Tuesday, January 22, 2008

Kristus, Pendamaian Kita (1)


PENDAMAIAN: KUASA TRANSFORMATIF

Filosofi Jawa menempatkan memori dalam posisi yang penting. Setiap orang harus eling, “ingat”: eling bab sejatining urip (mengingat hakikat hidup yang sejati). Dengan mengingat, tiap-tiap orang menjadi sadar siapa dirinya dan posisinya di hadapan Yang Mahakuasa, lingkungan dan diri sendiri. Setiap orang diajak untuk mawas, waspada, tidak gegabah, cermat dalam bertingkah laku dan berhikmat dalam mengambil keputusan.

Hidup di zaman yang serba susah ini, memori memainkan peran yang besar. Kita mengingat masa-masa dukacita, sukacita, rekan dan kolega yang kita kenal, berbagai informasi yang berjejal masuk tiap detik di kepala kita. Memori indah membuat wajah kita cerah, hati berbunga-bunga dan terdapat kedamaian yang masuk ke dalam hati kita. Namun tak jarang, memori buruk membuat kita trauma, dan takut untuk menghadapi hari esok oleh sebab kecemasan yang tergores telah sedemikian dalam, sehingga kita selalu berpikir bila kejadian yang menyakitkan itu kembali terulang. Terhadap memori yang buruk ini, kita sering berupaya untuk menanggalkannya, tapi yang terjadi justru memori itu hanya tertekan, dan kemudian menumpuk bila kejadian yang lebih buruk menimpa kita, dan suatu saat meledak. Memori dapat menjadi konstruktif, tetapi juga dapat destruktif.

Iman Kristen pun mengajak kita untuk bermenung mengenai memori. Rasul Paulus memberikan imperatif “ingatlah!” Apa yang kita ingat? Identitas kita: “dahulu” (ay. 12) dan “sekarang” (ay. 13). Ada titik balik! Yaitu perubahan besar dalam hidup kita, suatu transformasi yang luar biasa, yang disebabkan karena Kristus: dari kematian di dalam dosa menuju kehidupan di dalam Kristus, dari yang semula dikucilkan, kini diterima dengan tangan terbuka. Ya, memang benar, dalam hidup kita ada begitu banyak memori yang tak dapat kita hapus dengan mudah, tetapi satu-satunya prinsip dan pola yang sekarang boleh membentuk kita adalah identitas Kristus yang menjadi identitas kita: mati bagi “si aku,” bagi dosa; dan hidup kembali di dalam Kristus. Dalam kata rasul Paulus yang lain, mati bagi dosa, dan hidup bagi Allah di dalam Kristus! (Rm. 6.11)

Seorang gadis yang direnggut keperawanannya dengan paksa, tak mungkin sanggup mengangkat beban yang berat ini dari hidupnya! Kenangan seorang mantan pemabuk yang menelantarkan keluarganya menghantui langkah-langkah hidupnya. Atau, seseorang yang dikhianati oleh mitra dagang! Bagaimana mungkin hidup baru di dalam Kristus dapat membawa air kesembuhan dan pemulihan? Sesungguhnya, kita tidak dapat memilih apa yang akan terjadi atas diri kita, tetapi kita selalu dapat menentukan, kuasa apa yang dapat menaungi kita menghadapi hari-hari yang berat itu!

Apakah ini sekadar teori yang terlalu tinggi? Saya rasa, rasul Paulus memiliki kredensi untuk mengatakan ini! Mari kita camkan sejarah pelayanannya, dan apa yang ia pernah tuliskan dalam 2Korintus 11.22-33. Sang rasul mengalami apa yang ia katakan! Ia dipermalukan di muka publik dan dituduh sebagai rasul palsu! Ia menderita! Ia menanggung beban yang berat, bukan saja kulit tersayat akibat cambukan 39 kali itu, tetapi juga duri yang menghujam jantung hatinya, yang datang dari orang Kristen sendiri! Namun, Kristus tetap menjadi penentu hidupnya! Ia membiarkan Kristus yang menerangkan siapa sesungguhnya Paulus dan panggilannya, bukan manusia.

Kita hidup dalam dunia yang kian kejam! Ingatlah Kristus! Dialah yang mendefinisikan hidup kita! Dialah yang mengubah hidup kita. Kenangan akan Dia akan membuat kita bersembah sujud di dalam doa, dalam kemawasan akan hadirat Allah, mengalami Allah secara real dalam kedamaian dan sukacita tak terperi, dan tangan-Nya yang selalu terulur kepada kita dalam tiap-tiap langkah hidup kita!

No comments:

Post a Comment