Wednesday, October 17, 2007

Mari Mengenal Allah 7: Pribadi-pribadi


C. Pribadi-pribadi


Allah kita adalah Allah yang berpribadi, sebab itu tak heran bila Ia dapat memakai pribadi-pribadi sebagai rupa pewahyuan khusus-Nya.


Ia menampakkan diri-Nya secara personal di dalam theophany, yaitu Allah mengambil rupa yang kasat mata (Kej. 16.7-14; 21.17-20; Kel. 23.31; dll.). Rupa penyataan ini dapat berbentuk seorang manusia, seorang malaekat, atau yang paling sering adalah sesosok keberadaan ilahi yang dikelilingi oleh bala tentara malaekat-malaekat. Ia menyatakan diri juga melalui inkarnasi, di dalam pribadi Yesus Kristus. Penyataan melalui Kristus tidak ada paralelnya (Mat. 11.25-27). Di dalam Dia, Allah hadir di antara kita (Yoh. 1.14). Para rasul melihat-Nya, mendengar-Nya, menyentuh-Nya, memegang-Nya (1Yoh. 1.1-3). Mereka yang melihat-Nya melihat Sang Bapa (Yoh. 14.9). Tentu saja, Allah pun menyatakan diri-Nya di dalam Roh Kudus pada Hari Pentakosta, ketika lidah-lidah api muncul; serta ketika Ia memasuki lubuk hati kita dan memberi kita kehidupan baru.


Allah menyatakan diri secara pribadi juga di dalam manusia, yang adalah gambar dan rupa-Nya. Ingatlah selalu bahwa pada saat kejatuhan manusia, gambar dan rupa tersebut sempat rusak, namun anugerah Allah yang menyelamatkan membarui kita di dalam rupa Sang Putra, Yesus Kristus, lebih dan lebih lagi, sehingga kita bertambah dewasa di dalam Kristus. Sungguh menakjubkan bahwa sering di dalam Perjanjian Baru kita diharuskan untuk mengikuti (meniru, mengimitasi) orang-orang Kristen yang hidup dalam teladan kesalehan. Rasul Paulus berkata, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1Kor. 11.1; bdk. 1Kor. 4.16; Flp. 3.17; 1Tes. 1.6; 2.6; 2Tes. 3.7-9; Ibr. 13.7). Paulus menasihati Timotius untuk menjadi teladan yang sama pula (1Tim. 4.12; bdk. 1Tes. 1.7; Tit. 2.7; 1Ptr. 5.3).

Pewahyuan pribadi yang paling mengagumkan terjadi di dalam dan melalui kelahiran kembali dan pengudusan kita. Allah pun menuliskan firman-Nya di dalam hati kita (Yer. 31.31-34). Ia menyatakan diri-Nya sedemikian ajaib dan misterius, yang mengubah kita untuk dapat mengenal Dia. Ah, ini bukan mau mengatakan bahwa Ia menambahkan Kitab Suci dengan membisikkan kata-kata khusus di dalam tiap-tiap orang percaya. Justru berlawanan dengan itu, Ia menerangi firman-Nya (1Tes. 1.5; 2.13), sehingga kita dapat datang untuk mencintainya dan firman itu menjadi bagian yang integral dalam hidup kita. Firman yang tertulis di dalam hati kita adalah Firman yang sama seperti yang tertulis di dalam Kitab Suci.


Sejak zaman Reformasi, hal di atas disebut “iluminasi,” yaitu suatu proses di mana kita dapat mengerti, percaya serta menerapkan Kitab Suci. Namun di dalam Alkitab, hal ini disebut pula sebagai penyataan (Mat. 11.25-27; Ef. 1.17), sebab peristiwa ini memberi kita pengertian yang sejati. Boleh kita katakan, penyataan Allah yang seperti ini sebagai “pewahyuan eksistensial.”


Dengan demikian, kita mendapatkan tiga jenis penyataan atau pewahyuan: pewahyuan umum, pewahyuan khusus dan pewahyuan eksistensial. Lagi-lagi, kita melihat kesinambungan dengan atribut ketuhanan (kendali, otoritas, kehadiran). Pewahyuan umum pada hakikatnya adalah suatu penyataan Allah yang mengendalikan alam semesta. Pewahyuan khusus pada hakikatnya adalah Firman-Nya yang berotoritas atas hidup kita. Pewahyuan eksistensial adalah Firman-Nya di dalam kita, tertulis di dalam natur manusia baru kita, dan di dalam hati kita.

No comments:

Post a Comment