MENGHIDUPKAN PENGHARAPAN, MENJANGKAU DENGAN PENDAMAIAN
WAHYU 22.1–5
WAHYU 22.1–5
MESIAS, ROH KUDUS DAN GEREJA
Bapa Gereja Ignatius dari Antiokhia pernah berkata, “Di mana Kristus ada, di situ pula Gereja.” Kristus dan gereja, tidak dapat dipisahkan. Gereja boleh penuh program. Gereja boleh punya cadangan dana ratusan juta rupiah. Gereja boleh saja berlomba-lomba membangun sarana dan prasarana. Bukan itu saja. Orang-orang boleh kumpul-kumpul layaknya gereja, bernyanyi-nyanyi seperti di gereja, berkhotbah seperti di gereja. Bahkan kumpulan itu boleh melakukan banyak hal untuk orang-orang sekitarnya. Tapi ini semua bukan tanda Gereja yang sejati.
Kristus hadir, demikianlah tanda Gereja yang sejati. Bilamana Kristus hadir, Gereja menjadi hidup. Itulah sebabnya metafora yang dipakai di dalam Alkitab adalah Kepala–Tubuh, Mempelai Laki-laki–Mempelai Perempuan, Pokok Anggur–carang-carangnya. Sehingga, jangan sampai kita mengulang kesalahan jemaat di Laodikia, yang tak kurang sumber daya, tetapi Kristus hanya berdiri di muka pintu dan mengetok! (3.20) Tak sadarkah kita, Gereja itu telah mengeluarkan Kristus!
Selanjutnya, Gereja ada juga oleh karena Roh Kudus. Tunggu dulu! Apa kaitan Roh Kudus dengan Kristus? Pertama, Yesus dari Nasaret diurapi sebagai Mesias oleh Roh Kudus. Keempat Injil sepakat bahwa Yesus ini adalah Kristus oleh sebab pengurapan Roh Kudus. Siapa Kristus yang sejati, serta apa yang dikerjakan oleh Kristus, dibentuk oleh Roh Kudus yang berdiam atas-Nya dan menguatkan Dia. Kedua, Yesus Sang Mesias ini adalah pemberi Roh Kudus. Kristus yang dibangkitkan dan diangkat ke surga, mengaruniai para murid-Nya dengan Roh Kudus. Gereja terlahir dari “rahim” Roh Kudus.
Diwakili oleh Penginjil Lukas, triad nisbah antara Gereja, Kristus dan Roh Kudus terangkum: Dia yang pembaptisan-Nya mengawali misi-Nya dalam kuasa Roh Kudus, kini mencurahkan Roh Kudus kepada para murid-Nya, setelah kebangkitan dan kenaikkan-Nya (2.31-33). Di dalam Roh inilah, segala umat Allah akan dipersatukan dan dimampukan untuk memproklamirkan kemerajaan Allah melalui tutur kata dan tindakan.
Lebih dari itu, baik Lukas maupun Yohanes percaya bahwa kelahiran gereja sesungguhnya berkait erat dengan pengutusan Roh oleh Sang Mesias yang dibangkitkan (Yoh. 20.22, 23), sebelum kepergian-Nya ke surga. Benarlah perkataan Raniero Cantalamessa, “The last breath of Jesus [on the cross] is the first breath of the church.” (Embusan napas Yesus yang terakhir [di kayu salib] adalah embusan napas pertama dari Gereja.”
Maka, patut kita camkan paralelisme antara Kristus dan Gereja. Identitas Kristus adalah identitas Gereja. Misi Kristus adalah misi gereja. Identitas Gereja adalah misi Gereja, dan misi gereja adalah identitasnya. Yang disebut sebagai Gereja adalah apa yang gereja lakukan di dalam dunia. Dan, gereja melakukan sesuatu di dalam dunia semata-mata selaras dengan identitasnya.
Misi? Kata ini telah mengalami pergeseran arti, sehingga arinya sama dengan membuka plang merk kita gereja di tempat yang baru. Bahkan tak jarang, para “gajah” di gereja yang satu diangkut ke gereja yang baru didirikan, alih-alih mereka tidak mendapat makanan rohani yang baik di gereja terdahulu. Bukan demikian misi yang dinyatakan di dalam Perjanjian Baru.
KERAJAAN ALLAH, MESIAS DAN GEREJA
Kerajaan Allah adalah kehadiran Allah pada akhirnya di tengah-tengah umat-Nya. Perhatikanlah teks kita. Yerusalem surgawi sudah turun (21.10), kota yang penuh kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah meneranginya (21.23). Air kehidupan mengalir dari takhta Allah dan Anak Domba (22.1). Semua metatora ini intinya satu saja: Allah hadir!
