Monday, September 10, 2012

BEKERJA DALAM SPIRIT SYALOM (KOLOSE 3:22-25)



BEKERJA DALAM SPIRIT SYALOM
KOLOSE 3:22-25

Telah kita pelajari di Minggu lalu bahwa berkeluarga harus dilandasi oleh semangat “Kristus adalah hidup kita.”  Semboyan ini mendorong orang-orang Kristen untuk memikirkan apa yang Kristus pikirkan dalam kehidupan sehari-hari.  Maka, makin kita sadari bahwa menjadi Kristen bukan melulu berurusan dengan kehidupan di surga setelah kematian, tetapi kehidupan konkret.  Kini dan di sini.  Dalam berbisnis.  Dalam keluarga.  Sekarang, dalam bekerja.

Teks pokok kita berbicara mengenai relasi tuan dan hamba, atau lebih gamblang—majikan dan budak.  Majikan adalah orang yang punya modal; budak adalah alat produksi yang akan mendatangkan keuntungan.  Gaya perbudakan di zaman Romawi tidak sekejam perbudakan di zaman kolonial, di mana budak sama sekali tidak boleh menikmati hak asasi manusia.  Budak-budak di zaman rasul Paulus diperlakukan cukup manusiawi, karena setiap majikan terikat dalam hukum Roma.  Bahkan ada budak yang diangkat menjadi pengatur rumah tangga majikan, jika ia mendapat kepercayaan sang tuan.  Namun demikian, perbudakan tetap menyiratkan ketimpangan sosial, dan ketidakadilan.  Di dalamnya tidak ada syalom, damai sejahtera seperti yang dicita-citakan Allah.

Teks pokok kita terkesan mendukung ketidakadilan dan perbudakan!  Budak diminta untuk taat.   Bahkan perintah untuk budak lebih banyak daripada untuk tuan (4:1).  Paulus sepertinya pro-status quo, padahal di tempat lain kata-katanya sangat radikal ketika berbicara “tidak ada lagi budak dan orang merdeka” (Gal. 3:28).  Apakah Paulus berubah pikiran?  Tidak.  Jika kita memperhatikan konteks Kolose, baik hamba maupun tuan disapa “saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus” (1:1).  Mereka semua memiliki hak yang sama di dalam komunitas tubuh Kristus.  Komunitas ini dibentuk berpusatkan pada peribadahan yang menyediakan tempat yang aman untuk mengungkapkan isi hati, berdoa serta mengenali kehendak Allah.  

Namun ternyata, di dalam komunitas ini terdapat kaum entrepreneur dan kaum pekerja, karena itu kedua golongan ini juga memerlukan dasar kebenaran yang sama jika mereka hendak tolong-menolong.  Maka, komunitas Kristen perlu untuk bersama-sama menggumuli apa artinya bekerja di dalam Kristus dan bagaimana Kristus hadir di dalam pekerjaan yang mereka geluti.

Sang rasul tetap pemikir yang radikal dan menghendaki keadilan terjadi dalam realitas sehari-hari.  Transformasi tidak selalu revolusi.  Perubahan tidak dapat terjadi serta-merta, tetapi bisa setahap demi setahap.  Di sini, Paulus menasihati baik “pekerja” maupun “pemberi kerja” untuk menempatkan Kristus sebagai “Sang Pemberi Kerja.” Di atas si pemberi kerja, masih ada Kristus yang adalah Tuhan segala sesuatu.

Jika kita semua menyadari bahwa Kristus adalah Pemilik segalanya, maka kita pasti akan menjalankan usahanya dengan jujur dan sepenuh hati, serta memperlakukan orang lain—yang bekerja untuk kita dan yang bekerja bersama kita—sebagai pribadi-pribadi yang utuh, yang layak menerima hak-hak mereka secara benar dan adil.  Tak dapat dipungkiri, dalam dunia yang kian sarat dengan percepatan dan persaingan, maka motif-motif lain bisa terselip—sukses, penghargaan, keuntungan lebih, naik peringkat, dsb.  Jika para pemberi kerja menyadari bahwa “Kristus adalah hidup saya!” maka mereka akan terus bertanya, “Mengapa saya mengerjakan ini?  Apakah Kristus merasa senang jika saya melakukannya?”  Renungkanlah, apa yang harus dilakukan oleh para pekerja Kristen: 

·         ketika perusahaan menghadapi kemajuan (atau mungkin kemunduran)?
·         ketika menghadapi kompetisi, godaan untung besar, dan kebijakan pemerintah yang mencobai iman?
·         ketika kejahatan sistem dan struktural (perusahaan atau pemerintah) di depan mata dan godaan untuk mengkompromikan standar iman?

Juga, ke mana kira-kira para pekerja Kristen mencari pertolongan ketika dituntut untuk mengambil keputusan yang sulit di tempat kerja?

Sebagai penutup, apa konkretnya karakteristik syalom yang ada dalam pekerjaan orang Kristen?  Beberapa ide ini dapat kita kerjakan: Yang terutama, kita harus waspada akan bahaya materialisme.  Kita harus belajar untuk menjadi penatalayan Allah yang gemar memberi dan berbagi, demi terwujudnya kasih, kebenaran, perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan.  Kita melatih diri untuk bekerja sama dengan orang lain, membentuk kelompok-kelompok kerja yang menolong orang lain untuk dapat membuka usaha.  Kita pun perlu untuk melibatkan diri dalam pengentasan kemiskinan di wilayah-wilayah minus di lingkungan kota kita (atau cabang-cabang GKMI Kudus).  Amin.  (TGJ)

No comments:

Post a Comment