Saturday, August 11, 2012

Obrolan tentang "Ciptaan Baru"

Tadi malam bercakap-cakap dengan seorang pendeta senior dari gereja lain di kantorku.  Beliau menanggapi paper yang kupresentasikan di konvensi pendeta di Lampung berdasarkan rapat para pendeta di suatu regional, khususnya mengenai masalah _kaine ktisis_ ("ciptaan baru").

"Apakah Anda tidak percaya bahwa 2 Korintus 5:17 itu pengalaman rohani Paulus?  Bagaimana dengan 'tidak menilai dengan ukuran manusia?'"

"Saya percaya 2Kor 5:17 itu tata ciptaan baru, Paulus menempatkan pengalamannya dalam bingkai yang lebih luas, karena di situ sebuah aklamasi, 'barangsiapa di dalam Kristus--ciptaan baru!'  Ciptaan baru adalah realitas ketika Yerusalem baru turun dari langit, berpadu dengan bumi yang sekarang ini kita diami, demikian menurut pemahaman saya atas kitab Wahyu 21."

"Tetapi Yerusalem baru itu apa?  Bukankah itu realitas spiritual, sama seperti tubuh Yesus yang bangkit adalah tubuh spiritual, yang bisa menembus tembok dan tidak diikat ruang dan waktu."

"Tetapi tubuh Yesus yang bangkit tetap adalah tubuh badan, yang bisa diraba dan membutuhkan makanan.  Hanya saja tidak lagi dibatasi oleh epistemologi dan ontologi ciptaan lama.  Jadi, tata ciptaan baru yang akan datang pun bersifat materi, tetapi bukan lagi seperti yang kita ketahui sekarang ini."

"Apakah binatang termasuk di dalamnya, ada juga di dalam surga?," tanyanya lagi.

"Saya tidak memegang tata ciptaan baru--langit dan bumi baru--sebagai surga.  Tata ciptaan baru _kaine ktisis_ adalah tata ciptaan yang sekarang ini, tempat hidup kita, yang diperbarui.  Bukan realitas yang berbeda dengan yang kita hidupi, tetapi realitas yang dipulihkan.  Jadi, Allah tidak menciptakan sesuatu yang baru, yang berbeda."

"Jadi, adakah hewan di dalam tata ciptaan itu?"

"Maksud Bapak?  Bagi saya tata dunia baru itu selaras dengan visi dunia di PL.  Singa berdamai dengan domba, dsb."

"Jadi, Anda memahaminya sebagai harfiah?  Saya tidak.  Itu adalah lambang perdamaian di antara manusia, terjadi di dunia, dengan simbolnya singa dan domba berdampingan.  Tapi bukan realitas yang akan terjadi karena itu adalah hewan-hewan."

"Menarik.  Mohon dijelaskan lagi, Pak."

"Iya, hewan itu kan makhluk yang tidak mempunyai roh; ia hanya mempunyai napas.  Ketika ia mati, selesailah hidupnya.  Berbeda dengan manusia, yang adalah makhluk rohani.  Tetapi saya percaya bahwa nanti di dunia baru itu ada ciptaan.  Hewan tidak dapat memuji Tuhan.  Manusia yang bisa memuji Tuhan."

"O begitu.  Lalu bagaimana dengan kalimat di Mazmur 150, 'Biarlah semua yang bernapas memuji Tuhan'?"

"Nah, itu harus dilihat dalam konteks yang lebih luas.  Bandingannya Markus 16:15, istilah 'makhluk' di sana harus dilihat dalam konteks ayat 16, 'Barangsiapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan.  Jadi, yang bernapas dan yang bisa memuji Tuhan di Mazmur itu ya manusia--tapi ini pemahaman saya pribadi."

"Saya melihat inkonsisten bila Mazmur 150 dipersempit hanya kepada manusia.  Selaras dengan visi besar Mazmur, berkali-kali Mazmur menyanyikan tentang keagungan Allah dalam alam, dalam semua makhluk yang ia ciptakan.  Mazmur 19 dan 104 sebagai contoh.  Bagaimana dapat disimpulkan bahwa kelak yang ada di tata dunia baru itu hanya manusia dan tumbuhan, tetapi tidak ada hewan yang di dalamnya.  Saya percaya justru Mazmur di 150 ini merupakan klimaks dari keutuhan ciptaan."

Akhir kata, dialog kami berhenti dengan kesimpulan yang saya tarik: Kami berbeda pemahaman mengenai "tata ciptaan baru."  Sementara beliau memahami sebagai surga, realitas yang berbeda dengan tempat tinggal kita sekarang ini.  Sebaliknya, saya meyakininya sebagai realitas yang akan terjadi, manakala surga dan bumi akan berpadu, dan itu terjadi di bumi yang sekarang ini kita diami.  Di sinilah pemulihan itu akan terjadi.

No comments:

Post a Comment