Lalu kaitannya? Pertama, tidak akan ada gereja tanpa Kerajaan Allah. Kerajaan Allah bukan gereja. Kerajaan Allah lebih luas daripada gereja. Teolog Yale kelahiran Bosnia, Miroslav Volf, memberi ilustrasi demikian. Ketika jendela yang menghadap kerajaan Allah tertutup, kegelapan menyelimuti gereja dan udara menjadi pengap. Ketika jendela yang menghadap kerajaan Allah itu terbuka, embusan segar udara kehidupan masuk, dan terang dari cahaya kemuliaan Allah menembus dan memberikan energi dan pengharapan baru.
Kedua, tidak akan ada Kerajaan Allah tanpa gereja. Gereja memberikan pengharapan bahwa Kerajaan Allah pasti datang. Vitalitas pengharapan akan kerajaan bergantung pada gereja. Embusan segar udara kehidupan, dan sinar kemuliaan Allah yang memperbarui wajah ciptaan dapat terasa oleh sebab di sana ada komunitas orang percaya yang disebut gereja. Gereja dapat mengobarkan semangat demikian oleh sebab gereja selalu hidup dan mengejawantahkan kenangan akan Mesias yang disalib dan bangkit, serta pengharapan akan kedatangan Dia kembali. Jadi sekarang, bagaimanakah Gereja sebagai umat Mesianik membangkitkan pengharapan?
(1) Kelahiran Kembali
Berita Mesianik di PL, Allah rindu untuk mencurahkan kasih-Nya dan Roh-Nya ke atas mereka yang lemah, berdosa serta kepada orang-orang yang dianggap musuh. Pada salib Kristuslah, titik puncak kasih Allah dinyatakan, dan tidak ada satu ketidaksalehan pun yang dapat mengeluarkan orang dari jangkauan kasih Allah. Pada salib itulah, Allah menerobos keberdosaan manusia. Allah tidak memperlakukan dosa seperti tidak ada. Pada salib, Allah menamai dusta sebagai dusta, ketidakadilan sebagai ketidakadilan, kemiskinan sebagai kemiskinan dan kekerasan sebagai kekerasan. Kabar baik, atau Injil, bukannya menafikan dosa, seolah-olah dosa bukan masalah yang serius bagi manusia. Injil berarti, meski dosa manusia begitu besar, Allah merentangkan tangan-Nya, mengulurkannya kepada kita dan memeluk kita!
Tatkala Allah memeluk kita, bukan saja kita menjadi nyaman berada dalam dekapan sang Bapa, dan menyanyi tiap-tiap hari lagu melankolis, “Takkan Kau biarkan aku berjalan sendirian, Kau selalu ada bagiku” tetapi kita pun dimerdekakan dari perbudakan dosa yang telah sekian lama membentuk kita! Demikianlah triad kebenaran alikitabiah sebagai pilar kelahiran baru: pengampunan, perubahan atau transformasi dan pengharapan. Pengampunan berbuahkan perubahan; perubahan berbuahkan pengharapan—inilah yang menjadi panggilan proklamasi gereja.
(2) Pendamaian terhadap Semua Orang
Di antara keberdosaan manusia dan ciptaan baru, berdiri salib Kristus. Salib memang lambang kehinaan, tetapi salib pun merupakan lambang di mana Allah menjangkau manusia dengan cara memberikan diri-Nya sendiri, dalam Sang Putra, Yesus Kristus. Tiap-tiap kali kita memecahkan roti perjamuan bersama, kita selalu diingatkan bahwa Kristus telah memberikan tubuh-Nya “bagi kita” (pro nobis). Perjamuan Kudus bukan sekadar kita diundang untuk bersekutu bersama Kristus, tetapi juga agar kita dibentuk ulang dalam citra-Nya. Jika denyut nadi Gereja adalah di dalam Kristus, maka sesungguhnya jati diri Gereja yang sejati, mau-tidak mau dan suka-tidak suka, adalah berbalik ke dalam dunia, sehingga gereja menjadi ada “bagi dunia.” Kristus bagi kita. Kita bagi dunia. Maka Kristus pun menjadi ada bagi dunia.
Implikasinya jelas, Gereja harus menceburkan diri ke dalam pelayanan pendamaian. Pelayanan pendamaian ini bukan terlahir dari sederetan pranata yang dipaksakan dari luar, tetapi terlahir dari pergumulan jati diri Gereja. Dimensi vertikal dan horisontal berjalan simultan. Malahan, menurut rasul Paulus, pendamaian antarmanusia intrinsik di dalam pendamaian manusia kepada Allah (1Kor. 5.17-20).
