Saturday, February 9, 2008

Kerygma, Credenda dan Agenda Yesus dari Nazaret (1)


MENILAI ZAMAN

Menelusur pikiran Yesus, atau ide Yesus tentang politik adalah masalah yang menantang! Dan nampaknya ini akan menjadi topik yang selalu panas. Ada begitu banyak gosip yang telah beredar di kalangan Kristen, bahwa Yesus bukan tokoh politik. Ia adalah Juruselamat. Tujuannya datang ke dunia adalah menyelamatkan umat pilihan Allah (ada juga yang mengatakan “semua manusia) dari dosa. Memang, Yesus disalahpahami sebagai tokoh politik, dan hendak dijadikan pemimpin politik. Tetapi Yesus sendiri tidak mau menceburkan diri ke dalam urusan-urusan yang berbau-bau politik. Missio Dei yang dibawa oleh Yesus Kristus adalah hidup yang kekal di surga.

Kendati demikian, tanpa menutup mata, muncul perkataan aneh yang justru berkontradiksi, “Gereja secara institusional tidak boleh berpolitik [praktis], tetapi individu-individu [anggota-anggotanya] boleh.” Bila Yesus secara individu bukan dipandang sebagai seorang tokoh politik, maka apa pembenaran bagi gereja dan bagi orang Kristen untuk membolehkan warganya berpolitik (praktis sekalipun!)?

Dalam hemat saya, pemahaman ini timpang, dan orang Kristen yang berpandangan demikian nampaknya memiliki pemikiran yang dualistis: politik tidak dapat berbaur dengan agama dan tata iman. Kita akan melihat lebih lanjut. Namun kiranya kita perlu jelas apa artinya “politik.” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), “politik” adalah: (1) pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan); (2) segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; (3) cara bertindak (dl menghadapi atau menangani masalah); kebijakan.

Marilah pertama-tama kita sadari bahwa politik tidak mungkin terpisah dari ekonomi. Kepentingan politik sering bertumpang tindih dengan kepentingan ekonomi. Di Amerika Serikat, dua partai besar Republic dan Democrat saling berebut untuk dapat menduduki kursi tertinggi di pemerintahan, dengan mengajukan calon terandalnya untuk menjadi presiden. Kebanyakan kaum Injili dan Kristen fundamentalis masuk dalam kubu Republic. Namun dengan musibah 9/11 dan terorisme yang melanda Amerika, pendulum itu berayun ke sisi lain, dan banyak orang mulai mengangkat suara menyatakan mosi tidak percaya pada pemerintahan George W. Bush. Siapa sangka, Bush sebagai juragan minyak ternyata telah memiliki sebuah sindikat dan kerja sama dengan jaringan Al Qaeda dan khususnya keluarga Osama bin Laden? Sang koboi dari Texas telah lama menjalin dengan sang musafir dari jazirah Arab untuk urusan minyak. Pada waktu 9/11 terjadi, semua penerbangan segera dihentikan; namun anehnya, satu-satunya pesawat yang boleh melakukan penerbangan adalah yang mengangkut keluarga Osama! Apa yang sebenarnya telah terjadi?

Bagaimana di negara kita? Tergulingnya pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru pun tidak mungkin diceraikan dari kepentingan ekonomi. Yang bermain di balik layar adalah sebuah badan intelijen negara kapitalis yang sangat ternama! Dengan pola kerja yang licin dan halus, nabok nyilih tangan, maka akhirnya penguasa Orde Lama dapat tercukil dan digantikan dengan penguasa Orde Baru! Dengan bergulirnya pemerintahan, maka kepercayaan yang baru diberikan oleh negara-negara kapitalis Barat. Di masa Orde Baru ini, Indonesia nampak makmur. Indonesia memasuki era pembangunan. Negeri kita terkenal dengan sebutan negara yang dipercaya—untuk berutang! Prestasi yang luar biasa! Predikat yang membanggakan dari luar negeri, demikian orang berpikir dan itulah yang masuk dalam buku teks sekolah di era 1970-1980-an! Dari sejak IGGI, kemudian CGI, lalu IMF, negeri kita terus mendapatkan suntikan dana dari luar negeri.

