Saturday, September 27, 2008

KEMATIAN, SEDEMIKIAN MENAKUTKAN? (2)



Kata Alkitab



Jadi, apakah kematian? