Pengantar
Kehadiran Roh Kudus di Perjanjian Lama erat dengan berita eskatologi. Alam berpikir PL meyakini bahwa di masa akhir, Allah akan bertindak melalui dua cara: Mesias dan Roh. Allah akan mengutus Mesias, yaitu pemimpin umat Allah yang bertindak atas nama Allah; serta Roh Allah, yaitu Roh yang menguduskan, yang menyucikan.
Pengutusan Mesias maupun Roh, kalau kita perhatikan, memiliki pola yang kita lihat sama:
· Inisiatif Allah, bukan manusia
· Dikerjakan oleh Allah seorang diri, tanpa campur tangan manusia
· Datang dari Allah, mengubah hati manusia
· Untuk kemuliaan Allah, bukan keagungan manusia.
Jadi, Roh Allah atau Roh Kudus itu bukan semata-mata untuk kepentingan manusia. Roh Kudus diberikan untuk mengubah hati manusia. Manusia yang semula menjauh dari Allah, maka oleh karya Roh Kudus diubah, dan kembali terarah kepada Allah. Tujuan akhir dari segala karya Allah, termasuk pengubahan batin manusia, adalah demi kemuliaan dan hormat nama-Nya semata-mata.
Penjelasan Teks
Secara struktural, bagian ini dapat dibagi sebagai berikut:
· Dasar Tindakan Allah (ay. 22-24):
§ Allah bertindak bukan oleh sebab manusia (ay. 22)
§ Allah bertindak demi nama-Nya yang kudus (ay. 22-23a)
§ Allah bertindak dengan menunjukkan kekudusan-Nya (ay. 23b)
· Inti dan Isi Tindakan Allah (ay. 24-28):
§ Allah mengumpulkan kembali umat-Nya (ay. 24)
§ Allah mencurahkan Roh yang menyucikan hati (ay. 25-27)
§ Allah menjanjikan tempat tinggal bagi umat-Nya (ay. 28a)
§ Allah memperbarui perjanjian dengan umat-Nya (ay. 28b)
· Akibat Tindakan Allah (ay. 29-31)
§ Umat terlepas dari kenajisan dosa (ay. 29a)
§ Umat mendapatkan hasil tanah (ay. 29b-30)
§ Umat akan mawas diri dengan dosa-dosa masa lampau (ay. 31)
· Kesimpulan (ay. 32)
§ Allah menegaskan tindakan-Nya itu bukan karena manusia (ay. 32a)
§ Allah ingin agar manusia mawas diri (ay. 32b)
Pendahuluan
Di era modern, agama telah beralih wajah dengan tampilan yang sentimental. Orang membutuhkan agama untuk menolongnya keluar dari problematika kehidupan yang pelik. Jikalau agama tak mampu menunaikan tugas ini, maka buat apa beragama. Maka, orang mau menjadi Kristen, kalau bisa kaya, sembuh, enak, nyaman, tenang dalam batin, dan sebagainya. Maka, istilah-istilah dosa, ketekunan, kekudusan pun perlu disesuaikan dengan perubahan zaman. Dosa diganti dengan ketidakpercayaan diri. Ketekunan diganti dengan motivasi. Kekudusan diganti dengan ketenangan batin.
Dengan perkataan lain, agama dan Tuhan masih berfungsi, sejauh manusia punya masalah. Agama dan Tuhan diperlukan untuk memperbaiki masalah yang ada dalam hidup manusia. Agama akan usang, kalau manusia tidak memiliki (banyak) masalah. Tuhan akan diabaikan kalau semua kebutuhan telah terpenuhi. Apa pun itu, yang penting agama dan Tuhan berfungsi sebagai tukang reparasi. Disadari atau tidak, religiositas yang sedemikian ini telah menempatkan manusia di atas Allah. Manusia adalah yang dilayani; Allah yang melayani. Ini adalah agama yang berpusat kepada Allah.
Teks kita sekarang ini menyentak kita untuk sadar, Kekristenan yang diwarisi dari iman Perjanjian Lama tidak menawarkan corak religiositas seperti ini. Kekristenan menawarkan damai sejahtera yang sejati, bukan karena manusia hidup dalam suasana penuh konflik dan mencari damai sejahtera. Tetapi, seperti yang dikatakan St. Agustinus, “Engkau menciptakan kami bagi diri-Mu sendiri, dan hati kami tidak akan pernah tenang sebelum beristirahat di dalam-Mu.” Artinya, manusia adalah ciptaan Allah, yang diciptakan bagi Tuhan, untuk bersekutu dengan Tuhan. Sebelum manusia memiliki persekutuan dengan Tuhan, manusia tidak akan pernah mendapatkan damai sejahtera itu. Bukan karena manusia, tetapi karena Allah semata-mata—itulah dasar iman Kristen yang sejati.
