Wednesday, October 31, 2007

Eksposisi Surat Roma 4: Pembelaan Injil


PEMBELAAN INJIL: PROBLEM ISRAEL (9.1-11.36)

Bagian ketida dari Surat Roma berkenaan dengan ketidakpercayaan Israel dan misteri (baca: rahasia) pemilihan Allah. Isu pokoknya adalah apakah janji Allah kepada Israel telah batal (9.6). Kalau begitu, Injil bukanlah “kekuatan Allah yang menyelamatkan”! (1.16). Diungkapkan dalam wacana misdrash (tafsiran Yahudi atas Perjanjian Lama), 9.6-18 mengutip Kej. 21.12 sebagai teks pemuliaan dan Kejadian 18.10, Kejadian 25.23, Maleakhi 1.2-3, Keluaran 33.19 dan Keluaran 9.16 sebagai teks tambahan. Midrash tersebut menciptakn suatu bukti logis dari tesis di 9.6a dengan mengembangkan suatu pembedaan antara Israel yang sejati dengan Israel secara keseluruhan. Pemilihan Allah terlihat berkarya dalam penentuan Ishak dan Yakub sebagai penerima-penerima rahmat (“kemurahan”) Allah.

Keberatan terhadap Injil dilancarkan karena seolah-olah Allah bertindak tidak adil dalam tindakan pemilihan di atas, dengan membatasi kemerdekaan-Nya. “Kehendak” Allah beberapa kali diulang tidak hanya menunjukkan ketidakmampuan kehendak manusia (9.16), tetapi juga menunjukkan logika tujuan dari pemilihan Allah (9.11). Tatkala argumentasi yang tajam menusuk ini dikemukakan, jelaslah yang menjadi batu sandungan adalah “Ia bermurah hati kepada siapa yang Ia kehendaki,” yaitu mereka yang tidak layak. Paulus ingin menonjolkan kehormatan dan kehinaan, baik pada waktu dahulu ia masih menjadi penganiaya jemaat, dan di masa kini penolakan orang-orang Yahudi terhadap Injil. Ia pun hendak menunjukkan bahwa tak seorang pun dari antara bapa-bapa beriman yang layak menerima berkat dari Allah.

Di 9.17, Paulus menerapkan ajaran yang telah luas dikenal mengenai pengerasan hati Firaun untuk menunjukkan pokok masalah yang lebih kontroversial bahwa kemurahaan Allah benar-benar berdaulat. Paulus yakin bahwa penolakan kemurahan Allah yang dinyatakan di dalam Injil ini telah memposisikan kaum Yahudi seperti Firaun, dengan memutar balik status mereka di hadapan Allah. Di 9.19-29, Paulus menyatakan masalah penting mengenai pemilihan, yaitu apakah kehendak Tuhan dapat ditentang. Kutipan bernada midrash (penafsiran PL), menunjukkan bahwa Allah tetap adil dan bahwa seorang tukang periuk memiliki hak untuk membentuk tanah liatnya sebagaimana yang ia kehendaki. Kutipan dari Hosea disisipkan di 9.25-26 untuk menunjukkan bahwa Israel yang sejati terdiri dari mereka yang dipanggil baik dari orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi untuk mengambil bagian dalam komunitas baru orang-orang beriman. Di 9.27, Paulus mengutip satu teks dari Yesaya untuk menunjukkan bahwa kaum sisa dari “anak-anak Israel” saat ini telah menjadi orang percaya. Perikop ini berakhir dengan kutipan nabi Yesaya yang menunjukkan bahwa Israel yang sejati sebagai benih dari Abraham akan dibebaskan dari penghakiman dan “ditinggalkan pada kita,” yang memiliki implikasi: melalui kemurahan Allah, maka orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi menjadi satu komunitas orang percaya di dalam gereja Tuhan.

Di 9.30-10.4, Paulus mendiskusikan implikasi-implikasi orang-orang bukan Yahudi mendapatkan kebenaran, sementara orang-orang Yahudi tetap menyukai perbuatan hukum Taurat, melampaui iman. Mereka tersandung pada batu sandungan Kristus, sebab Ia melawan agama yang mengutamakan pekerjaan-pekerjaan baik. Paulus menjelaskan bahwa orang-orang Israel yang tidak percaya itu menunjukkan betapa giatnya mereka bagi Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Pada zaman itu, mereka sangat mengagung-agungkan sosok Pinehas (Bilangan 25) dan nabi Elia sebagai patron revolusi kaum Zelot seperti yang dihidupi oleh Paulus sendiri sebelum ia bertobat.

“Kegiatan” mengacu kepada intensitas para pengikut Allah untuk menyatakan kepatuhan mereka kepada Allah dan, khususnya pada era gerakan perlawanan Yahudi di masa Bait Allah Kedua, kepada Taurat! “Tanpa pengetahuan yang benar” mengacu kepada kegagalan untuk mengenal kebenaran Allah yang telah mengejawantah (baca: berinkarnasi), di dalam Yesus Kristus. Rekan-rekan Paulus yang sama-sama Yahudi “mendirikan kebenaran mereka sendiri” (10.3). Kalimat ini menyiratkan adanya posisi-posisi yang saling berkompetisi, yang mengakibatkan keberhasilan seseorang kemudian diperbandingkan dengan orang lain. Bisa saja kompetisi ini dipahami secara individu, tetapi dalam konteks yang lebih luas dari Surat Roma, hal tersebut juga mengacu kepada kebenaran etnis dan sektarian yang dibangga-banggakan oleh kelompok-kelompok massa yang tersebar di dunia Mediteranian.

