Sunday, June 5, 2011

PAULUS: HATI YANG DITANGKAP ALLAH


“Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. 
Dan hidup yang kuhidupi sekarang di dalam daging,
adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku.”
(Galatia 2:20)

Pribadi yang Hebat

Siapa yang tidak mengenal Paulus?  Setelah Kristus, mungkin inilah orang terbesar kedua di Perjanjian Baru.  Seorang mantan Farisi, dididik dengan ketat di bawah bimbingan guru besar PL ternama di era itu, Gamaliel!  Tetapi, ia dijumpai oleh Kristus ketika hendak menganiaya jemaat; hidupnya diubah oleh Kristus; dan ia diutus sebagai duta kabar baik, khususnya bagi orang-orang bukan Yahudi.

Kita bisa belajar banyak dari pribadi hebat ini.  Tetapi paling tidak, ada tiga hal yang kita dapat pelajari.

1.       Paulus Dipilih dan Diutus untuk Menjadi Rasul

Dalam perjalanan pelayanannya, tidak semua jemaat percaya ia rasul.  Jemaat Galatia pun agak ragu-ragu apakah Paulus memang layak disebut rasul.  Ia tidak memenuhi syarat umum untuk disebut rasul (bdk. Kis. 1:21-22).  Oleh karena itu, ia marah.  Mulai baris pertama suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus menegaskan bahwa dirinya benar-benar rasul.  Ia menulis, “Dari Paulus, seorang rasul, bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa . . .(Gal. 1:1). 

Untuk mendukung pernyataan ini, ia menceritakan pengalaman perjumpaannya dengan Kristus.  Seperti dalam Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Lukas, sebelum menceritakan pengalaman ini, Paulus juga mengingat masa lampaunya, “Kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya.  Dan di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat-istiadat nenek moyangku” (Gal. 1:13-14).

Selanjutnya, ia menceritakan pengalaman yang menentukan itu, “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaat pun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia . . .” (Gal. 1:15-16).   Di sini kita menemukan kata-kata kunci, bahwa Allah: memilih, memanggil, menyatakan, [mengutus untuk] memberitakan.  Paulus sadar akan tugas penting di dalam hidupannya.

Dengan kata lain, Paulus menempatkan diri dalam rencana penyelamatan Tuhan.  Hidupnya dipelihara oleh Tuhan.  Ia dituntun oleh Tuhan.  Maka, ia sadar bahwa ia punya tugas dalam kerangka besar rancangan Tuhan.

2.       Paulus Terus Diproses oleh Tuhan

Pelayanan adalah yang paling utama dalam hidup Paulus sebagai rasul Kristus.  Ia menulis kepada jemaat Korintus, “Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini” (2Kor. 4:1).  Untuk mendukung pernyataan ini, Paulus melanjutkan, “Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (2Kor. 4:5). 

Dengan kata lain, Paulus menjadi hamba atau pelayan karena kehendak Yesus.  Kehendak itu dinyatakan dalam perjumpaan pribadinya dengan Tuhan.  Dalam perjumpaan itu, ia diubah oleh raya rahmat, dari penganiaya menjadi pelayan jemaat dan hamba Tuhan.  Perjumpaan inilah yang dinyatakan secara tidak langsung di ayat selanjutnya, “Sebab Allah yang telah berfirman, ‘Dari dalam gelap akan terbit terang!,’ Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dan pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang tampak pada wajah Kristus” (2Kor. 4:6).

Ketika dijumpai oleh Kristus, Paulus tidak hanya diutus, tetapi juga mengalami proses penciptaan baru.  Hidupnya diubahkan.  “Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang hanas, tetapi aku telah dikasihi-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan, yaitu di luar iman.  Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus” (1Tim. 1:13-14).

Paulus adalah seorang yang selalu sangat giat.  Namun, sebelum perjumpaan dengan Kristus, kegiatan itu didorong oleh rasa benci, marah, dan dendam.  Itulah sebabnya Paulus menyebut dirinya seorang penghujat, penganiaya, ganas.  Tetapi perjumpaan dengan Kristus memperkenalkannya dengan kekuatan dan daya hidup yang lain, yaitu kasih, iman dan anugerah.  Daya ini membuatnya giat—tetapi kini menjadi utusan Injil.

3.       Paulus—Manusia Baru dalam Kristus

Paulus juga menulis, “Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2Kor. 3:18).  Paulus terus-menerus dalam proses menjadi manusia yang baru.  Dalam istilah konkret, serupa dengan Kristus dapat dipahami sebagai meninggalkan kebanggan dan cita-citanya sendiri dan mengejar nilai yang diperjuangkan oleh Kristus.  Kalau orang sudah mendapatkan nilai ini, ia pun rela meleaskan yang lain (bdk. Mat. 13:44-45).

Paulus punya banyak kebanggaan: orang Yahudi asli, mantan Farisi, penganiaya jemaat karena Taurat, tidak bercacat menaati Taurat (Flp. 3:4-6).  Namun ia katakan, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya.  Oleh karena Dialah, aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada di dalam Dia . . .” (Flp. 3:7-9).

Bagi Paulus, pengenalan akan Kristus lebih mulia daripada kebanggaan masa lalunya.  Yang sekarang ia dapatkan, lebih mulia.  Yang kini ia miliki, membuatnya tidak ragu untuk melepas semua di masa lalu.  Kerinduannya adalah agar tetap berada di dalam Dia.

No comments:

Post a Comment