Dengan begitu, di tengah tantangan dunia yang semakin egoistis (mengutamakan ke-aku-an) dan egosentris (mencintai diri sendiri), baiklah kita kembali ke dasar iman kita yang sebenarnya. Iman kita berpusat kepada tindakan Allah. Bagaimana Allah bertindak?
Dasar Tindakan Allah
Marilah kita cermat. Tujuan kitab Yehezkiel yang ditulis pada sekitar 593-570 SM, adalah untuk mendorong kaum terbuang tetap setia kepadaTuhan sehingga Ia akan memenuhi janji-Nya. Tuhan berjanji untuk membawa pulang kaum terbuang ini ke tanah air perjanjian. Ia berjanji bahwa umat-Nya akan membangun kembali Bait Suci dan kota Yerusalem.
Tetapi di bagian ini, jelas sekali bahwa Allah akan memenuhi perjanjian-Nya itu bukan karena keinginan manusia. Bahkan, bukan kehendak manusia Allah kemudian bertindak. Pada zaman Yehezkiel, Israel dibuang oleh Allah ke tanah asing oleh sebab mereka telah menista nama Allah. Mereka telah menduakan Allah. Hati mereka telah menjauh dari Allah.
Mengapa? Adalah kebenaran di dalam Alkitab bahwa manusia berdosa tidak pernah mendambakan Allah. Tidak ada seorang pun yang mencari Allah (Rm. 3:11). Rasa takut kepada Allah tidak ada pada manusia (Rm. 3:18). Hatinya gelap. Pikirannya licik. Nabi Yeremia meratap, “Betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu; siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yer. 17:9).
Maka, alasan bagi Allah untuk bertindak adalah diri-Nya sendiri: (1) atas nama-Nya, (2) kekudusan-Nya. “Nama” Allah berarti otoritas Allah. Contohnya, kalau kita menerima surat dengan lambang Garuda Pancasila dan bertuliskan Presiden Republik Indonesia, maka surat itu istimewa. Surat itu adalah surat kenegaraan yang hanya boleh dikeluarkan oleh Presiden RI. Nah, bicara mengenai nama Allah adalah perihal siapa yang bisa melakukan tindakan ilahi. Tidak ada satu pun yang lain. Di alam semesta, tidak ada satu pun yang dapat mencipta, menebus, dan menyempurnakan, selain daripada Allah—Tuhan perjanjian!
(2) Kekudusan-Nya, artinya: Allah tidak dapat mengingkari sifat-sifat dan kesempurnaan-Nya. Allah tidak pernah meleset dengan segala keputusan-Nya. Ia tidak pernah ingkar. Ketika bertindak, Allah selalu menunjukkan kekontrasan karya-Nya dengan manusia, bahkan dengan dewa-dewi bangsa lain. Allah melakukan hal yang tidak mungkin dapat dikerjakan tangan manusia, dan dewa-dewi buatan manusia. Ketika Ia mengambil keputusan untuk bertindak, apa yang Ia kerjakan pastilah benar dan bebas dari kecemaran dosa.
Kalau begitu, bukan untuk manusia Ia bertindak. Bukan demi kepentingan manusia Ia berkarya. Segala tindakan dan karya-Nya, dari awal sampai akhir, adalah bagi kemuliaan nama-Nya.
Inti dan Isi Tindakan Allah
Ketika Allah mengumpulkan umat kembali ke tanah air, sesungguhnya ini mengingatkan kita kepada karya Allah terdahulu—Allah menuntun kaum Yakub dari tanah perbudakan menuju tanah perjanjian. Berarti, tindakan Allah ini sebenarnya membuktikan bahwa Ia bertindak demi kekuasaan-Nya; Ia tidak mengingkari apa yang Ia telah kerjakan sebelumnya. Tindakan untuk mengumpulkan umat-Nya kembali hendak mencelikkan mata umat manusia, bahwa Tuhan tidak pernah gagal dengan tindakan-Nya.
Tapi tujuan Allah mengumpulkan kaum-Nya yang terserak juga untuk membuat mereka sebagai umat yang mendengarkan firman-Nya. “Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan” (Ul. 30:14). Allah menghendaki hati umat yang terarah selalu kepada sabda-Nya. Namun, bagaimana itu mungkin? Umat telah berdosa. Mereka telah mencemarkan nama Allah. Bahkan tak satu pun yang mencari Allah!
Syukur kepada Allah, sebelum manusia sadar—dan mustahil manusia sadar—Allah telah mengambil inisiatif. Allah akan mentahirkan mereka. Allah memberikan hati baru. Allah memberikan roh yang baru di dalam batin. Allah memberikan hati yang lembut. Allah mengaruniakan hati yang taat. Jadi, apa yang membuat seseorang berubah arah dari pendosa menjadi patuh? Allah yang terlebih dahulu mengerjakan perubahan di dalam bagian yang terdalam dari hidup seseorang.
