Sunday, July 8, 2012

A CALL TO LOVE (Yohanes 13:34-35)


A CALL TO LOVE
Yohanes 13:34-35


Obral Cinta

Berapa kalikah dalam sehari kita mendengar kata “cinta”?  Di televisi, sinetron-sinetron banyak mengobral cinta anak muda.  Di dalam Facebook dan Twitter, anak-anak remaja memasang status “cinta.”  Para penyanyi melantunkan tembang-tembang cinta.  Di kebaktian pernikahan, sepasang kekasih mengikat janji cinta. 

Di pihak lain, hubungan cinta itu ternyata rapuh.  Cinta sinetron diwarnai oleh pengkhianatan, penyelewengan, ketidaksetiaan.  Status Facebook dan Twitter juga sering terbaca “putus cinta” bahkan sakit hati karena cinta.  Tak sedikit pula penyanyi yang merekam lagu-lagu pahitnya cinta.  Banyak pernikahan Kristen yang berujung pada kehancuran.

Apalagi, masyarakat kita semakin kompetitif dan mudah sekali bermusuhan.  Di satu sisi, cinta itu semakin rapuh, tetapi di sisi lain makin besar pula hasrat untuk mencintai, bersatu, bersahabat dan bersaudara.

Hasrat Terdalam

Manusia mendambakan relasi.  Kita selalu ingin keluar dari kesendirian.  Namun kita pun perlu sadar, jikalau kita merasa sepi, dan hasrat berelasi itu hanya untuk menghilangkan rasa sepi, kita akan segera kecewa.  Orang lain yang kita jadikan teman atau sahabat itu akan segera menjauh dari kita.  Semakin kita berharap orang lain mampu menghilangkan rasa sepi kita, semakin pilu dan sakit kita jadinya.  Sebab, kita menuntut dia untuk menjadi seperti yang kita mau.  Ketika tuntutan itu makin besar, relasi itu menjadi kekerasan: elusan menjadi pukulan, pandangan mesra berubah menjadi curiga.

Kita mencari teman, dekat orang lain supaya merasa aman, bahwa kita ini diterima dan menjadi bagian dari sebuah kelompok.  Akan tetapi, segera kita tersadar bahwa ternyata mencari sahabat itu bukan hal yang mudah.  Perlu penyesuaian diri.  Kadang bergesekan, konflik.

Rasa ingin berelasi dan menjadi bagian dari sebuah kelompok itu bisa berhasil, kalau kita memahami arti panggilan.  Artinya, Allah memanggil kita untuk mengasihi, untuk mencintai.  Allah memanggil kita untuk hidup di dalam dunia untuk melakukan tugas perutusan—menjadi saksi Allah.  Cinta yang tulus dapat kita berikan, manakala kita sudah merasakan cinta yang sejati dari Allah.  Karena Allah mencintai kita, maka kita sekarang menjadi saksi cinta Allah.  Dengan kata lain, mencintai berarti mewujudkan cinta Allah yang tanpa batas, yang dinyatakan melalui cinta terhadap orang lain, diri sendiri dan kepada alam lingkungan.

Mencintai Seperti Yesus

Yesus bersabda, “Seperti Bapa mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu.”  Cinta Yesus bagi kita merupakan perwujudan utuh cinta Allah kepada kita.  Yesus menyatakan kepada kita bahwa kita dipanggil oleh Allah untuk menjadi saksi hidup bagi kasih Allah.  Kita menjadi saksi Allah dengan mengikuti Yesus, dengan saling mengasihi, sama seperti Ia telah mengasihi kita.

Dengan kata lain, landasan cinta-kasih yang sejati bukan relasi antarmanusia, tetapi cinta Allah.  Allah memanggil kita untuk hidup bersama.  Maka, tidak akan ada keinginan untuk mencengkeram teman kita.  Saling mencintai berarti hidup bersama sehingga setiap orang mengenal kita sebagai orang-orang yang menampakkan kasih Allah kepada dunia.

Ketika kita hanya memandang  bahwa relasi cinta itu adalah “buatan manusia,” maka dengan mudah kita akan menggantinya dengan penyelewengan.  Akan tetapi, apabila kita menyadari bahwa Allah adalah sumber cinta, maka kita akan memandang orang lain sebagai pribadi yang telah Allah kasihi, sama seperti Allah telah mengasihi kita.  Maka, kita pun akan mengasihi mereka.

Latihan Rohani

1.       Nyanyikanlah lagu “Tuhanlah Cinta” beberapa kali, dan renungkanlah tiap katanya:

Tuhanlah cinta, hiduplah bagi cinta kasih-Nya
Tuhanlah cinta, janganlah takut.

2.       Ketakutan seperti apa yang kamu masih miliki bila hendak bersahabat dengan orang lain?

3.       Adakah dendam, kebencian atau rasa permusuhan di dalam hatimu?  Dengan teman, mantan-pacar, orangtua?

4.       Cobalah diam dan bayangkan orang itu berada di depanmu dan katakan: 
·         Bila engkau yang bersalah, katakan, “Maafkan aku!”
·         Bila dia yang bersalah, katakan, “Aku memaafkanmu!”
Latihlah diri sampai muncul cinta yang tulus dalam hatimu terhadap orang itu.

5.       Dekatilah dia dan berbicaralah kepadanya, dan katakanlah, “Saya mengasihimu.”

TERPUJILAH ALLAH!

No comments:

Post a Comment