Wednesday, February 25, 2009

ABCDEF (1)

ABCDEF (I)

ANGER, BLAME, CONFRONTATION, DESTRUCTION, EXPERIENCE, FORGIVENESS



1. Tema ini luas. Berbicara mengenai anger, blame, confrontation, destruction, experience and forgiveness dibutuhkan beberapa sesi. Hari ini kita akan berfokus kepada anger and blame, kemarahan dan mempersalahkan orang lain.



2. Apa faktor yang menyebabkan kita menyalahkan orang lain? Kemarahan. Berbicara mengenai kemarahan, ada dua hal yang sangat perlu untuk diketahui:

a. Apakah kemarahan adalah emosi yang negatif dan setiap orang harus menghindarkan diri dari kemarahan? Bagaimana jika tidak ada emosi kemarahan dalam diri seseorang?

b. Bagaimana kata Alkitab mengenai kemarahan?

c. Bagaimana kita mengelola kemarahan?



3. Allah memperlengkapi manusia dengan sangat lengkap. Di otak kita ada “pusat-pusat syaraf.” Hal ini dapat dites oleh seorang ahli bedah syaraf. Pasien ditidurkan di meja operasi, dibius lokal dan dimasukkan elektroda atau serat kabel halus yang dapat dialirkan arus listrik bertegangan milivolt.

a. Euphoria center: “Wow, Anda adalah dokter yang hebat. Saya senang sekali! Ayo lakukan lagi!”

· Inilah efek yang dikerjakan oleh obat-obat psikotropika. Ada percobaan dengan seekor tikus; otaknya distimulasi demikian, lalu ia dengan bersemangat menggerakkan rodanya, tanpa makan dan minum dan akan mati kelaparan. Ia mati dengan gembira!

b. Depression center: “Ya Tuhan, semuanya tampak kelabu! Aku takut; aku gemetar. Mohon, mohon hentikan itu.

c. Anger center: kalau dokter bedah menstimulasinya, maka ia akan membanting meja!



4. Bagi para ahli, pusat syaraf ini merupakan hasil evolusi. Tetapi saya yakin ini merupakan kelengkapan yang Tuhan berikan kepada kita! Kenapa? Bisa kita bayangkan kalau orang tidak mempunyai pusat syaraf ini? Anda akan menjadi orang yang super pasif.



5. Kemarahan secara mendasar merupakan mekanisme wilayah pertahanan (teritorial). Sama halnya kedaulatan sebuah negara ditentukan oleh ketahanan teritorialnya. Ketika orang lain mengancam wilayah kita, maka marahlah kita.

· Teritorial geografis: marah ketika ada orang masuk ke halaman kita dan memetik bunga kita tanpa izin.

· Teritorial psikologis: marah ketika ada orang yang mengkritik kita.

· Teritorial agama/ideologis: marah ketika ada orang menghina keyakinan kita atau merendahkan ide-ide kita.



6. Kita melihat teritorial manusia jauh lebih kompleks daripada hewan! Multifaset (berlapis-lapis) juga. Itulah sebabnya, manusia lebih gampang marah dan sering meluapkan kemarahan-kemarahan itu dengan tidak tepat. Misalnya, kita pun dapat menembaki kawan kita meskipun kitalah yang mengundang dia untuk masuk ke teritorial kita. Contoh, kita curhat dengan orang lain. Kita ngomongin semua keluh kesah kita, pinginnya minta didukung, tapi di akhir ngomong itu dia hanya berkata dengan pendek, “Aku masih ngga bisa ngerti duduk permasalahannya cerita kamu. Menurutku yang salah kamu.” Jegerrrrr!!! Bak petir di siang bolong! Teritorial psikologis kita kena deh! Kita minta dia menolong masalah kita, tapi dia malah mempersalahkan kita. Kita dapat meledakkan kemarahan kepadanya, bukan?



7. Bagaimana kata Alkitab tentang kemarahan? Di dalam Alkitab, Allah murka. Nabi-nabi pun sering dibuat geram. Yesus marah. Paulus pun mengatakan kata-kata keras kepada jemaat.

· Bedanya, mereka menujukan kemarahan itu bukan karena geografis, psikologis ataupun agama/ideologis, tapi “teritorial Allah”—manakala Allah tidak dihormati lagi; kekudusan-Nya dikhianati dan umat menyelewengkan penyembahan yang benar kepada Allah.

· Mereka tidak berjuang demi agama! Mereka menegakkan kehormatan dan kemuliaan Allah. Dan tidak ada seorang nabi pun yang mengangkat besi dan granat untuk menyalurkan kemarahannya.

· Mereka bergerak dari diri sendiri menuju ke arah Allah!



8. Mundur ke Taman Eden di Kejadian 3:1-6, kondisi manusia terjungkir balik. Iblis berbicara melalui ular supaya manusia dapat menggunakan kapasitasnya untuk berpikir sebagai makhluk. Ingat, Tuhan Allah menempatkan semua makhluk di bawah kaki manusia, Iblis tidak termasuk. Maka Iblis dengan pintarnya menggunakan ini. Tanpa membuat manusia curiga, Iblis berbicara melalui ular.



9. Iblis selalu menggunakan cara yang licik, licin dan lihai untuk menipu. Ia anti-Allah dan pro-diri sendiri. Gerak komunikasinya dari luar dan berpusat pada diri sendiri. Data yang disampaikan penuh dengan dusta. Cara Iblis berkomunikasi bukan untuk mendidik, tetapi untuk menipu. Ia tidak berusaha untuk menjawab pertanyaan, tetapi menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Ia tidak mau menyelesaikan masalah, tapi menciptakannya. Ia melancarkan keragu-raguan terhadap kata-kata Allah, “Bukankah Allah telah berfirman . . .” Ia memutarbalikkan kebenaran Allah, “Engkau sekali-kali tidak akan mati!” Semua bentuk komunikasi ini didisain agar perempuan dan laki-laki menggunakan kehendak mereka untuk melawan Allah!



