Wednesday, May 25, 2011

MEMAKSIMALKAN POTENSI KEPEMIMPINAN

ARTI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan berkait erat dengan kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan. Seorang pemimpin mampu memberikan daya pengaruh kepada orang lain. Mungkin ia bukan seseorang yang ditempatkan sebagai ketua. Tetapi, ia mempunyai kemampuan untuk memberikan pengaruh kepada orang lain. Bisa karena ia memiliki pesona, kharisma, ide, ataupun uang. Ia telah mengambil peran kepemimpinan.

Seorang disebut pemimpin juga jika ia mampu menggerakkan orang di sekitarnya untuk mengikuti ide atau gagasannya. Orang-orang disekitarnya menangkap dan menyetujui ide yang keluar darinya dan kemudian bergerak sesuai gagasan itu. Jika ia ditempatkan di posisi pemimpin, daya menggerakkan masa ini biasanya didapatkan dari jabatan itu. Dan ide serta gagasan biasanya keluar secara struktural; orang lain menerima ide dan gagasan itu sedikit banyak oleh sebab “terpaksa.” Jika tidak ikut amanatnya, ada konsekuensi pekerjaan. Alangkah baik jika sang pemimpin pun mempunyai kapasitas mobilisator, sehingga orang lain akan bergerak dengan suka rela, dan bukan hanya karena jabatan.

Dengan kata lain, ada orang yang tidak berada dalam jalur struktural, tetapi mempunyai daya menggerakkan masa. Kepemimpinan yang memiliki anggota sukarela, seperti misalnya gereja, mempunyai bentuk kepemimpinan yang tidak didasarkan pada jabatan struktural. Kata kuncinya adalah pelayanan dan sukarela. Semua orang yang terlibat di dalamnya merupakan imam-imam yang sama-sama melayani raja (1Ptr. 2:9). Maka, kemampuan untuk menggerakkan masa ini harus dimiliki oleh kepemimpinan tipe ini.

Jadi, ketika kita berbicara mengenai memaksimalkan potensi kepemimpinan, maka kita harus ingat selalu bahwa potensi itu untuk mempengaruhi dan menggerakkan masa. Sekarang kita bertanya, bagaimana kita tahu bahwa kita mempunyai potensi persuasi (daya pengaruh) dan mobilisasi (daya menggerakkan) itu?

DIAKUI SEBAGAI PEMIMPIN

Pengakuan sebagai pemimpin (daya mempengaruhi dan menggerakkan) didapatkan karena dua faktor berikut ini. Pertama, kepercayaan. Seorang pemimpin yang dipercaya lebih mudah meyakinkan orang dan menggerakkan orang lain. Maka, tugas pemimpin pertama-tama adalah membangun kepercayaan. Relasi dan komunikasi adalah kuncinya. Relasi yang baik akan menentukan komunikasi yang baik. Biasanya, seorang ibu akan membela anaknya yang sedang bertengkar dengan anak lain. Bagaimana pun juga, ia adalah anak si ibu; di antara mereka terjalin relasi erat, sementara anak lain itu tidak.

Seorang pemimpin pun dituntut untuk berelasi seperti ini dengan orang-orang yang dipimpinnya. Ia bukan tukang perintah, tetapi pengayom. Kepercayaan dapat terbangun jika orang yang dipimpin merasa bahwa pemimpin mereka menjadi orang yang memberikan rasa aman. Sesungguhnya, kepercayaan orang terbangun ketika pemimpin menjadi orang yang mudah didekati tapi tidak mudah mengompromikan prinsip, fleksibel tetapi bukan seenak sendiri, supel tetapi tidak kehilangan kendali. Ia tegas tetapi bukan diktator. Ia ramah tetapi bukan pengekor.

Yesus Kristus adalah tipe pemimpin yang membangun kepercayaan itu. Ia memilih para murid-Nya sendiri. Ia bergaul dalam hidup sehari-hari, dan berani menunjukkan kehidupan apa adanya, luar dan dalam. Ia berbagi apa yang dimiliki-Nya dengan para kaum terdekat-Nya. Ia melindungi mereka dari tudingan masa dan cemoohan kaum Farisi dan ahli Taurat. Sebab itu, Yesus dipandang sebagai seorang guru yang penuh kuasa, seusai menyabdakan Khotbah di Bukit (Mat. 7:28-29). Jelas, orang paham bahwa Yesus yang membeberkan pokok-pokok ajaran itu telah melakukan ajaran-Nya dalam kehidupan-Nya. Semua murid hormat kepada Sang Guru karena Sang Guru meneladankan hidup yang terbuka kepada mereka semua.

Kedua, kompetensi. Pengakuan terhadap pemimpin juga disebabkan oleh faktor orang melihat kompetensinya. Kompetensi berhubungan dengan ketrampilan dan pengetahuan. Ia melakukan apa yang memang ia mampu. Ia akan mengakui apa yang ia tidak dapat kerjakan. Ia tidak akan mengerjakan yang ia tidak mampu kerjakan. Jika ia tidak mampu, ia akan mendelegasikan kepada orang yang lebih mampu.

