Monday, August 1, 2011

MENJALANI KEHIDUPAN BERSAMA-SAMA (Kolose 3:12-17)


Kita menemukan satu definisi gereja.  Gereja adalah umat yang dipilih, dikuduskan, dikasihi dan dipanggil menjadi satu tubuh.  Allah adalah Subjek utama pelaku tindakan-tindakan tersebut.  Allah dengan aktif mendemonstrasikan betapa besar kuasa kasih-Nya kepada kaum-Nya.  Dengan kata lain, Gereja ada karena kehendak Allah.  Gereja ada oleh sebab inisiatif Allah.

Tetapi ini bukan berarti gereja pasif!  Gereja harus mengenakan kemanusiaan yang baru.  Kemanusiaan ini tampak dalam hubungan dengan orang lain, terutama antarsaudara.  Seperti telah kita ketahui, di dalam Kristus, semua murid-Nya diikat dalam sebuah tali persaudaraan.  Gereja harus guyub-rukun dalam simpul persaudaraan.  Maka, keutamaan cinta dan welas-asih sudahlah sewajarnya menjadi ciri khas gereja dibandingkan lembaga-lembaga sosial yang lain.  Persaudaraan yang dijiwai oleh cinta dan welas-asih inilah yang mampu mengejawantahkan “damai sejahtera Kristus.”  Paguyuban pengikut Kristus harus mendagingkan shalōm Kristus.

Bagaimana paguyuban Kristus ini mendagingkan damai sejahtera Kristus?  Penuh ucapan syukur.  Hidup penuh syukur bukan ditandai dengan kemewahan, berlebihan.  Orang kaya belum tentu dapat mengucap syukur.  Orang miskin belum tentu kurang rasa syukurnya.  Rasa syukur diawali dengan kepuasan akan apa yang didapat, sambil menyelami bahwa ini adalah karunia dari Allah.  Dan keluarlah tutur tulus, “Matur nuwun, dhuh Gusti Pangeran!”  Seseorang yang berpuas di dalam Tuhan seperti ini, tidak akan membandingkan dirinya dengan orang lain.  Ia tidak iri hati.  Ia tidak tamak.  Ia justru rela memberi.  Ia siap mengampuni.  Ia paling sigap menolong.

Bayangkan bila gereja kita dipenuhi dengan orang-orang yang penuh ucapan syukur!  Dalam semua gerak-langkah dan tugasnya, gereja mencerminkan rasa syukur itu.  Betapa tidak!  Pertama, pengajaran disampaikan dengan kata-kata yang penuh hikmat.  Kedua, disiplin gereja (teguran antarsaudara) disampaikan dengan pelbagai pujian.  Ketiga, etika baik secara lisan ataupun perbuatan, dilakukan dalam nama Tuhan Yesus—bukan demi kepentingan pribadi.

Jika gereja menghidupi hidup yang seperti di atas, niscaya gereja belajar tentang arti bersaksi.  Kesaksian tidak selalu harus berarti bercerita Yesus Kristus Juruselamat dunia.  Kesaksian gereja juga dapat disampaikan lewat pola hidup komunitas, menjadi keluarga yang mendagingkan damai sejahtera Kristus.  Adakah pilihan yang lebih baik, jika kita sekarang ini hidup di tengah dunia yang karut-marut, bancuh (kacau-balau), bahkan negeri kita tercinta yang diwarnai oleh angkara murka, amuk serta keserakahan?  Dunia mencari sebuah alternatif gaya hidup yang berbeda.  Gereja, sungguh siapkah engkau?  Amin.

No comments:

Post a Comment