Wednesday, January 10, 2007

Kesaksian yang Tak Terduga

Kesaksian yang Tak Terduga

Yosua 2.1-24



“Kejutan!” . . . Kata ini dapat membuat kita berkata, “Wow!” ataupun “Aduh!” Kita bisa bergirang dengan luar biasa, tetapi kita pun bisa dibuat tiba-tiba menangis oleh karenanya.

Kita membuka tahun 2007 dengan serangkaian kejutan. KM Senopati yang karam, dan para penumpang banyak yang hilang sampai saat ini. Pesawat Boeing 737 milik PT Adam Air, belum juga jelas di mana hilangnya, meski ada kesaksian di sana-sini, dan tanda-tanda mulai bermunculan. Akankah ada serentetan kejutan di depan kita? Jawabannya, YA! Pasti!

Rahab, mewakili penduduk Yerikho, sedang berhadapan dengan kejutan besar. Berita bahwa bangsa Israel akan segera menduduki wilayah mereka telah santer terdengar. Mereka serasa mendapatkan teror. “Kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami, dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu!” (ay. 9). Lagi, “tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang” (ay. 11).

Nampaknya, para penduduk Yerikho sudah memperhitungkan kekuatan Israel dan kekuatan bala bentara; dan dibandingkan dengan kekuatan kota itu dengan segala temboknya, mereka sudah pasti kalah. Bagi Rahab, yang pada akhirnya mengambil langkah untuk berdusta kepada utusan raja Yerikho, semua itu bukan faktor penentu. Ia berkata, “Tuhan telah memberikan negeri ini” (ay. 9). Demikian keluar dari mulutnya pengakuan, bahwa Allah ialah “Allah di langit di atas dan di bumi di bawah” (ay. 11).

Rahab percaya bahwa kemenangan yang diraih oleh Israel adalah suatu penyelenggaraan ilahi—yakni pemeliharaan Allah yang hidup dan benar itu. Bukan semata-mata oleh karena lengkapnya persenjataan dan kuatnya angkatan bersenjata, tetapi kekuatan mahadahsyatlah yang membuat kemenangan itu menjadi milik umat.

Tetapi perhatikan natur kemenangan itu: “Tuhan telah memberikan negeri ini” (ay. 9), dan “Tuhan telah menyerahkan seluruh negeri ini” (ay. 24), dan “Tuhan nanti memberikan negeri ini” (ay. 14). Kita dapat memahami dua hal mengenai hal ini, yakni mengenai waktu Tuhan dan apa yang akan kita terima.

Pertama, janji itu sudah diberikan, tetapi belum diterima sepenuhnya. Already-not yet. Kaum percaya hidup dalam terang jaminan yang diberikan oleh Allah sendiri, suatu kepastian akan menerima apa yang Allah telah rancangkan. Yang terbaik telah direncanakan oleh Allah bagi kita. Tetapi kita belum menerima kepenuhannya. Masa depan kita ada di tangan Tuhan, tetapi kita belum juga tahu apa yang Tuhan kehendaki atas hidup kita. Hidup dalam bentangan waktu telah-nanti, sudah-belum, already-not yet kiranya membuat kita mengambil langkah yang jelas.

(1) Saya makin bertekun di dalam Tuhan. Hanya Tuhan saja yang sanggup memberikan janji itu. Ia tahu yang terbaik! Biarlah itu bagian Tuhan, dan saya melakukan bagian saya. Tuhan saya berdaulat atas hidup saya. Saya mempercayakan diri kepada-Nya.

(2) Saya bertanggung jawab dengan hidup saya. Apa yang Allah sediakan pastilah baik, tetapi Allah tidak menghendaki saya diam saja. Saya berutang kepada Allah, atas segala yang Ia sudah kerjakan dalam hidup saya. Bagian saya kini adalah membayar utang atas karya-karya besar-Nya itu. Bukan untuk menyuap Allah sehingga berkenan kepada saya, tetapi sebagai bagian dari ucapan syukur saya sebagai orang beriman.

Kedua, pemberian Tuhan. Tuhan yang menguasai sejarah itu memberikan Tanah Perjanjian. Bagi kita, “Tanah” tidak berbicara mengenai “surga” semata-mata. Lebih dari itu, tanah adalah hidup kita kini dan kelak. Tetapi renungkanlah sisi-sisi janji Tuhan ini.

(1) Tanah sebagai Karunia. Allah memberikan Tanah itu sebagai bagian dari janji-Nya. Allah mengikatkan diri kepada para leluhur Israel, kepada Abraham khususnya, bahwa Tanah itu akan menjadi milik pusaka kaum keturunannya. Allah tak mungkin ingkar dari janji-Nya (Yos. 21.45; 23.14).

(2) Tanah sebagai Batu Ujian. Pemberian Allah membuat umat diperhadapkan pada pelbagai alternatif dalam kehidupan. Di satu sisi yaitu untuk menjaga agar pemberian itu tetap sebagai karunia dari Allah. Di sisi lain berlaku setia kepada perjanjian Allah dan tidak mengilahkan/memberhalakan karunia itu.

(3) Tanah sebagai Tugas. Pemberian itu bukan HM (hak milik) pribadi. Itu tetap kepunyaan Allah. Pemberian berarti tanggung jawab untuk mengelola. Setiap pemberian Allah tidak akan berhenti untuk kepuasan diri. Di dalamnya terkandung etos, nilai-nilai moral dan gaya hidup.

(4) Tanah sebagai Ancaman. Butuh keberanian untuk memasuki Tanah yang baru itu. Pemberian Allah bukan sekadar enak untuk dinikmati, tetapi juga sebuah tantangan yang besar, yang sarat dengan misteri. Alkitab tidak pernah meromantiskan prospek di masa depan. Masa depan itu tidak diketahui oleh siapa pun. Penuh kejutan! Karena itu Yosua berulang-ulang berkata, “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu!” (1.6, 7, 9, 18).

Maka sekarang, marilah kita merayakan hari depan kita bersama Tuhan! Bukannya bersama Tuhan tidak ada yang sukar, tetapi melalui segala macam kesukaran, Ia tetaplah Allah yang setia! Bersiap-sedialah dalam setiap waktu untuk menerima KEJUTAN itu!

TERPUJILAH ALLAH!

No comments:

Post a Comment