Wednesday, May 28, 2008

MYSTECO THEOLOGY (1)


TERCENUNG . . .

Belum lama ini seorang hamba Tuhan yang cukup terkenal di Jawa Tengah, kami undang untuk berkhotbah di gereja kami. Dalam khotbahnya, ia menyentakkan kami dengan sebuah pertanyaan, “Siapa yang berdoa sebelum mandi?” Ah, berdoa sebelum makan, itu mah wajib hukumnya bagi orang Kristen. Bangun tidur dan sebelum tidur pun sudah menjadi kebiasaan yang otomatis. Tetapi berdoa sebelum mandi? Pengkhotbah ini melanjutkan, “Sejak kecil, papah saya mengajar saya untuk berdoa sebelum mandi. Mengapa? Bersyukur untuk air. Bayangkan bila tidak ada air!”

Menarik! Demikian hemat saya. Berdoa sebelum mandi bukan supaya Tuhan menjaga agar tidak terpeleset, jatuh dan patah tulang. Juga bukan seandainya tiba-tiba kena serangan jantung ketika mandi, ataupun takut kalau-kalau air itu penuh kuman penyakit yang akan menempel di tubuh. Tetapi menaikkan syukur untuk anugerah air yang Allah sediakan lewat alam.

Seberapa banyak di antara kita yang kerap tercenung, dan tiba-tiba dari hati kita seolah-olah terdengan bunyi “Ting!” dan kita dicerahkan oleh pemberian-pemberian Allah yang sudah amat sangat biasa sekali (maaf, memakai rentetan kata yang redundant, sekadar untuk menyangatkan kalimat). Untuk air, udara, embusan angin, rumput, dsb.? Atau yang selalu ada di tubuh kita: air mata, sentuhan tangan, detak jantung, rasa gatal, dan bahkan daki?

Pada kesempatan ini, saya ingin sekali mengajak Anda bermenung lebih jauh. Kita bersyukur, untuk alasan apa? Baiklah, secara praktis, kita bersyukur karena semua ini adalah pemberian Allah. Tetapi, mengapa Allah memberikan itu semua? Well, benar bila Anda mengatakan untuk kebaikan kita. Namun demikian, apakah Allah memberikan segala yang ada di alam ini untuk kebaikan manusia semata-mata? Tentu tidak. Manusia diciptakan oleh Allah pada hari keenam sedikit-dikitnya memberikan dua indikasi: Pertama, manusia adalah bagian yang integral dari alam. Jika kita mawas diri, maka manusia bukan saya tak mungkin mampu menopang dirinya sendiri tanpa Allah, tetapi manusia pun membutuhkan topangan alam dan ciptaan lainnya. Perhatikanlah bayi manusia dan bayi sejumlah binatang lainnya. Begitu lahir, bayi binatang dapat segera berjalan dalam hitungan menit. Sedangkan bayi manusia masih menantikan masa sekurang-kurangnya 9 bulan untuk belajar berdiri! Manusia adalah makhluk yang paling lemah, dan ia bergantung kepada makhluk lain.

Kedua, manusia adalah penatalayan Allah. Menjadi penatalayan Allah itu layaknya menjadi manajer, bukan Presiden Direktur atau Presiden Komisaris atau pemilik. Manusia bertanggung jawab penuh kepada Allah yang empunya langit dan bumi. Allah menempatkan manusia ke dalam Taman Eden (Inga’, inga’! Taman ini di atas bumi!), untuk mengusahakan dan memelihara (Kej. 2:15). Dengan demikian, manusia mengemban tugas pengelolaan bumi milik Allah itu.

No comments:

Post a Comment