Hal selanjutnya, politik juga tidak terpisah dari agama. Bahkan ada yang mengatakan, agama adalah kendaraan politik yang paling jitu! Edward Gibbon (1737-1794), sejarawan Abad Pencerahan yang menulis The History of the Decline and Fall of the Roman Empire (6 vol.; 1776-1788), menuliskan sindiran, bahwa agama itu sama salahnya di mata para filsuf, sama benarnya bagi khalayak umat, dan menguntungkan bagi pemerintah. Itulah sebabnya di Indonesia, pergolakan massa di suatu daerah dapat dengan mudah disulut bila menyangkut agama. Partai yang mengusung agama pun tetap memiliki rating atas di negeri kita sejak berdirinya negeri ini. (Ingat, partai Masyumi yang mendapat peringkat 2 dalam Pemilu 1955 setelah PNI dan sebelum PKI!) Demikian pun, setiap usaha pengumpulan dana yang menyertakan panji agama, akan segera mendapatkan simpati besar dari umat, dan telah menjadi rahasia umum, departemen negara yang paling kaya (dan paling korup) adalah Departemen Agama!

Bagaimana orang Kristen seharusnya bersikap? Kita perlu menilai zaman, serta melakukan otokritik terhadap kekristenan! Kita berada dalam ketegangan: kaum Injili yang kebanyakan konservatif dan cenderung kapitalistik, serta kaum liberasionis yang cenderung sosialis-Marxis. Perlu ditandaskan, tidak dapat kita generalisasi (Jawa: gebyah uyah!) sebagai dua kutub yang an sich mutlak demikian. Ada kaum Injili yang dipengaruhi oleh Marxisme, ada pula kaum liberasionis yang masih berbau-bau kapitalistik. Akan tetapi, sikap kita sebagai pengikut Yesus seharusnya jelas! Saya setuju perkataan Craig Blomberg, guru besar PB di Denver Seminary, bahwa keduanya tak perlu menjadi kutub yang berseberangan,

Evangelical can supply a crucial orthodoxy; liberationists a much needed orthopraxy. Together . . . they could transform the world in the name of Jesus, bringing to individuals, people, institutions, and cultures the faith which liberates, heals, eradicates poverty, and brings forgiveness of sins ("Your Faith Has Made You Whole: The Evangelical Liberation Theology of Jesus," dalam Jesus of Nazareth, Lord and Christ 93.)

Dengan perkataan lain, politik yang sejati dapat dilaksanakan “dalam nama Yesus.” Nama Yesus, dari hasil penyelidikan saya, bukan semata-mata istilah yang dapat diklaim eksklusivitasnya sehingga setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Jangan salah paham, saya percaya itu! Tetapi bila kita beranggapan bahwa keempat Injil berbicara mengenai Yesus datang, disalib dan dibangkitkan agar setiap kita masuk surga, yaitu negeri di awan, kita keliru memahami Injil. Silakan baca baik-baik keempat Injil sekali lagi, atau berulang-ulang kembali. Secara sederhana alur pikir keempat saksi Kristus ini adalah: Kristus datang, maka ciptaan baru hadir (disahkan oleh kebangkitan Kristus pada hari pertama), dan kita mempunyai tugas untuk dilakukan.

Injil berbicara bagaimana kita hidup sebagai ciptaan baru, kini dan di sini, dan seperti apa kelak ketika ciptaan baru itu diwujudnyatakan di atas bumi! Injil adalah Injil Kristus yang membumi. Injil berbicara mengenai bagaimana kita hidup di dalam Kristus, oleh kuasa Roh Kudus, sebagai ciptaan baru. Injil berarti suatu undangan bagi kita untuk menjadi pelopor-pelopor pembaruan kosmos. Injil berbicara mengenai keberanian kita menghadapi penguasa-penguasa dan ilah-ilah zaman, menjungkirbalikkan tatanan yang lama, untuk digantikan dengan yang baru. Berarti Injil berbicara mengenai politik yang baru! Itulah politik Kerajaan Allah, dengan Yesus dari Nazaret sebagai Mesias!

Bagaimana Yesus memandang politik? Apakah Yesus berpolitik? Kita merenungkan satu bagian yang dikenal sebagai teks “politik” bagi Yesus. Seorang pakar PL Inggris, Christopher Wright menyebut bagian ini “Manifesto Nazaret.” Istilah “manifesto” kerap dipakai oleh kalangan marxis-komunis untuk mendeklarasikan ide-ide perjuangan mereka dengan terbuka di muka publik. Oleh para ahli PB, termasuk yang Injili, bagian ini pun diyakini proklamasi ide perjuangan gerakan Yesus.

Ada tiga pokok kajian dari bagian ini, yaitu kerygma, credenda dan agenda Yesus dari Nazaret, kemudian kita akan menarik implikasi untuk hidup kita kini dan di sini. Kerygma berarti tindakan pewartaan dan inti dari pewartaan itu. Credenda berarti apa yang diyakini. Agenda berarti tugas dan vokasi (panggilan) hidup.

No comments:

Post a Comment