Friday, January 12, 2007

PROBLEM BAHASA LIDAH 1

PROBLEM BAHASA LIDAH DAN MENGAPA SAYA TIDAK PERCAYA FENOMENA BAHASA LIDAH SAAT INI


Terjemahan LAI TB untuk kata Yunani glossa sangat ambigu, yaitu “bahasa roh.” Ada beberapa kerancuan tentang apakah bahasa ini:

1. Ricauan ekstatik, yaitu bunyi-bunyian tak beraturan dan tidak dapat dipahami secara kognitif.

2. Bahasa malaikat atau bahasa surgawi.

3. Bahasa manusia, yang belum pernah dipelajari tetapi tiba-tiba dikuasai oleh pembicara.

4. Bahasa manusia biasa, yang dimengerti dan memang dikuasai.

Namun dalam LAI TB II, terjemahan tersebut sudah dikoreksi dan kembali ke terjemahan LAI TL, yaitu “bahasa lidah.” Hanya saja, saya menangkap adanya redundancy yang tak kurang menimbulkan kerancuan karena glossa dapat diterjemahkan “lidah” atau “bahasa.” Kata majemuk ini dengan demikian menimbulkan kesan ekstatik-transendental.

Berikut ini saya ketengahkan 35 proposisi untuk mempertanyakan perihal “bahasa lidah” sebagai ucapan “ricauan-ekstatik,” berdasarkan pengetahuan umum akan kota Korintus dan 1 Korintus 14 (penulis tetap menyesuaikan diri dengan LAI TB II; kata “bahasa lidah” dan “lidah” dipakai saling menggantikan):

1. Bahasa ibu kota Korintus adalah Yunani (pengetahuan umum).

2. Bernubuat dilakukan dalam bahasa Yunani (pengetahuan umum).

3. Bernubuat (dalam bahasa Yunani) dimengerti oleh semua yang hadir dalam kebaktian (pengetahuan umum).

4. Nubuat membangun semua orang (14.3) sebab dimengerti oleh semua orang (lih. proposisi 3).

5. “Problem lidah” di Korintus bukan bahasa Yunani (pengetahuan umum).

6. Bahasa (-bahasa) lidah diucapkan utamanya kepada Allah (14.2).

7. Problem bahasa (-bahasa) lidah tidak diketahui atau dipahami oleh kebanyakan jemaat Korintus (14.2, 14, 16).

8. Problem lidah ketika ditafsirkan berarti ditafsirkan ke dalam bahasa Yunani (pengetahuan umum).

9. Problem lidah (meski tidak ditafsirkan dalam bahasa Yunani) membangun si pengucap bahasa lidah (14.4, 16-17).

10. Paulus menghendaki bahwa semua orang Korintus memiliki kemerdekaan untuk menggunakan bahasa lidah (14.5, 39).

11. Paulus lebih suka bernubuat di dalam bahasa Yunani daripada bahasa-bahasa yang tidak ditafsirkan (14.5).

12. Bernubuat dalam bahasa Yunani lebih tinggi kedudukannya ketimbang berbicara dalam bahasa-bahasa yang tidak ditafsirkan (14.5)

13. Bahasa-bahasa lidah dalam ditafsirkan (14.5, 13, 27)

14. Jika bahasa lidah ditafsirkan, maka ia tidak lagi lebih rendah daripada bernubuat (14.5).

15. Bahasa lidah kadang-kadang dapat ditafsirkan oleh pembicaranya sendiri (14.5, 13, 27).

16. Seringkali pembicara tidak dapat menafsirkan bahasa lidah (14.28).

17. Sekali ditafsirkan, masalah bahasa lidah tidak lagi menjadi problem (pengetahuan umum).

18. Bahasa lidah yang tidak ditafsirkan terdiri atas kata-kata (14.19).

19. Bahasa lidah yang tidak ditafsirkan tidak dapat mengandung penyataan Allah, pengetahuan, nubuat atau pengajaran (14.6).

20. Ketika suatu bahasa lidah diucapkan (tanpa penafsiran), roh dari si pengucap aktif, sementara akal budi tidak menghasilkan buah (14.14).

21. Bahasa lidah dipakai oleh si pengucap untuk tujuan ibadah dan devosional: untuk berdoa (14.14-17), untuk menyanyi (14.15), untuk mengucap syukur (14.16), serta untuk menaikkan syukur bagi Allah (14.16-17).

22. Paulus menggunakan bahasa lidah di luar pertemuan-pertemuan jemaat (14.18, 19).

23. Paulus lebih suka “lima kata yang dapat dimengerti” ketimbang “beribu-ribu kata” dalam bahasa yang tidak ditafsirkan (14.19).

24. Paulus berkata kepada oarang-orang Korintus bahwa mereka harus menggunakan organ bicara fisikal (yaitu lidah) untuk menghasilkan kata-kata yang dapat dimengerti. Jika tidak, mereka mengatakan hal yang sia-sia (14.9).

25. Paulus mengungkapkan ada banyak bahasa di dunia ini, tetapi tidak ada yang berarti di dalam dirinya sendiri (14.10).

26. Paulus menyatakan bahwa jika orang tidak saling mengerti bunyi oranglain, mereka menjadi orang “asing” (barbar) bagi yang lain (14.11).

27. Jika semua orang Korintus mempergunakan bahasa lidah secara serentak (tanpa penafsiran), hal ini membuat para pengunjung yang tidak terpelajar dan yang tidak percaya mengatakan bahwa jemaat gila (14.23).

28. Jika semua orang Korintus bernubuat, maka orang yang tidak terpelajar dan yang tidak percaya bisa jadi bertobat ke dalam iman Kristen (14.24-25).

29. Orang banyak yang beribadah di dalam gereja Korintus membawa bahasa-bahasa lidah yang beragam (14.26).

30. Jika seseorang berbicara dalam satu bahasa lidah, hal ini harus dibatasi kepada dua atau sebanyak-banyaknya tiga tiap pertemuan (14.27).

31. Satu orang yang berbicara dalam bahasa lidah harus berbicara dalam satu waktu; tidak boleh banyak orang berbicara serempak (14.27).

32. Seorang pengucap bahasa lidah harus menafsirkan bahasa lidah yang dipakai (14.27).

33. Jika tidak ada seorang pun yang berkompeten untuk menafsirkan bahasa lidah (baik di antara pengucapnya ataupun di antara orang yang hadir), pembicara harus berhenti dan tidak berkata-kata lagi dalam pertemuan publik (14.28).

34. Kata bahasa lidah yang dipakai di 1 Korintus 14 beberapa kali dalam bentuk tunggal (14.2, 4, 13, 14, 19, 26, 27), dan beberapa kali dalam bentuk jamak (14.5, 6, 18, 21, 22, 23, 39).

35. Bahasa (-bahasa lidah) mengandung unsur kognitif (mis. “ucapan syukur”: 14.16-17; lirik-lirik sebuah lagu: 14.15; dan kata-kata: 14.19).

No comments:

Post a Comment