10. Apa akibatnya? Dosa menyebabkan manusia untuk menyembunyikan diri. Persepsi manusia satu dengan yang lain berubah total! Sebelumnya, mereka melihat seperti Allah melihat: baik! Kini semua itu terusakkan. Mereka mulai mengalami hubungan antarmanusia yang retak. Bahkan jenis kelamin mereka pun ditafsirkan/dipandang dari sudut manusia yang jatuh ke dalam dosa. Manusia mulai memakai topeng!



11. Kita menutupi kebutuhan-kebutuhan kita. Kita mengubur pikiran-pikiran kita. Kita menekan perasaan-perasaan kita. Kita bergumam di dalam hati. Kita pendiam, pemalu bahkan menarik diri. Kita menjadi orang yang introvert. Bertemperamen buruk. Gampang mencibir. Pemalu. Minder. Kita berkata, “Tinggalkan aku sendiri,” oleh sebab kita tidak ingin orang lain masuk dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kita menipu diri sendiri tetapi tetap merasa bahwa kita dapat melakukannya. Dosa membuat kita terpisah. Dosa menyebabkan orang bersembunyi dari sesamanya.



12. Kita memang tidak tertutup dalam segala sesuatu, dalam semua hal, tetapi kita cenderung utnuk bersembunyi! Puncaknya, mereka pun bersembunyi dari Allah. Mereka mencari tempat persembunyian. Mereka tidak lagi merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan Allah secara terbuka. Orang yang bersalah pasti tidak merasa aman berada di dekat pendakwa. Seseorang yang berdosa pasti tidak akan tahan berhadapan dengan Allah yang suci.



13. Hancurnya hubungan Allah dengan manusia menyebabkan manusia hanya membangun komunikasi dengan dirinya sendiri. Kita lihat, manusia menjadikan diri sendiri sebagai pusat kehidupan. Di sini, manusia pasti kurang dalam segala sesuatu. Mazmur 23:1 mengingatkan, “Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku.” Tapi Tuhan di titik ini bukan lagi gembala manusia. Jadi, manusia pun kekurangan. Manusia mencari jawaban, tetapi makin mencari, manusia makin kehilangan arah.

· Pencarian itu membuat orang menderita, karena manusia tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.

· Pencarian itu merendahkan manusia, ketika manusia tak tahu jawabannya dan harus mencarinya ke yang lain.

Namun manusia tidak mau disakiti ataupun bergantung dengan yang lain; akhirnya ia membungkusnya dengan kesenangan dan prestise.



14. Perhatikan Kejadian 3:12-13. Karena tak dapat lagi bersembunyi, Adam mengalihkan kesalahan itu kepada pihak lain. Ia mempersalahkan perempuan dan Allah. From hide to hurl. Ia mempersalahkan istrinya dan secara tak langsung mempersalahkan Allah.



15. Kita menyalahkan orang lain dengan berbagai cara. Kita bertindak sebagai hakim dan menciderai orang lain. Kita melemparkan masalah-masalah kita kepada mereka yang hidup dengan kita. Kita mencemooh. Kita menguasai. Kita menjadi dogmatis. Kita kasar, kaku dan membebani orang lain. Kita pikir bahwa kata-kata kita selalu kata final. Kita merendahkan orang lain dengan kata-kata kritikan yang tajam. Baik langsung di hadapan mukanya. Ataupun di belakangnya. Kita berkata, “Engkau tidak pernah melakukan hal yang benar. Selalu saja lupa!”



16. Perhatikan: kita sering menggunakan “tidak pernah” dan “selalu.” Kata-kata itu sangat tajam menusuk, yang dengan membabi buta merontokkan lawan komunikasi kita. Kita mempersalahkan Allah. Kita mempersalahkan sesama. Kita mempersalahkan diri kita sendiri!

· Orang yang mempersalahkan akan berkata, “Ia kok begini” padahal “Ia seharusnya begitu!”



17. Karena kita orang berdosa, maka kita membabi buta menyalahkan siapa saja. Ini bukan kesalahanku. Ini kesalahannya. Ini bukan tanggung jawabku. Ini tanggungan dia. Ini bukan masalahku. Ini masalah mereka. Aku tidak dogmatis, tapi percaya diri. Aku tidak pengritik, tapi membedakan roh. Jika aku bukan suamimu/pacarmu, aku akan bahagia. Jika kita bisa pindah dari lingkungan ini, masalah kita beres. Jika aku dapat profesor lain yang membimbing skripsi ini, pasti aku sudah selesai dengan sangat baik!



18. Inti segala dosa adalah: kesombongan diri sendiri. Akar dosa adalah: AKU yang sudah jatuh!



19. Bagaimana kita mengelola kemarahan? Ada beberapa pilihan:

a. “Aku nggak salah, yang salah dia!”

b. “Kemarahanku ini bodoh dan kekanak-kanakan. Ini kesalahanku.”

c. “Orang ini memang sudah masuk ke wilayah psikologisku, tapi ini adalah ketidaksengajaan dan tidak ada alasan untuk marah tentang hal itu.”

d. “Ya, dia memang masuk ke wilayahku sedikit, tetapi itu bukan masalah besar. Tidak ada pentingnya marah mengenai hal itu!”

e. Setelah kita menenangkan pikiran dua-tiga hari, kita menimbang-nimbang, ini memang kesalahan dia! Ungkapkan itu dan kemarahan adalah hal yang baik. Karena tidak membabi buta!



No comments:

Post a Comment