Pendeknya, pemimpin bukanlah orang yang serba tahu dan serba mampu. Tetapi di sinilah pemimpin menunjukkan keahliannya. Ia ahli dalam menilai dan mengamati kekuatan orang lain, dan kemudian mempercayakan suatu tugas kepada orang tersebut, sesuai dengan karunianya.

Lalu, apa yang dimaksud pemimpin harus mempunyai ketrampilan dan pengetahuan? Kendati bukan seorang yang serba mampu dan tahu, tetapi ia tahu tujuan kebersamaan dan organisasi tersebut. Ia memiliki kapasitas untuk membentuk dan memelihara hubungan pribadi di antara mereka yang bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan tugasnya. Ia mampu menempatkan keahlian orang lain dalam tempat yang tepat sehingga semua berjalan dengan baik. Jadi, pemimpin yang baik telah tahu ke mana arah organisasi tersebut dan ia dapat memberikan guidance (bimbingan) untuk menuju kepada sasaran. Ketika ia dibutuhkan untuk menjadi penasihat dan pengarah, ia siap dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang dan bijaksana.

Sekali lagi, Guru dan Teladan Agung kita, Yesus Kristus adalah contoh yang konkret. Ia hanyalah seorang muda dari Nazaret yang berprofesi sebagai tukang kayu, dan mengerti masalah pertanian. Tetapi, Ia berhasil mengumpulkan di sekitar Dia, 12 orang yang memiliki karakter serta keahlian yang berbeda-beda. Dalam melaksanakan kepemimpinan atas 12 murid, Ia tidak berjalan sendiri; Ia memilih tiga orang murid yang menjadi tim inti: Simon Petrus, Yohanes dan Yakobus. Ia pun memilih murid seperti Lewi (Matius) mantan tukang cukai, yang pandai berhitung. Dan, Yudas Iskariot pun diserahi tugas untuk menjadi bendahara tim.

MEMAKSIMALKAN POTENSI

Rasul Paulus dalam Roma 12:6 berkata, “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita.” Artinya, tiap orang yang sudah dilahirkan kembali oleh Roh Allah (Roma 8:14) mempunyai potensi atau karunia. Maka, hendaklah tidak ada seorang pun di antara kita yang masih merasa rendah diri atau tidak tahu bahwa kepada kita telah dianugerahkan potensi dari Allah. Kita pasti punya karunia, dan pasti berbeda satu dengan yang lain. Tuhan menciptakan pribadi demi pribadi sebagai suatu sosok yang unik. Karena itu, perlu sekali bagi kita untuk terus mengembangkan diri.

Tetapi potensi itu untuk apa? 1 Korintus 12:7 menyatakan, “Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.” Potensi itu untuk kepentingan bersama. Tidak boleh disimpan untuk kepentingan pribadi, atau untuk mencari keuntungan pribadi. Paulus mengibaratkan gereja sebagai satu tubuh, yang masing-masing anggotanya berbeda, memiliki fungsinya sendiri-sendiri, tetapi semua terjalin dan terkoordinasi untuk tugas bersama.

Rasul yang berbeda, yaitu Petrus, juga mengatakan hal yang mirip. Dalam 1 Petrus 4:10, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.” Seorang Kristen telah diberi karunia, tetapi ia dianggap menjadi “pengurus” atau “penjaga” yang baik dari potensi pemberian Allah itu manakala ia melakukan tugas untuk melayani seorang akan yang lain. Petrus menggarisbawahi bahwa pelayanan itu pun ditujukan bagi orang lain. Dengan demikian, tidak ada dikotomi antara yang vertikal dan horisontal, yang rohani dengan yang sehari-hari. Semuanya bersatu padu secara harmonis.

Di sini kita melihat kaitan antara kepemimpinan dan memaksimalkan potensi. Kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan mempengaruhi dan menggerakkan. Potensi berhubungan dengan pemberian Allah. Jadi, potensi yang kita sudah terima itu kita pakai untuk menggerakkan orang lain. Bukan untuk tujuan dan kepentingan pribadi, tetapi untuk kemuliaan Allah dan pekerjaan Kerajaan Allah di atas bumi.

KOMITMEN

Ingatlah selalu: Kendati gereja adalah lembaga dengan keanggotaan suka rela, janganlah kiranya satu orang pun yang terlibat dalam pelayanan secara suka-suka. Alias, sesuka sendiri. Menurut aturannya sendiri. Ingatlah selalu bahwa aturan main itu ditetapkan oleh Allah. Kristus adalah Pemimpin utama kita. Setiap orang adalah imam yang melayani Raja. Setiap orang telah diberikan anugerah keselamatan, sekaligus karunia untuk melayani. Dan tiap-tiap orang dipanggil untuk mengambil bagian di dalam pelayanan, demi pembangunan tubuh Kristus.

Maka, pelayanan di gereja harus dikerjakan dengan penuh komitmen. Komitmen ini digerakkan oleh rasa syukur yang meluap dari dalam hati, oleh karena Tuhan sendiri telah mengasihi kita sedemikian besar, tiada terukur besarnya, sehingga hidup kita telah ditebus dan harganya telah lunas dibayar dengan darah yang mahal, yang melampaui nilai emas dan perak (1Ptr. 1:18).

Masih adakah di antara kita yang mengaku murid Kristus, namun masih berdiam diri saja dan tidak mau melayani?

Terpujilah Allah!

No comments:

Post a Comment