Monday, March 9, 2009

ABCDEF (3)

ABCDEF (III)



ANGER, BLAME, CONFRONTATION, DESTRUCTION, EXPERIENCE, FORGIVENESS



Pendahuluan



1. Saya ingin mengingatkan poin penting di bahan yang lalu. Bagaimana kita menghentikan permainan menyalahkan orang lain? Satu-satunya cara adalah dengan menghentikannya. Ada upaya. Ada kehendak. Ada kemauan. Nah, masalah inilah yang sulit. Sulitnya adalah begitu kita mengenang wajah dan mengingat kembali perlakuan yang bersangkutan ketika melukai hati ini, kita menjadi marah kembali. Memori pahit itu sulit sekali dihilangkan!



2. Harus diakui, mengampuni orang lain itu sulit. Pengampunan yang sejati tidak semudah membuat konsep di atas kertas. Saya menjumpai banyak orang yang tidak bisa mengampuni sesamanya selama bertahun-tahun. Ada yang lebih dari 5 tahun, bahkan 10 tahun, bahkan lebih. Ketika berjumpa dengan dia dan saya bertanya, “Mengapa tidak mau mengampuninya?” Jawabnya, “Tidak mungkin bagi saya mengampuninya! Tindakannya sangat menyakitkan hati saya!” Orang ini difitnah oleh kawannya, dan karena luka hatinya begitu mendalam, ia tidak mengatakan bahwa ia tak mungkin mengampuni kawannya itu. Saya bertanya dalam hati sendiri, “Mengapa orang ini menyiksa dirinya sendiri sampai selama itu?” Kira-kira, apakah orang yang tidak diampuninya itu juga sama seperti dia? Jangan-jangan dia tidak merasa! Lebih disayangkan (dan cenderung konyol) jika ternyata orang tersebut sudah mencoba minta maaf, tapi tidak kunjung ada pengampunan.



3. Seorang dokter kejiwaan bernama M. Scott Peck mengatakan, “Pengampunan yang sejati adalah sebuah proses yang sangat sulit, tetapi mutlak perlu bagi kesehatan mental Anda.” Jadi, orang yang menyimpan sakit hati dan memendam kemarahan juga menumpuk penyakit di dalam dirinya. Sedangkan orang yang mau melepaskan pengampunan adalah orang yang mau bebas dari semua belenggu sakit, termasuk sakit hati. Kira-kira, lebih berbahagia yang mana, ya? Anda sendiri yang dapat mengambil keputusan.



4. Jika suatu kali ada seseorang yang menyakiti Anda, apa yang akan Anda ambil:

a. Memendam kemarahan itu dalam hati untuk seterusnya.

b. Menyebarkan kemarahan itu kepada semua orang yang Anda jumpai sebagai reaksi pembalasan dendam kepada orang yang telah menyakiti Anda?

c. Menceritakan kepada orang lain yang Anda percaya dan mengeluarkan uneg-uneg Anda?

d. Meminta orang lain menjadi mediator Anda untuk menyelesaikan masalah Anda dengan yang bersangkutan.

e. Mendatangi orang yang membuat Anda terluka dan menyelesaikan masalah Anda secara pribadi.



5. Kita telah belajar tentang “konfrontasi.” Adalah pilihan yang terbaik bila Anda mampu mengambil keputusan untuk datang secara pribadi kepada orang itu. Jadi pilihan (e) adalah pilihan terbaik. Namun ada orang yang tidak berani datang seorang diri; dia butuh mediator. Ini pun sangat baik, sebab paling tidak ada “kehendak” untuk menyelesaikan masalah itu dengan segera. Pilihan (c) juga tergolong baik, karena dengan menceritakan masalah Anda kepada orang lain, Anda sudah mengurangi beban Anda 70%. Jangan takut untuk menemui orang yang Anda percaya. Pasti ada orang yang mau mendengarkan pergumulan Anda.



6. Sedangkan, dua pilihan pertama tidak direkomendasikan untuk Anda ambil. Pilihan (b) berarti Anda memainkan kembali “permainan menyalahkan orang lain” dan akibatnya masalah akan menjadi semakin besar dan tidak habis-habis. Ini sangat merusak komunitas dan persahabatan. Pilihan pertama sangat merusak Anda secara pribadi. Suatu saat, ketika masalah demi masalah makin menumpuk, akan meledak! Anda dapat mengambil tindakan-tindakan konyol, atau menderita sakit berkepanjangan.



