Wednesday, February 27, 2008

Doa Orang Beriman (1)


DIALEKTIKA DOA KONTEMPORER

Mengapa? à Kebergantungan kepada Allah vs. Kerja Keras

Banyak orang masih belum dapat menemukan alasan mengapa harus berdoa. Sebab kenyataannya, segala sesuatu didapat lewat kerja keras, “Jika mau sukses harus bekerja keras, bukan berdoa!” Doa tidak akan menjawab masalah hidup dan segala kebutuhan rumah tangga. Kerja keras adalah modal utama untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Orang yang rajin berdoa identik dengan pemalas.

Kesalahan orang yang berpandangan demikian ialah memisahkan doa dan kerja. Padahal, bapa-bapa iman kita justru memiliki semboyan ora et labora, “doa dan pekerjaan.” Justru oleh sebab berdoa, mereka dapat bekerja keras. Bila demikian, orang yang rajin berdoa sama sekali tidak melalaikan kewajiban untuk bekerja keras. Kebergantungan kepada Allah justru mendorong seseorang untuk bekerja segiat-giatnya. Tatkala ia berhasil, keberhasilan tersebut bukanlah hasil kerja kerasnya sendiri, tetapi merupakan satu bagian dari paket “anugerah keselamatan” dalam karya “pengudusan” (sanctification).

Kapan? à Rutin Terjadwal vs. Sepanjang Hari

“Jika doa itu napas hidup orang Kristen, maka saya tidak perlu mempunyai jadwal doa secara rutin. Hidup saya adalah doa; saya berdoa sepanjang hari.” Kemudian, kutipannya adalah 1 Tesalonika 5.17, “Tetaplah berdoa!” Ya, betul! Doa dapat dilakukan kapan saja. Tetapi seringkali, sesuatu yang dapat dilakukan kapan saja cenderung kapan saja tidak dilakukan. Jadi, orang yang berkata seperti ini cenderung tidak pernah berdoa.

Beberapa tradisi Kristen menerapkan jadwal doa yang ketat. Aturan Ordo Benediktin dalam Katolik Roma menetapkan bahwa seorang biawaran/wati harus berdoa tujuh kali dalam sehari, masing-masing 1 jam: pukul 1.00 dini hari, 5.00 fajar, 9.00 pagi, 12.00 tengah hari, 15.00 sore hari, 18.00 petang dan 21.00 malam hari.

Dalam tradisi Gereja Reformed memang tidak ada aturan seketat itu. Namun, Gereja Reformed memiliki kebiuasaan doa pribadi dan keluarga pada jam makan dan jam tidur. Kita meyakini arti “berdoa yang tak ada putus-putusnya,” yaitu bahwa kita selalu hidup dalam persekutuan dengan Allah dan bahwa doa merupakan hal yang mudah, semudah kita bernapas atau makan. Namun demikian, bukan berarti kita tidak menata kehidupan doa kita. Bila kita kehilangan kebiasaan untuk mengatur jadwal doa kita, kita pun akan kehilangan kebiasaan untuk mengatur hidup kita sepanjang hari. Inilah yang dikenal dengan istilah lex orandi lex vitandi, “hukum doa menentukan hukum (atau aturan) kehidupan.”

Apa? à Kebutuhan vs. Keinginan

Ada orang Kristen yang mengajar, “Mintalah apa saja kepada Tuhan. Sebab Ia adalah Allah yang kaya, tak mau berutang. Ia memiliki segala sesuatu yang siap diberikan. Asal kita mau memintanya.” Bahkan orang Kristen diperintahkan untuk mengklaim janji-janji Allah. Janji seperti apa? Janji memberikan berkat surgawi, janji kelimpahan hidup, janji kekayaan materi. Karena Allah menghendaki yang terbaik bagi umat-Nya, maka mintalah juga yang terbaik: rumah terbaik, mobil terbaik, telepon selular terbaik, jabatan terbaik, dsb.

Bagaimana? à Kita Berbicara kepada Allah vs. Allah Berbicara kepada Kita

Doa memang merupakan komunikasi yang unik, sebab kita tidak pernah melihat Pribadi yang kita ajak bicara. Kita tidak pernah melakukan “percakapan yang sesungguhnya,” yaitu bahwa kita berbicara dan Allah langsung berespons. Tidak ada jawaban, seperti sewaktu kita berbicara kepada seseorang melalui telepon. Itulah sebabnya, seringkali kita sulit terbuka terhadap Allah. Kita pun sulit menemukan kata-kata yang cocok untuk kita ucapkan. Mungkin saja, hal ini menjadi sebab banyak orang Kristen tidak mau ditunjuk berdoa di muka umum.

Meski susah, doa bukanlah sesuatu yang kita inginkan. Doa adalah keharusan. Katekismus Heidelberg menyebutkan doa itu “perlu,” sebab doa adalah “bagian yang terutama dari hal mengucap syukur yang dituntut oleh Allah dari kita.” Lho, tetapi mengapa Tuhan tidak menjawab secara lengsung dengan kata-kata yang dapat kita dengar? Oh, Tuhan sudah berbicara kepada kita terlebih dahulu! Sadarkah kita akan hal itu?

Pengakuan Iman Reformasi (1561) menyebutkan demikian, “Allah kita yang pemurah, dalam hikmat dan kebaikan yang menakjubkan, berkehendak untuk mencari manusia ketika manusia tergoopoh-gopoh lari dari-Nya (ps. 17). Ia tidak hanya memberi kita sederet kata-kata. Ia memberi kita Firman di dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Jadi, bukan kita yang terlebih dahulu membisikkan perkataan ke telinga Allah, tetapi sebaliknya, Allah yang telah terlebih dulu membisikkan perkataan ke telinga kita. Doa menjadi perlu sebab dengan berdoa kita menjawab Allah. Implikasinya, jika kita hanya diam saja, betapa kita adalah orang yang tidak tahu berterima kasih! Seseorang yang tidak berdoa bukan seorang Kristen.

No comments:

Post a Comment