Wednesday, May 28, 2008

MYSTECO THEOLOGY (2)


MENETASKAN MAKNA

Entahkah merupakan sebuah historical destiny, dalam dekade terakhir ini banyak sekali dirumuskan mengenai “teologi ekologi.” Apakah ini merupakan tindakan kalang kabut karena bumi keburu rusak, kita baru terhenyak; kita sungguh berharap tidak demikian. Semua ini ada baiknya. Belum terlambat. Dan untuk itu, saya mengajak Anda merenungkan Yohanes 1 dalam terang yang lain, bukan sebagai pembuktian keilahian Kristus, tetapi dalam membangun apa yang saya sebut sebagai mysteco theology. Kata mysteco merupakan paduan dari dua kata mystical dan ecological. Kata mystical, hendaklah kita mengerti seperti yang diterangkan oleh 11th Merriam Webster Collegiate Dictionary (h. 822) sebagai:

  1. having a spiritual meaning or reality that is neither apparent to the senses nor obvious to the intelligence.
  2. Involving or having the nature of an individual’s direct subjective communion with God or ultimate reality.

Jadi mystical sama dengan spirituality. Mystical theology identik dengan spiritual theology. Tetapi mengapa saya memakai kata mystical dan bukan spiritual saja? Karena sebagai orang Injili, kita kadhung (Jawa “terlanjur”) memasukkan spiritual theology dalam matra practical theology. Di kebanyakan seminari Injili Amerika Serikat, guru besar yang mengajar spiritualitas masuk ke dalam studi praktika. Selidik punya selidik, kebiasaan ini diturunkan dari tradisi Gereja Barat, atau Katolik Roma. Dapat dipahami, karena Gereja Protestan terlahir dari tradisi Gereja Katolik Roma. Baru pada waktu Regent College, Vancouver, didirikan, James M. Houston dipercaya untuk menjabat presiden pertama sekaligus profesor spiritualitas di kolese tersebut.

Sedangkan mystical theology, sebagaimana dipakai oleh tradisi Gereja Ortodoks Timur (Bizantin-Konstantinopel), yaitu untuk keutuhan teologi. Stanley Harakas menyatakan demikian, “In the East [-ern Orthodox Church], however, it tended to be used in a way which closely related the moral life and the experience of God by Christians with doctrinal and theological teaching.”[1] Hal ini pun ditegaskan oleh Vladimir Lossky, bahwa teologi mistika dalam Kekristenan Timur adalah “a spirituality which expresses a doctrinal attitude.”[2]

Maka, dengan memakai kata mystical theology, segera apa yang kita pikirkan adalah keutuhan tubuh teologi: biblika, historika, sistematika, etika dan spiritualitas. Itu berarti teologi harus berakarkan biblika, berbatangkan historika, berdaun sistematika, dan berbuahkan etika, dan disirami kesejukan air spiritualitas.[3] Kata ini kemudian berpadu dengan ecological theology, yaitu teologi tentang ekosistem, yang menjadi raison d’etre mengapa kita sebagai orang Kristen perlu menjaga alam semesta. Tetapi dalam tulisan ini kita akan melihatnya lebih jauh, yaitu kepada ciptaan yang ditebus oleh Allah, berdasarkan Yohanes 1.


[1]“Mystical Theology,” dalam A. Richardson dan J. Bowden, ed. The Westminster Dictionary od Christian Theology (Philadelphia: Westminster) 387.

[2]The Mystical Theology of the Eastern Church (Crestwood: St. Vladimir Seminary, 1957). Harus dicatat di sini, tradisi Timur waspada akan bahaya panteisme, dan teologi mistika yang dikembangkan tetap menjaga transendensi serta imanensi Allah.

[3]Saya meminjam moto teologi sistematika karya Rm. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika: Berakar Biblika, Berbatang Patristika (2 vol; Yogyakarta: Kanisius, 2004), dan meluaskannya.

No comments:

Post a Comment