Wednesday, October 17, 2007

Mari Mengenal Allah 5: Media Firman


MEDIA FIRMAN

Arti “media” yaitu cara, sarana yang melaluinya suatu berita sampai ke kita. Allah pun menggunakan beragam cara untuk berkomunikasi dengan umat-Nya. Berkali-kali Ia berbicara secara langsung, seperti sewaktu Ia berbicara kepada umat Israel dari Gunung Sinai di Keluaran 20. Namun demikian Ia pun memakai gelegar guruh yang menggema di udara supaya pesan-Nya sampai ke gendang telinga dan aliran-aliran listrik dalam syaraf sehingga pesan itu sampai ke otak mereka (Kel. 20.18). Ia berbicara dalam bahasa Ibrani, atau dalam bahasa manusia lainnya. Maka, setiap kali Allah memutuskan untuk menyatakan firman-Nya kepada kita, Allah menggunakan sejumlah cara dari karya cipta-Nya. Apa saja sarana yang dipakai oleh Allah? Yaitu: peristiwa-peristiwa, kata-kata dan pribadi-pribadi. Sekali lagi, ketiganya mengacu kepada atribut ketuhanan. Peristiwa berkaitan dengan atribut kendali, kata berkaitan dengan atribut otoritas, pribadi manusia berkaitan dengan kehadiran.

A. Peristiwa-peristiwa

Kita dapat menemukan tiga subtema di sini: alam dan sejarah umum, sejarah penebusan serta mukjizat.

1. Allah menyatakan diri-Nya di alam dan sejarah umum

Daud mengatakan bahwa “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19.2). Roma 1.18-20 juga merupakan perikop penting lainnya. Meski demikian harus kita catat, alam serta sejarah umum bukanlah firman Allah. Firman itu ilahi. Firman itu Allah! Tetapi alam dan sejarah merupakan media, atau sarana, yang melaluinya firman iu sampai kepada kita. Maka, penyataan ini pun disebut sebagai “penyataan alamiah” atau “pewahyuan natural,” penyataan melalui medium alam. Kita pun kerap menyebutnya wahyu umum, sebab wahyu ini ditujukan bagi semua.

Wahyu umum ini penting. Melalui wahyu ini, yaitu “kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran” (Rm. 1.20). Coba pikirkan ini! Tidak ada seorang pun yang tidak mengetahui Allah ada! Dengan mengamati alam, tiap-tiap orang dapat melihat siapa sesungguhnya Allah itu. Tidak ada seorang pun yang dapat mengeluh bahwa Allah tidak cukup menyatakan diri-Nya untuk dapat dikenal (Rm. 1.19).

Lebih jauh lagi, melalui wahyu natural, kita dapat mengetahui apa yang Allah harapkan dari kita. Roma 1.20 menyatakan bahwa siapa pun tidak dapat berdalih. Termasuk, dosa tak dapat menjadi dalih untuk menyatakan bahwa Allah tidak dapat dikenal. Dalam ayat 32 dikatakan, “Walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.” Jadi, wahyu umum memiliki kandungan moral, cukup gamblang untuk menyeret kita ke neraka.

Tak kalah pentingnya, wahyu umum memampukan kita untuk “mengenal Allah” (lih. Rm. 1.21); bukan hanya untuk mengetahui sesuatu tentang diri-Nya, tetapi mengenal Dia! Pewahyuan natural sifatnya personal, sebab Allah adalah personal. Maka, pewahyuan natural memberi tahu kita mengenai sifat dasar Allah (kendali), tuntutan-tuntutan moral-Nya (otoritas), serta realitas pribadi-Nya (kehadiran). Tetapi harus diwaspadai, pewahyuan tersebut tidak mengantar orang berdosa sampai kepada kehidupan yang kekal bersama Allah. Dari pewahyuan natural, orang berdosa mengenal Allah sebagai musuh, bukan sebagai seorang sahabat. Murka Allah dinyatakan melawan mereka (Rm. 1.18).

