Friday, January 25, 2008

Katolik Roma: Bagaimana Saya Memandang Saudara Tua? (3)


Merenung Ulang

Namun sekali lagi, problem muncul: apakah saudara-saudari Katolik Roma tidak percaya kepada pembenaran melalui iman? Oh, yang membedakan adalah kata “hanya” atau “satu-satunya” atau alone atau sola. Masalahnya, sola ini menjadi masalah yang tajam baru pada sekitar tahun 1510. Dan bila ditinjau kembali secara epistemologis, apakah Luther telah menempatkan problematika sola itu tepat pada tempat dan konteksnya? Luther sedang dalam pertentangan pribadi, yaitu bahwa ia tengah diliputi Angst yang sedemikian hebatnya! Ia bergumul masalah Hukum yang dipahami sebagai aturan ritual yang mengikat, dengan Anugerah yang memerdekakan. Karena itu, basis pikiran utama Luther adalah pertentangan antara Hukum dengan Anugerah. Hukum sudah dibatalkan dengan datangnya Anugerah.

Tetapi, lain dengan Calvin. Calvin tidak bergumul seperti Luther. Calvin melihat nilai adi dari Hukum, bahwa Hukum Tuhan diberikan sebagai kaca benggala, dan aspek moral dari Hukum tidak digantikan oleh hadirnya Anugerah. Calvin melihat Hukum itu baik. Anugerah memampukan manusia untuk taat dan melakukan Hukum.

Nampaknya kedua reformator setuju dengan hal yang mendasar, yaitu mengenai forensic justification dan imputed righteousness. Istilah pertama artinya bahwa Allah (sebagai Hakim yang Adil) menyatakan benar orang-orang yang berdosa. Yang kedua berarti kebenaran Kristus yang taat secara total kepada Allah Bapa diimputasikan (diatribusikan atau dikenakan) kepada orang-orang berdosa. Sedangkan Katolik Roma mengembangkan pemikiran St. Augustinus bahwa pembenaran berarti “membuat benar.” Artinya, kebenaran Kristus inheren di dalam diri orang-orang berdosa.

Problem epistemologis yang muncul adalah, bila arti istilah “pembenaran” yang dipakai oleh rasul Paulus berbeda seperti yang dimengerti oleh Luther (dan Calvin), maka doktrin Injili mengenai pembenaran mengalami collapse. Hal yang sama pun berlaku untuk doktrin Katolik Roma!

Kata “pembenaran” menerjemahkan kata bahasa Inggris justification. Kata kerjanya, “membenarkan” dari to justify. Kata ini sendiri merupakan derivasi kata Latin iustificare yang menjadi kata benda iustificatio. Dalam Vulgata (Alkitab berbahasa Latin) dan Inggris, kata di atas dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani tsedaqa dan Yunani dikaiosunÄ“. Aha, padahal! Ada gap konsep antara konteks bahasa Latin dengan konteks Alkitab Ibrani (ruang tidak cukup untuk membedah kata ini secara biblis). Sekarang, masalahnya serius! Apakah Luther memahami kata ini dalam konteks bahasa Latin ataukah Ibrani? Demikian pula dengan teolog Katolik seperti Aquinas dan pemikir Abad Pertengahan.

Apa yang ingin saya kemukakan di sini yakni masih adanya ruang untuk berdialog dan berdiskusi antara Protestan dan Katolik mengenai masalah ini. Apakah tidak mungkin ada titik temu? Jawabnya, masih mungkin, bila kita bersama-sama duduk semeja dan menggali latar belakang kata tersebut. Di sinilah kaum Protestan dan Reformasi tak mungkin dapat memutlakkan masalah sola atau alone di atas.

Penjabaran ini pun kiranya dapat menjadi titik tolak bagi kita untuk memahami doktrin-doktrin “minor” lainnya seperti Maria sebagai mediatrix. Apakah Katolik Roma memahami Maria merupakan penebus alter ego Kristus, atau sebagai dewi sesembahan saudara-saudari kita? Saya percaya, mereka pun menolak tuduhan ini. Bagi mereka, Maria bukan Tuhan, dan bukan pula penebus dosa. Masih banyak lagi lainnya, misalnya mengenai beatifikasi seseorang untuk menjadi santo-santa, dan yang sangat terkenal adalah doktrin ekaristi transubstantiasi.

Sekali lagi, tidak cukup ruang untuk menjabarkan secara tuntas problem yang memang serius ini! Namun ajakan saya adalah, bila ada yang mempersatukan, mengapa kita mencari yang memisahkan? Bukankah kalaupun ada yang berbeda, saya akan menarik diri, meng-exclusion-kan diri saya, dan saya tahu di mana berpijak, maka akan bertumbuh suatu hasrat untuk menjangkau, untuk terbuka, untuk meng-embrace mereka yang berbeda dengan saya. (Saya meminjam kategori Miroslav Volf dari Universitas Yale).

No comments:

Post a Comment