah?  Kristus?  Roh Kudus?  Gereja?  Keselamatan?  Kehidupan Kristen?  Doa?  Akhir Zaman? Dsb.

Ø  Menemukan AMANAT MASA KINI (AMK) à Apa sapaan Allah kepada saya secara pribadi melalui bagian ini?

4.       Berespons.  Setelah mendapatkan makna itu, kita dapat melakukan beberapa hal ini:
Ø  Apa yang Anda harus kerjakan?:  Syukur, komitmen, tekad, bertobat, dll.
Ø  Anda dapat menjadikannya sebagai bahan dasar doa kita.  Kita dapat memuji Allah.  Atau bersyukur kepada-Nya.  Atau mengakui kesalahan kita dan memohon pengampunan.  Atau memohon Allah mencukupi kebutuhan kita.
Ø  Bagikanlah berkat itu kepada orang lain: kepada anggota keluarga, kepada sesama saudara Kristen, atau kepada orang yang belum Kristen.

****