Pewahyuan natural memberi tahu kita tentang banyak hal, tetapi tidak pernah memberi tahu bagaimana kita dapat diselamatkan. Wahyu ini memberi kita hukum, tetapi bukan Injil. Kita harus menjumpai Injil dalam pewahyuan yang lain, khususnya melalui pemberitaan firman (Rm. 10.13 dan ayat berikutnya; 1Kor. 1.21).
Sebelum Allah membuat kita percaya kepada Injil, kita tidak dapat melihat alam sebagaimana yang seharusnya. Tanpa kabar baik yang membarui hati kita, kecenderungan kita adalah menindas kebenaran dengan ketidakbenaran, dan menggantikannya dengan sebuah kebohongan (Rm. 1.18, 21, 23, 25, 28). Kita tidak suka menjaganya di dalam pengetahuan kita, sebagaimana Paulus katakan di dalam Roma 1. Maka, bila kita hendak mengenal alam dan sejarah dengan benar, kita harus melihatnya melalui “kacamata Injil,” atau “kacamata Kitab Suci.”

2. Allah menyatakan diri-Nya di dalam sejarah penebusan

Penebusan merupakan suatu kisah istimewa akan hal keselamatan di dalam Yesus Kristus. Dimulai tepat setelah kejatuhan dengan janji Allah mengenai penebusan di dalam Kejadian 3.15. Lalu kita pun membaca mengenai perjanjian Allah dengan Nuh, Abraham, Musa dan Daud, yang mengarah terus hingga Kristus: inkarnasi, pengajaran, kematian-Nya bagi orang-orang berdosa, kebangkitan serta kenaikan-Nya. Tentu saja, sebagai kontras dari pewahyuan natural, peristiwa ini sungguh-sungguh menyatakan Injil: tujuan Allah menyelamatkan umat-Nya. Jadi, bentuk pewahyuan peristiwa ini merupakan suatu “pewahyuan istimewa,” atau “wahyu khusus.” Disebut khusus sebab tidak diberikan kepada setiap orang dan sebab berisi suatu berita istimewa, yaitu berita keselamatan. Pewahyuan ini adalah suatu pewahyuan di dalam sejarah, di dalam peristiwa-peristiwa penting. Tetapi kita dapat mengenalnya hanya melalui catatan-catatan yang tertulis dalam Kitab Suci.

3. Allah menyatakan diri-Nya melalui mukjizat-mukjizat

Mukjizat tidak sekadar tindakan-tindakan Allah yang mengesampingkan hukum alam. Tetapi hal ini sulit dimengerti oleh orang-orang zaman Alkitab, sebab mereka belum mengerti adanya hukum alam, sehingga mereka menyadari bahwa ketika mukjizat terjadi Allah sedang bertindak mengesampingkan hukum alam.

Jadi, definisi yang lebih baik dan dekat dengan Alkitab adalah demonstrasi ketuhanan Allah di luar kebiasaan (extraordinary). Ketika Allah membuat air Laut Merah terbelah, sehingga umat Israel dapat menyeberang, orang waktu itu belum paham mengenai kerja hukum alam yang diubah oleh Allah—meskipun setitik indikasi menyiratkan, yaitu adanya “angin timur yang keras.” Tetapi yang orang ketahui pada waktu itu adalah Allah sedang bertindak. Mereka tahu bahwa Allah bekerja dalam kekuatan-Nya, untuk menyelamatkan umat-Nya dan memusnahkan bala tentara Mesir. Tujuan Allah yaitu supaya orang-orang Mesir tahu bahwa “Akulah TUHAN.”

Istilah Ibrani maupun Yunani yang dipakai untuk mengacu kepada mukjizat berfokus kepada tiga ide: kuasa-kuasa, tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban. Ketiganya pun menunjuk kepada atribut ketuhanan Allah. Mukjizat adalah kuasa Allah, yang mengendalikan ciptaan-Nya. Mukjizat juga adalah tanda-tanda, komunikasi otoritatif atas maksud dan kehendak Allah. Dan, mukjizat adalah keajaiban-keajaiban, yaitu peristiwa-peristiwa yang membuat kita terbangun dan menyadari bahwa Allah sungguh-sungguh hadir di sini, dan kini.

No comments:

Post a Comment