Thursday, August 16, 2007

Menggali Spiritualitas Roma (2)


KILAS EKSPOSISI

Bagaimana Orang-orang Kristen Mengenal Allah (Roma 1-8)

Argumentasi teologis yang panjang dimulai dengan kutipan dari perkataan Nabi Habakuk, “Orang benar akan hidup oleh iman.” Namun kedua belah pihak, baik Yahudi dan non-Yahudi, telah berada di bawah kekuasaan dosa. Di luar Kristus, tidak ada jalan keluar dari penghukuman dosa (1.18-3.20). Dalam pada itu, masih ada kemungkinan untuk menerima “kebenaran Allah,” yakni pembebasan dari kutuk dosa dan kuasa maut, serta kuasa untuk berbagian dalam kebenaran Allah. Hal ini hanya dapat diperoleh melalui iman di dalam Kristus, dan bukan oleh perbuatan baik (3.21-4.25).

Sebagaimana di dalam Galatia, Paulus memakai Abraham sebagai gambaran untuk memperjelas argumentasinya (4.1-25). Ia melajutkan pemikirannya mengenai akibat dari hubungan yang baru dengan Allah: kemerdekaan dari murka Allah, kemerdekaan dari perbudakan dosa, kemerdekaan dari Hukum Taurat, kemerdekaan dari kematian melalui karya Roh Allah di dalam Kristus (5.1-8.39). Sehingga Paulus menyatakan imannya, “Tetapi dalam semuanya ini, kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita” (8.37).

Tema yang seperti ini sudah muncul baik dalam Galatia maupun Korintus, hanya Paulus memberi sentuhan akhir yang apik. Sentuhan ini dapat kita simpulkan merupakan buah dari pengalaman Paulus ketika disalahpahami dan disalahtafsirkan oleh gereja-gereja. Asam dan garam kehidupan selalu membentuk tindakan serta perilaku seseorang pada masa kini. Pengalaman pahit dan getir dalam kehidupan real sesungguhnya menjadi bagian yang integral untuk memahami mengapa kita menjadi begini atau begitu.

Paulus harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak mengindahkan tata hidup baru (antinomianisme). Mereka pikir hidup di dalam Kristus berarti suatu kehidupan yang lepas dari segala macam ikatan (6.1-8-39). Paulus dengan tegas menerangkan bahwa meskipun orang Kristen telah dibebaskan dari aturan-aturan hukum eksternal demi mendapatkan perkenanan Allah, mereka kini sebenarnya memasuki sebuah fase hidup berbakti yang baru. Bukan lagi “hamba-hamba dosa” (6.17), kini mereka “hamba-hamba Allah” (6.22). Setiap orang Kristen telah dimerdekakan, bukan dengan maksud agar mereka mengikuti kehendak sendiri, tetapi supaya melalui karya Roh Kudus di dalam hati mereka, mereka dapat menjadi “serupa dengan gambaran Anak-Nya” (8.29).

Israel dan Keselamatan (Roma 9-11)

Sebagai orang Yahudi, Paulus sangat memperhatikan “nasib” orang-orang sebangsanya. Rasul menyoroti fakta bahwa orang Yahudi menolak keselamatan yang ia tengah jabarkan. Nampaknya Allah menolak umatnya, namun sesungguhnya semua ini adalah kesalahan dari Israel sendiri. Meskipun Allah berkenan memilih umat-Nya, namun Allah juga memberikan tanggung jawab kepada manusia. Pemilihan dan tanggung jawab, adalah dua hal yang tidak bertentangan. Pemilihan anugeran dan tanggung jawab merupakan konsep yang penting dalam Perjanjian Lama.

Israel nyata-nyata telah memilih jalan “perbuatan-perbuatan” hukum Taurat, dan dengan itu mereka merasa dekat dengan Allah. Mereka menolak jalan iman di dalam Kristus. Tetapi Rasul Paulus tetap berkeyakinan bahwa Allah tidak akan menolak Israel untuk seterusnya dan selamanya. Meski sejumlah besar Israel menolak, Paulus meyakini akan adanya kaum “sisa” (remnant) yang setia kepada Allah (11.1-10). Penolakan Allah pada masa kini merupakan bagian dari mega rancangan Allah akan datangnya puncak keselamatan bangsa-bangsa dari segala penjuru dunia dan dari segala macam ras (11.11-36).

Bagaimana Orang Kristen Berperilaku (Roma 12-16)

Paulus ganti mengemukakan penerapan praktis dari apa yang ia telah sampaikan secara panjang lebar. Bagaimanakah kebenaran Allah dapat diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari (12.1-15.13). Paulus memulai penjabaran mengenai hubungan orang Kristen dengan gereja (12.1-8), kepada orang lain (12.9-21) dan kepada negara (13.1-10). Ia merangkumkan tugas seorang Kristen sebagai “kasih adalah kegenapan hukum Taurat” (13.10).

Kembali rasul menekankan, bahwa standar kehidupan moralitas orang percaya bukan dibangun di atas sederetan peraturan yang palsu, serta pranata-pranata dari luar yang dipaksakan, tetapi oleh kuasa Roh Kudus yang berkarya di dalam hidup orang beriman. Hasil akhir dari karya Roh ini malahan seperti yang dituntutkan oleh hukum Taurat. Paulus sesungguhnya mengetengahkan pusat hukum Taurat: kasih! Untuk menegaskannya, Paulus mengacu kepada dua hal: makan sayur ketimbang daging (14.1-15.6). Ini merupakan kasus yang serupa dengan masalah daging yang diambil dari kuil-kuil agama kafir. Lalu Paulus juga mengacu kepada bagaimana sikap yang secara umum harus ditunjukkan oleh orang Kristen, baik yang berasal dari latar belakang Yahudi maupun Yunani (15.7-13).

No comments:

Post a Comment