Kata-kata “Kristus adalah kegenapan hukum Taurat” (10.4) menjelaskan kesalahpahaman mengenai tujuan hukum Taurat yang ditunjukkan melalui perilaku kompetitif seperti tersebut di atas. Di dalam Kristus, kebenaran dapat diperoleh tanpa harus menyesuaikan diri dengan kode-kode adat-istiadat dalam kebudayaan apa pun. Kristus menyatakan dan menggenapkan tujuan mula-mula dari hukum Taurat, yang telah ditenggelamkan oleh persaingan untuk mencapai kehormatan pribadi dan menghina orang lain. Keselamatan terbuka kepada semua “orang yang percaya” kepada Injil, yang melampaui batasan-batasan suku antara Yunani dan Yahudi serta barbar, yang telah disebutkan dan terus diulang dalam surat ini.

Di 10.5-13, percakapan mengenai bagaimana “membawa Kristus turun” dan “membawa Kristus naik” mengindikasikan bahwa motivasi kepatuhan kaum zelot pada abad pertama adalah untuk mempercepat dan menyambut era mesianik. Kritik utama Paulus adalah bahwa motivasi ini sekarang telah usang, sebab Yesus telah datang sebagai Kristus, terbukti melalui kebangkitan, dan kepatuhan secara total itu telah Ia tunjukkan melalui kematiannya di atas salib. Ia yang terhina, dan tergantung di atas kayu salib sekarang diakui sebagai Tuhan (10.9-10), dan inilah tuntutan dari hukum moral dan agama yang menuntun kepada kematian-Nya. Dalam penyaliban-Nya, seluruh kondisi yang menyatakan bahwa seseorang dapat memperoleh kehormatan dengan tindakan dan keyakinannya telah dijungkirbalikkan.

Tiga kali kata “hati” muncul dalam 10.8-10, hal ini menunjukkan keyakinan Paulus bahwa iman itu lebih dari sekadar sederetan akidah kepercayaan. Iman berkaitan dengan kondisi hati. Hati merupakan pusat dari pikiran, emosi, pengalaman dan cita-cita manusia. Hati orang berdosa telah dipenuhi oleh rahasia-rahasia yang memalukan. Kuasa salib Kristus sanggup menguak semuanya. Karena itu, ketika berita ini disampaikan, maka keyakinan Paulus adalah bahwa “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu” (10.8).

Paulus tahu bahwa orang-orang percaya di Roma telah hidup sesuai dengan iman mereka, dan hal ini dilandaskan pada hati yang telah diubah, dan oleh karena itu mereka akan mengenali “Firman iman” yang diberitakan oleh rasul Paulus. Rasul Paulus memberi tempat utama kepada “hati” di dalam beritanya, firman itu telah “dekat” di hati mereka. Hal ini berkorelasi secara dekat dengan bagian berikutnya, yang merayakan pemberitaan Injil meski di tengah-tengah penolakan sebagian orang-orang Israel (10.4-21). Oleh sebab “iman timbul dari pendengaran” (10.17), dan ditujukan “sampai ke seluruh dunia,” sebagai kutipan dari Mazmur 19.5, secara tersirat Paulus menyatakan bahwa misinya ke Spanyol mempunyai dasar Alkitab dan ia mengharapkan hal ini mendorong pertobatan seluruh Israel, kaumnya sendiri (10.19).

Di 11.1-24, Paulus membahas apakah Allah menanggapi penolakan Israel dengan jalan meninggalkannya juga. Sejumlah kaum sisa yang telah diselamatkan “oleh kasih karunia” (11.5-6), dan pengerasan hati sebagian orang Yahudi seharusnya membuat orang Yahudi sadar, jangan lagi merasa diri lebih tinggi dari orang lain (11.17-22). Allah memiliki kuasa untuk “mencangkokkan” orang-orang Israel yang jauh, sehingga mereka tidak lagi dicangkokkan pada “pohon zaitun yang liar” tetapi pada “pohon zaitun sejati” (11.23-24). Di 11.25-32, ia percaya bahwa pertobatan orang Israel akan sangat didorong oleh pertobatan orang-orang bukan Yahudi, sehingga pada akhirnya “semua orang Israel diselamatkan” (11.25-26). Tidak ada tempat bagi kesombongan dari semua sisi, sebab Allah “telah mengurung semua orang dalam ketidaktataan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahan-Nya atas mereka semua” (11.32).

Pernyataan di atas diikuti oleh suatu himne pujian atas misteri pikiran Allah (11.33-36), yang memakai kutipan Yesaya 40.3 dan Ayub 41.3, yang menunjukkan bahwa meskipun tidak ada seorang manusia pun yang mempunyai pengetahuan yang sempurna, hanya Allah saya yang layak dimuliakan.
[1]

[1]Paulus dengan tepat mengakhiri bagian ketiga ini dengan sebuah doksologi. Sebelumnya ia memiliki harapan bahwa semua Israel bertobat, tetapi siapa yang tahu dan siapa yang dapat menentukan hal ini. Prediksi Paulus tentu tidak akurat, sebab sampai saat ini toh banyak orang Yahudi yang tidak percaya kepada Kristus. Jadi, semua ini adalah rahasia pengetahuan Allah.

No comments:

Post a Comment