Monday, August 4, 2008

KEJUTAN DI HARI SENIN!



KEJUTAN DI HARI SENIN!



Saya ingat, ada pameo, “I don’t like Monday! Hari Senin konon menjadi hari yang tidak menyenangkan bagi sejumlah orang. Kerja lagi, kerja lagi! Sibuk lagi, sibuk lagi! Melakukan yang itu-itu juga.



Namun bagi Tim Gembala Jemaat GKMI Kudus, hari Senin, 4 Agustus 2008, sebenarnya merupakan sebuah hari yang istimewa. Kami mengadakan acara istimewa, yakni perpisahan dengan mahasiswa praktik dari sebuah STT di Jawa Barat, yang telah menyelesaikan praktik satu tahunnya bersama-sama kami. Acara akan diadakan di sebuah rumah makan yang berpanorama alami, dengan hamparan sawah sebagai pemandangannya.



Tapi kami pun terkejut di hari ini. Kami diberi tahu, seorang jemaat yang masih muda, berusia 32 tahun, masih bujangan, cukup gagah dan sebenarnya telah cukup mapan dalam pekerjaan, tak diduga-duga, ditemukan di kamarnya menggantung diri! Keluarga shocked! Entah karena apa, si bungsu dari empat bersaudara, dan hanya dia yang laki-laki, justru mengambil langkah pintas, dan tidak berpikir panjang. Keluarga tidak pernah menyangka! Sang kakak nomor 3, sebenarnya telah menangkap kegelisahan adiknya pada hari Minggunya, 3 Agustus. Ia pun sudah coba bertanya, namun jawabannya adalah, “Tidak ada apa-apa.”



Pemuda ini memang tertutup. Ia tidak pernah mengungkapkan perasaan kepada keluarganya, meski juga tidak ada masalah dengan masing-masing anggota keluarga. Ia sudah punya pekerjaan yang sangat baik, di perusahaan rokok kedua terbesar di kota kami, yang tengah mengorbit dengan produk barunya yang sering tayang di televisi. Ia bahkan menjadi tangan kanan bosnya di kantor. Ia pun sudah mempersiapkan masa depannya, dengan membeli sebidang tanah untuk membangun sebuah rumah di sana. Sertifikat tanah sedang diurus, dan segera akan keluar. Ia belum mempunyai pacar, dan belum ada rencana untuk menikah, karena baginya, lebih baik kakak-kakaknya dulu yang menikah. Entahkah apa penyebabnya, masih misteri!



Polisi yang silih berganti datang ke TKP, dan terus menyelidiki kejadian ini mencoba mengira-ira apa yang terjadi. Dari penelitian, mereka simpulkan bahwa tidak ada penganiayaan sedikit pun. Kasus ini adalah murni bunuh diri. Tapi oleh sebab apa? Lagi-lagi, belum ada yang dapat mengungkapkannya.



Cukup menarik bila dikaji, pelaku nampaknya berusaha agar penyebab kematiannya sedapat-dapatnya tidak dapat diketahui oleh siapa pun. Ia mengerudungi kepala dan mukanya dengan kantong dari kain (sepertinya sarung bantal), persis seperti orang yang dihukum gantung. Ia pun telah menghapus semua nomor telepon di cell phone-nya, serta semua SMS yang masuk atau keluar. Nampaknya, ia ingin agar selepas kematiannya, tak satu pun orang yang dapat melacak penyebabnya. Ia ingin agar kasusnya selesai dengan kematiannya itu.



Walhasil, tentulah tidak mungkin bagi keluarganya. Dalam keterkejutan dan kesedihan yang sangat mendalam, mereka terus menerus bertanya, mengapa ia sampai bunuh diri.



Selaku salah seorang gembala jemaat, yang turut mengikuti ibadah tutup peti dan melihat jenasah pelaku, saya pun tak sanggup menjawab misteri ini. Terlalu banyak kemungkinan. Saya melihat anggota keluarga yang meratap, histeris, pingsan dan depresi dengan kejadian ini. Mereka pasti malu, sedih, berduka, mau menyalahkan—tetapi tak tahu objek yang dapat disalahkan.



Ribuan pertanyaan, saya yakin, berjejal dalam benak dan pikiran keluarga. Ke mana roh almarhum? Akankah ia diselamatkan Tuhan? Akankah mereka kelak berjumpa di Pesta Anak Domba? Bila tidak, ke mana ia? Bukankah kasihan kalau seandainya benar ia di neraka, sementara saudara-saudaranya ada di surga? Dan sebagainya!



Pada giliran beberapa hari lagi, saya pasti akan mendapatkan tugas untuk memimpin satu ibadah. Entah itu ibadah penghiburan pada malam sebelum pemakaman, entah pula ibadah pemberangkatan peti dan pemakaman. Apa yang harus saya khotbahkan? Betapa jahat dan kejamnya saya kalau saya mau mengatakan “kebenaran” bahwa orang yang mati bunuh diri menandakan ia bukan umat pilihan Tuhan! Tetapi, sanggupkah saya berkata, “Tenang, Tuhan pasti menguatkan!” Itukah? Saya tidak tahu. Saya bingung.





Senin ini benar-benar menjadi Senin yang mengejutkan! Apakah saya menyukai atau membenci Senin ini? Both-and!



Kiranya Tuhan menolong!



No comments:

Post a Comment