Teramat sering kita membuat dua lapis pendamaian: Seseorang harus diperdamaikan kepada Allah terlebih dahulu; bila sudah diperdamaikan dengan Tuhan, maka ia akan beres dengan sesama. Masalahnya, kadang-kadang ini menjadi “wilayah buta” bagi seseorang. Parameternya sangat sulit ditentukan. Seseorang mengklaim, hubungannya dengan Tuhan beres. Tetapi faktanya, ia bermasalah dengan orang lain.
Rasul Paulus sendiri tidak pernah membuat dikotomi semacam itu. Pada titik pusat pendamaian, terdapat dimensi horisontal juga. Pendamaian dengan serta-merta menjauhkan seseorang dari perseteruan dengan sesamanya, bukan saja perseteruan dengan Allah; dan pendamaian juga bergerak menuju kepada orang-orang yang semula merupakan musuh. Allah menghendaki, segala sesuatu yang ada di bumi dan surga berada dalam dekapan pendamaian-Nya.
(3) Perawatan Tubuh
Mesias Yesus, membacakan sebuah “manifesto” programatik-Nya: dalam kuasa Roh, Ia memproklamirkan pembebasan bagi para tawanan, mencelikkan mata orang buta, dan memerdekakan mereka yang tertindas (Luk. 4.18-19). Dalam karya misi-Nya, Yesus melakukan dua hal yang penting: Ia mengampuni dan menyembuhkan. Kiranya kita tidak memahaminya secara spiritualistik: dosa yang diampuni, lalu jadi sembuh.
Gereja mula-mula mengikuti jejak Kristus. Gereja menyembuhkan orang sakit dan mendukung orang miskin sehingga tiada lagi orang yang berkekurangan di antara mereka (Kis. 4.34a). Rasul Paulus, tak hanya memproklamirkan pendamaian kepada Allah dan antarmanusia, tetapi juga membantu yang miskin (2Kor. 8-9; bdk. 1Kor. 16.1-4; Gal. 2.10), dan menyembuhkan yang sakit (1Kor. 2.4; Gal. 3.5).
Mengapa ini penting? Marilah kita perhatikan baik-baik prinsip alkitabiah berikut. “Kelahiran kembali” seseorang dan tekadnya untuk memperbarui wajah ciptaan, takkan dapat menjadi penuh bila tidak dibarengi dengan penebusan tubuh (Rm. 8.23). Tunggu, ini bukan roh tanpa raga yang melayang-layang di udara hampa, lalu masuk ke surga.
Maksud firman Tuhan adalah, bahwa kelahiran kembali seseorang merupakan cikal bakal dari “kelahiran kembali” (baca: pembaruan) kosmos. Dengan perkataan lain, pembaruan kosmos merupakan karya puncak dari pembaruan yang telah dimulai dengan pembaruan tubuh. Di sini kita melihat betapa luasnya jangkauan pendamaian, dan implikasinya bagi misi Gereja yang meliputi ranah-ranah kemasyarakatan dan ekologi.
KESIMPULAN
Gereja bukan perkumpulan sosial semata-mata. Gereja bukan yayasan. Gereja bukan LSM. Gereja bukan klub. Gereja adalah “daun-daun pohon-pohon kehidupan yang dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa” (Why. 22.2). Gereja adalah komunitas yang dipersatukan. Misi Gereja dijalankan baik manakala Gereja “bersekutu” dan manakala Gereja “tersebar” ke seluruh penjuru dunia. Dan pada saat misi Gereja sebagai komunitas beriman menyentuh seluruh dimensi kehidupan, dengan sendirinya Gereja akan menyadari bahwa Roh yang bekerja di dalam Gereja juga Roh yang bekerja di seutuh ciptaan. Gereja sebagai umat Mesianik diurapi oleh Roh Kudus, dan Gereja diutus untuk pergi ke tempat-tempat Roh itu selalu siap untuk dijumpai, sambil gereja meretas jalan bagi kedatangan Kerajaan Allah yang mencapai kepenuhannya.
Sebagai penutup, Gereja perdana pernah menyebutkan bahwa Gereja itu seumpama bulan. Bulan tidak mempunyai terang dalam dirinya sendiri. Semua terang yang membuat malam hari tampak indah sekali merupakan cahaya pantulan, yaitu trang yang diperoleh dari matahari. Gereja pun tidak memiliki kuasa dalam dirinya sendiri. Gereja pun tidak mempunyai tujuan untuk dirinya sendiri. Terang gereja berasal dari terang Kristus, yang bersinar dalam kuasa Roh Kudus. Segala yang indah yang dimiliki gereja—gedung, pranata, dana, proyek dan program—tidak ada nilainya. Nilai yang terutama yang seharusnya memancar di dalam Gereja adalah bila Gereja dengan setia memantulkan terang Kristus yang sejati dan melanjutkan misinya di dalam pengurapan Roh Kudus. (m.v.)
TERPUJILAH ALLAH!