7. Rasul Paulus mengingatkan kita dalam sebuah suratnya kepada jemaat di Filipi, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku” (Filipi 4:13-14). Kita mengingat ay. 13 karena dulu ayat ini tercantum dalam trunk petinju Evander Hollifield sewaktu memukul kalah petinju legendaris Mike Tyson. Ayat ini menjadi semacam jimat. Marilah kita perhatikan ada hal yang dalam sekali di ayat ini:

a. Rasul Paulus sedang dalam penjara karena pekerjaan pemberitaan Injil, namun ia dapat menanggung segala beban hidupku karena Tuhan yang memberikan kekuatan. Jadi kekuatan manusiawinya diserahkan kepada Tuhan Yesus saja.

b. Paulus sama sekali tidak mendendam dan mengutuki orang-orang yang memenjarakannya. Itulah konsekuensi yang memang ia harus tanggung sebagai pemberita Injil. Jika kita Kristen dan kita menderita, atau disakiti orang lain, tak terkecuali orang Kristen juga, itu adalah wajar. Jangan sampai kita heran. Jadi, buat apa menyimpan dendam dan sakit hati?

c. Rasul mempunyai sahabat-sahabat yang bersama-sama dia menanggung bebannya. Sahabat-sahabat ini sangat peka dengan rasul Paulus. Mereka mendukung rasul.



8. Hati-hati dengan pengampunan yang murahan! Allah mengampuni kita dengan pengampunan yang mahal, sehingga Putra Tunggal-Nya sendiri diberikan untuk kita. Pengampunan yang murahan itu seperti ini:

a. Anak yang mengenang orangtuanya yang kejam terhadapnya: “Ya, mungkin saya tidak mempunyai masa kanak-kanak yang hebat, tetapi orangtuaku melakukan yang terbaik yang dapat mereka kerjakan untukku. Aku mengampuni mereka.” Tetapi ketika diselidiki lebih lanjut, nyatanya si anak ini tidak mengampuni orangtuanya sama sekali. Masih ada dendam kepada mereka.

b. Seorang remaja yang berpacaran, dan pacarnya sangat posesif, “Dia melakukan semua itu karena sayang aku. Aku mengampuninya.” Tapi berkali-kali dia mengeluh karena pacarnya yang memperlakukan dia bukan semestinya.



9. Hati-hati, seseorang harus mampu mencermati perilaku menyimpang yang disebabkan karena ketidakberesan psikis. Kalau perilaku yang sama berulang-ulang dilakukan, dan tiap kali selesai melakukan ia menyatakan menyesal, tapi di lain waktu mengulangi lagi, maka pasti ada ketidakberesan psikis di diri orang itu.



10. Untuk melakukan terapi terhadap “korban” tindakan kekerasan seperti di atas dibutuhkan waktu yang cukup lama, karena ada tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh si konseli. Saran saya adalah segera datang kepada hamba Tuhan atau kepada konselor untuk membantu Anda.



11. Namun, indikasi dimulainya pengampunan yang sejati ialah manakala orang yang menjadi korban itu memang mengakui adanya kesalahan yang telah dilakukan kepadanya:

a. Ketika ditanya apakah menurutnya orangtua yang kejam itu telah melakukan yang terbaik untuk dirinya karena kasih sayang mereka, ia harus mampu menjawab, “Tidak! Orangtua saya tidak melakukan yang terbaik yang dapat mereka kerjakan; seharusnya mereka dapat melakukan yang jauh lebih baik; mereka telah melakukan kekerasan terhadapku!”

b. Sang kekasih yang mendapat perlakuan butuk dari pacarnya, harus berani berkata, “Pacarku memperlakukanku tidak pada tempatnya. Ia salah dalam hal ini ketika berhubungan denganku.”



12. Jadi, seseorang yang mau memberikan pengampunan pertama-tama harus dapat menempatkan masalah pada porsi yang semestinya. Akui kesalahan orang lain. Dan akui pula kesalahan dirinya sendiri (bila seandainya ia pun mengambil bagian dalam kesalahan dalam peristiwa itu). Setelah ia mengakui bahwa tindakan orang lain itu telah salah atas dirinya, ia tidak kemudian melakukan “permainan menyalahkan orang lain.”



13. Ada orang yang datang kepada seorang konselor dan berkata, “Anda tahu, saya sebenarnya dapat mengampuni orangtua saya jika saya pergi kepada mereka dan mengatakan cara-cara yang mereka kerjakan selalu melukai hati saya, dan mereka pun akan meminta maaf. Atau, mungkin mereka hanya akan mendengarkan. Tetapi [masalahnya,] jika saya pergi ke mereka dan mengatakan bahwa mereka telah melukai saya, mereka telah lupa. Mereka bahkan telah melupakan apa yang telah mereka lakukan. Jadi saya sendiri yang harus menanggung beban itu. Mereka menimpakan semua penderitaan itu ke atas bahu saya. Mereka seolah tidak mau tahu. Apakah Anda menyarankan saya untuk tetap mengampuni mereka?”