Rasul Paulus menulis bahwa Roh ini adalah meterai keselamatan karena seseorang percaya, sekaligus jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruh keselamatan kita (Ef. 1:13-14). Artinya, Roh ini adalah jaminan Allah sendiri supaya kita menapaki jalan keselamatan, hingga kelak kita akan dipermuliakan selama-lamanya. Langkah-langkah orang percaya akan dijaga oleh Roh Kudus. Langkah-langkah orang percaya, dalam kuasa Roh Kudus, kian hari kian mantap menuju kepada keserupaan dengan Kristus.
Jika kemudian Allah menjanjikan tempat tinggal di tanah perjanjian, berarti lengkaplah sudah tindakan Allah. Allah mengingat perjanjian-Nya, Allah memulihkan umat-Nya, dan Allah memperbarui perjanjian-Nya. “Kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu.” Inilah formulasi yang selalu diulang dalam perjanjian Allah dengan umat-Nya.
Akibat Tindakan Allah
Tindakan Allah membawa pembaruan. Pembaruan pertama bersifat moral. Allah yang kudus menghendaki umat-Nya pun kudus. Maka, Ia berkehendak agar semua kenajisan dihapuskan dari antara umat. Tanda seseorang menjadi umat perjanjian Allah adalah menjaga kekudusan hidup. Jika Allah yang disembah dan dimuliakan berlawanan dengan paham dewa-dewi bangsa asing, maka umat Allah pun harus hidup berlawanan dengan gaya hidup bangsa-bangsa kafir.
Dampak lain pun dirasakan secara nyata oleh umat. Berkat Tuhan melimpah. Tuhan yang menjanjikan tempat tinggal, adalah Allah yang akan mencukupi kebutuhan umat-Nya. Damai sejahtera yang Allah janjikan bukan sebuah konsep, tetapi konkret. Bukan ideologi, tetapi realitas. Allah yang melakukan tindakan-tindakan yang agung, adalah Allah yang sama, yang akan memenuhi segala kebutuhan hidup umat-Nya.
Tetapi Allah juga mau, agar tak seorang pun yang berani berpongah, menepuk dada dan lupa masa lalu. Allah tidak mau “kacang lupa kulitnya.” Apakah seseorang yang telah diampuni dosanya dan menerima Roh Kudus akan sempurna dan bebas dari dosa? Ya benar, kuasa dosa tidak ada lagi. Sengat maut telah dikalahkan. Tetapi orang percaya masih tetap dapat tergoda dan jatuh ke dalam dosa.
Sebab itu, umat tetap akan mengingat kesalahan di masa lampau. Tindakan mengingat masa lampau ini akan menghindarkan manusia dari segala perasaan tinggi hati. Sekaligus, manusia sadar bahwa ia tetap rentan terhadap dosa. Sama seperti rasul Paulus, sekalipun telah diselamatkan Allah dan menjadi rasul, namun ia tetap bergumul: “Jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku” (Rm. 7:21-23).
Dengan mengingat bahwa setiap kaum tebusan Allah secara natur adalah kaum pendosa, maka hanyalah “karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8-9).
Penerapan
1. Roh Kudus diberikan oleh Allah sebagai bukti bahwa Allah memerintah hidup kita. Tekankan kepada remaja, siapa yang sebenarnya memerintah dalam kehidupan kita. Seharusnya Allah saja. Leluhur Anabaptis bernama Hans Denck menulis (1526), “Barangsiapa telah menerima perjanjian baru Allah, yaitu, siapa yang telah menerima Taurat tertulis di dalam hatinya oleh Roh Kudus adalah sungguh-sungguh benar.”
2. Roh Kudus diberikan supaya hidup kita menjadi baru. Hati kita dirombak total, dan keinginan kita terarah kepada Allah. Balthasar Hubmaier menulis pada tahun 1527, “[Roh Kudus] menyucikan segala sesuatu dan tanpa Dia tak ada satu pun yang suci. Di dalam Dia aku menempatkan imanku dan Ia akan mengajariku segala kebenaran, menambah imanku dan mengobarkan api cinta dalam hatiku melalui ilham kudus-Nya, sehingga hatiku akan terbakar dengan kasih Kristen yang sejati dan tak terpadamkan kepada Allah dan sesamaku.”
3. Roh Kudus akan menuntun kesaksian umat Allah. Melalui godaan, umat yang sejati akan tetap patuh kepada Allah. Pilgram Marpeck bersaksi (1547), “Ketika kita sebagai manusia diperbarui, dan dilahirkan kembali oleh Roh Kudus, Roh Kudus menjadi meterai dan saksi ketiga keselamatan. Pelayanan kerasulan gereja secara tepat terlaksana, seturut amanat Kristus, ketika [Roh] mempersiapkan, menumbuhkan, menyuburkan, dan sebagai penolong dari Allah, kembali menghancurkan hai manusia. Ketika penghancuran ini muncul, benih dan tunas gereja, di dalam hati, sabda kebenaran—yang harus dipercayai—menyirami hati dengan air baptisan.”