Saturday, April 7, 2007

Kekalahan, Pengakuan dan Kemenangan


KEKALAHAN, PENGAKUAN DAN KEMENANGAN
Yosua 7



Kota Ai. Terletak di atas ketinggian 0,76 km. di atas permukaan laut (bdk. Yerikho hanya 0,25 km. di atas permukaan laut) Kota ini sudah didirikan sebelum zaman Abraham (Kej. 12.8; 13.3). Kebanyakan pakar purbakala Timur Tengah setuju bahwa suatu reruntuhan yang berjarak 12 km sebelah Utara kota Yerusalem dan 2,5 km sebelah Tenggara Betel—atau yang saat ini terletak dekat desa Deir Dibwan—adalah daerah yang dulu disebut Ai. Reruntuhan itu diberi nama et-Tell.

Nama kota ini berarti “puing-puing.” Mengapa demikian? Para arkeolog menemukan sebuah kota yang luasnya kira-kira 0,12 km2, diperkirakan pernah ada pada tahun 3100 s.d. 2400 S.M.; yang kemudian menjadi sebuah desa dengan luas 0,01012 km2 di tahun 1220 s.d. 1050 S.M., tanpa tembok pelindung. Dapat disimpulkan, pada zaman Israel sampai di Kanaan, sebenarnya tidak ada “kota” Ai, dan tidak ada seorang raja pun di sana. Yang ada adalah puing-puing kota kuno yang telah diluluh-lantakkan 1200 tahun sebelumnya. Ai paling banyak dihuni oleh 12 ribu penduduk. Untuk kota seukuran ini, kekuatan militer ditaksir tidak lebih dari 3000 orang pasukan. Sehingga, jika musuh hendak mendudukinya, pasukan sebanyak 3000 orang sudah cukup kuat untuk menggempurnya.

Larangan dan Konsekuensi. Dalam konteks yang lebih luas, Yosua 6-12 mengetengahkan prinsip penting dalam perjalanan umat Allah menuju tanah perjanjian: Allah akan berperang bagi umat-Nya jika (dan hanya jika) mereka patuh kepada ikatan perjanjian. Yerikho jatuh ke tangan Israel karena iman dalam kepanglimaan Allah, dengan berpegang teguh dalam kuasa ilahi, bukan oleh sebab pengalaman gilang-gemilang di masa lampau—kesuksesan mengepung dan menguasai kota Yerikho yang berbenteng teguh. Penghakiman yang Allah telah tetapkan bagi Kanaan, dalam Kejadian 15.16 (“kedurjanaan orang Amori”). Israel berperang melawan bangsa Kanaan, dengan demikian, bukan semata-mata supaya mereka menerima berkat dari Tuhan, atau menantikan kelimpahan di negeri yang gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku. Tetapi lebih dari itu, Israel adalah alat di tangan Tuhan untuk menjalankan penghakiman atas kedurjanaan bangsa-bangsa asing.

Kini, mereka hendak menduduki Ai (ps. 7). Ai relatif lebih gampang untuk ditundukkan ketimbang Yerikho. Namun Israel gagal menduduki Ai. Apa sebabnya?

Pertama, tugas itu tidak boleh di-discount! Allah menghendaki kesetiaan yang mutlak dari Israel, yakni setiap tugas yang diberikan harus dikerjakan dengan sempurna! Ketika tugas itu dipotong sedikit saja, akibatnya . . . kecelakaan besar! Allah murka! Sekali menjadi umat perjanjian, maka larangan dan konsekuensi perjanjian Allah juga harus diikuti. Umat harus tahu batas-batas di mana mereka harus bertindak dan berjalan. Akhan memiliki rasa mélik (“ingin memiliki”) terhadap barang-barang yang menjadi larangan Tuhan untuk dimiliki secara pribadi (7.1). Sehingga, meski mereka berpongah dapat menundukkan Ai hanya dengan beberapa ribu orang saja, akhirnya pasukan Israel dipukul KO! Tiga puluh enam pahlawan Israel gugur, dan hal ini merupakan kekalahan telak. Murka Allah baru dapat diredam ketika barang-barang itu dimusnahkan (ay. 13).

Kedua, umat diajak untuk menyadari: nila setitik rusak susu sebelanga. Artinya, dosa yang dimulai oleh satu orang dapat menjalar kepada kelompok masyarakat yang lebih besar. Oleh karena dosa Akhan, seisi keluarga bahkan harta miliknya pun tercemar, sehingga semuanya ini harus dimusnahkan. Sebuah monumen yang kemudian didirikan di Lembah Akhor, agak selatan Yerusalem ke arah kota Yerikho, menjadi saksi akan kisah ini (ay. 26). Bukankah dosa pun dimulai dari satu orang manusia, dan akhirnya merambah ke seluruh generasi, sampai bayi terakhir yang akan dilahirkan? Allah takkan mungkin akan berperang bersama umat bilamana mereka tiada lagi kedapatan patuh kepada aturan yang Allah tetapkan.

Tanggung Jawab dan Solidaritas dalam Komunitas. Kiranya kita camkan dengan seksama kisah ini. Mengharukan. Dan, mengerikan. Kita tengah diajar kembali tentang makna komunitas—komunitas orang percaya! Setiap anggota memiliki peran dan tanggung jawab. Ke pundak kita semua, tanggung jawab bersama itu Tuhan berikan. Dalam nada yang sama, rasul Paulus memperingatkan gereja Tuhan di Korintus, “Kemegahanmu tidak baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi dapat mengkhamiri seluruh adonan?” (1Kor. 5.6) Privatisme—“Pokoknya yang penting aku puas, kenyang, nikmat . . . tak peduli orang lain—hendaklah dibuang dari komunitas beriman. Ataupun sikap apatis alias cuek—“Mbuh karepmu, bukan urusanku!”—juga harus kita hapuskan. Tidak ada seorang pun di dalam komunitas orang percaya yang diberi peran ndelok—kêndêlé mung alok, tukang protes, banyak kritik dsb.—tetapi tidak bersedia bila diajak terlibat dalam pelayanan.

Di era Yosua Pertama, ketika Israel baru saja menginjakkan kaki di tanah Perjanjian, terdapat noda yang mencelakakan seluruh umat. Tapi syukur kepada Allah! Di era Yosua Kedua (Yesus Sang Mesias), yang mengantar umat-Nya ke “Tanah Perjanjian Kekal,” maka gereja boleh diyakinkan bahwa kemenangan merupakan jaminan bagi setiap murid-Nya.

Bila demikian halnya, kemajuan gereja ini adalah tanggung jawab kita bersama. Kemunduran gereja ini juga merupakan tanggungan kita semua. Bila ada seorang warga jemaat yang sakit, semua kita merasakan kenyerian. Bila ada warga yang jatuh dalam dosa, maka kita pun merasakan akibatnya. Kita harus makin tekun dalam melayani Allah dan memperbaiki mutu pelayanan kita. Tolonglah yang lemah. Bantulah yang berbeban. Angkatlah yang jatuh. Maka kelak, kemenangan itu pun milik kita bersama!

TERPUJILAH ALLAH!

No comments:

Post a Comment