14. Konselor yang baik pasti akan mengatakan, “Ya!” Sebab, pengampunan adalah satu-satunya hal yang harus dilakukan untuk mencapai kesembuhan. Memang sakit untuk melakukannya. Para konseli yang tidak mau mengampuni akan tetap membawa beban itu. Sampai mereka mau mengampuni orang yang melukai mereka, baik mereka ini mau meminta maaf balik atau bahkan mau mendengarkan mereka.



15. Jangan coba-coba mengatakan bahwa waktu akan membuat saya melupakan semua tindakan buruk orang lain. Manusia sama sekali tidak dapat melupakan perbuatan yang buruk! Tetapi, kita dapat mengampuni dengan tulus. Dan ini butuh kerja keras!



16. Ada orang yang coba-coba menekan (to repress) perasaan atas tindakan buruk. Dengan harapan ia dapat melupakan. Sedapat-dapatnya tindakan represi ini dikerjakan, kenangan itu hanya akan berpindah dari kesadaran menuju ke bawah sadar. Secara sadar kita tidak dapat mengingat-ingatnya, namun kenangan itu tak lari ke mana-mana. Nyatanya, banyak orang yang kemudian menjadi parno alias paranoid, seolah melihat hantu yang bergentayangan dan membuat hal-hal dalam hidupnya lebih buruk ketimbang keputusan untuk berani mengingat kejadian yang buruk tersebut.



17. Jadi, beberapa tahapan menuju kepada kesembuhan batin dari kemarahan:

a. Mengingat tindakan buruk mereka;

b. Kemarahan;

c. Menguji kembali dan menamai tindakan buruk itu;

d. Pengampunan.



Penutup



18. Titik poin pembicaraan kita adalah, semakin lama Anda menahan-nahan kemarahan Anda, semakin lama Anda terus menyakiti diri Anda sendiri. Sesungguhnya alasan untuk mengampuni orang lain itu bukanlah untuk kepentingan mereka. Tetapi untuk kepentingan Anda sendiri. Mereka mungkin telah lupa dengan tindakan mereka. Mereka dapat berkata balik, “Lha kamu sendiri yang menyimpannya dan terus mengingat-ingatnya!” Bahkan mereka bisa jadi telah meninggal! Jadi, mengampuni orang lain sesungguhnya demi diri Anda sendiri. Untuk kesehatan Anda.



19. Jika kita menahan-nahan kemarahan, kita akan berhenti bertumbuh dan jiwa kita mulai tergoncang. Lalu, bagaimanakah kita dapat mengampuni orang lain?

a. Keluarlah dari diri kita. Jangan biarkan kesombongan diri membutakan kita dan mengikat kita sampai tiada berdaya.

b. Dengarkan orang lain; pihak "lawan" pun punya hak untuk didengarkan.

c. Kasihi orang lain.

d. Belajarlah untuk memperhatikan, untuk peduli.

e. Terimalah cara pandang dan cara Allah memperlakukan kita, dan pakai itu untuk orang lain. Utamakan orang lain. Maka Anda akan siap mengampuni!

f. Bukalah hidup untuk menerima aliran kasih Allah yang mengampuni kita. Minumlah dari air kehidupan itu. Bergantunglah selalu kepadanya.

g. Bagikanlah. Tolong, bantu, doakan, berilah, pergilah—dan pengampunan akan meluap dan bertumbuh dalam hati kita.

h. Rahasianya? Kasih!

i. Kasih kepada saudara kita!

j. Kasih kepada Allah!

k. Bahkan kasih kepada musuh kita.

l. Maka akan berhasil pengampunan itu terjadi! Tujuh puluh kali tujuh kali, sama seperti yang dikatakan Tuhan Yesus!



20. Memang, dibutuhkan kerja keras Anda. Dibutuhkan pengalaman demi pengalaman (experiences) untuk melakukan ini. Tuhan Yesus bahkan mengajak kita untuk proaktif, “Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu” (Mat. 5:23-24). Ayat ini sangat jelas mengajar kita:

a. Ibadah dan persembahan kepada Tuhan tidak ada nilainya bila masih menyimpan dendam.

b. Begitu ada masalah yang belum beres, tinggalkan ibadahmu untuk berdamai.

c. Orang mungkin tidak (akan pernah) menyadari kalau mereka salah. Jangan menuntut orang lain untuk sadar, jika diri kita sadar, segeralah bertindak!

d. Beribadah dengan perasaan dendam tidak akan menentramkan dan memberikan damai sejahtera. Namun berbeda jika semua masalah telah dibereskan.



21. “Segeralah berdamai dengan lawanmu”; “Jangan kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”; “Siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil”; “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Semua ini adalah kata-kata Tuhan Yesus sendiri. Dan Tuhan Yesus telah meneladankan apa yang telah disabdakan-Nya, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34).



TERPUJILAH ALLAH!



No comments:

Post a Comment