“LIHATLAH, DIA MEMANDANGMU!”
BERMEDITASI BERSAMA IKON THE SAVIOUR
GAMBAR YANG RUSAK
Pandangilah lukisan wajah Yesus dalam ikon yang hampir rusak itu! Apa yang kita lihat? Ya, wajah Yesus “Sang Penyelamat” (The Saviour). Mungkin, Saudara cukup terkejut dengan lukisan ini. Begitu asing, dan aneh. Kita merasa asing karena teramat jarang kita mengamati lukisan (ikon) karya maestro Kristen Ortodoks Rusia. Andrei Rublev (abad XV Masehi) adalah pelukisnya. Semula, gambar ini dirancang untuk sebuah gereja di Zvenigorod, di Rusia. Oleh karena itu, biasanya lukisan ini juga disebut “Sang Penyelamat dari Zvenigorod.”
Gambar ini menjadi semakin aneh karena tak lagi utuh. Di samping Yesus, lukisan ini semula juga memuat wajah Perawan Maria dan Yohanes Pembaptis. Tapi kini, yang tinggal hanya wajah Yesus. Itu pun sudah rusak berat. Bila sekilas kita memandangi wajah Yesus ini, tiada kesan apa-apa kecuali kita berhadapan dengan satu wajah Yesus yang tak lagi indah. Perhatikan, sebagian besar rambut Yesus dan sebagian kecil dahinya telah hilang, cat pada dagu, leher dan dada rusak. Pipi kanan yang tergores parah. Corengan gelap turun dari bibir bawah, membilur sampai pada jubahnya. Mantel yang menutupi bahu serta jubah di beberapa bagian juga rusak.
Tapi bila kita tertegun di depan ikon ini, bukankah inilah gambaran kehidupan kita dan dunia tempat tinggal kita. Kita hidup di dunia yang sudah rusak. Hidup kita pun sebagai manusia sudah rusak total. Citra Allah yang sejati tiada lagi utuh di dalam diri kita. “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri” (Yes. 53:6). Kita kehilangan kekudusan, kebenaran-keadilan dan pengenalan akan Allah yang benar! Alkitab mengatakan, kita ini sudah mati karena pelanggaran dan dosa kita (Ef. 2:1-2).
MENEMBUS GAMBAR YANG RUSAK
Meskipun dunia ini sudah rusak, meskipun hidup kita sudah rusak, tiadakah kita melihat bahwa Dia hadir di tengah-tengah kerusakan itu? Ya, Dia hadir! Sang Sabda yang menjadi daging. Allah yang mengambil rupa manusia. Bahkan rupa seorang hamba. Inilah sebuah ungkapan cinta ilahi yang berbela rasa dengan kerusakan dunia. Immanuel! Pandanglah sekali lagi ikon ini, bukankah Ia seolah-olah berkata, “Seandainya engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu” (bdk. Luk. 19:42). Apa yang perlu untuk damai sejahtera kita?
Pandangilah ikon ini dengan lebih teliti, menembus pernik-pernik yang sudah rusak itu. Bukankah Yesus yang terlukis di dalamnya sebenarnya hendak berjalan ke depan, tetapi, kemudian Ia berhenti dan memalingkan wajah-Nya ke kiri, memandang engkau dan aku? Ah, kita diingatkan pada peristiwa sebelum penyaliban, tepat setelah Simon Petrus menyangkal Tuhan Yesus. “Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Tuhan kepadanya” (bdk. Luk. 22:61).
Kita diingatkan pada kegagalan kita dalam memenuhi panggilan-Nya, ketidaksetiaan kita serta ketidakberdayaan kita bila kita mengandalkan diri sendiri. Tetapi sebaliknya, kita berhadapan dengan kasih yang tak pernah meninggalkan kita, cinta yang luhur abadi, bela rasa tanpa batas serta pengampunan kekal yang ditawarkan.
Perhatikan mata “Sang Penyelamat.” Mata itu lebar, terbuka dan ditonjolkan dengan alis yang lebar dan bayangan yang bulat. Mata itu memandang kita dengan tajam. Walaupun lebar, tajam memandang, namun kita takkan pernah mendapatkan kesan kejam menghakimi. Namun, bukan pula lemah sentimental. Mata itu memandang hingga yang terdalam dari diri kita. Ingatan kita segera melayang kepada ungkapan pemazmur,
Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku;
Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri,
Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring,
Segala jalan Kaumaklumi . . .
Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu,
Ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?”
(Mzm. 139:1-3, 7)
Ia memandang kita. Ia mengarahkan wajah-Nya. Ia memberi kita kedamaian dan sukacita. Apakah kita memandang Dia? Sebagaimana Tuhan Yesus menjawab Filipus yang berseru, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami,” sebenarnya bukan Tuhan tidak memandang kita. Kitalah yang tidak memandang Tuhan. Tuhan Yesus berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:8-9). M. Alparov berkomentar tentang ikon ini, “Di depan Sang Penyelamat [karya Rublev], kita merasa berhadap-hadapan langsung dengan Dia, kita memandang langsung pada mata-Nya dan merasa kedekatan dengan Dia.” Ia mengundang kita untuk semakin dekat, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepada-Mu. Pikullah kuk yang Kupasang, dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat. 11:28).
Pandangilah sekali lagi. Amatilah. Dengan memandang Kristus, kita diundang masuk ke kedalaman hati Allah Bapa dan hati setiap manusia. Cinta kita kepada Allah semakin mendalam, dan bela rasa kita kepada sesama juga semakin bertambah-tambah. Mengerti makna kasih atau cinta berarti memuliakan Allah dan mengangkat sesama manusia. Di dalamnya, kita disiapkan untuk kehidupan abadi, ketika kita selama-lamanya memandang Allah dan bersuka cita dalam persekutuan abadi. Bersama-sama Dia. Di dalam Dia . . . .
TERPUJILAH ALLAH!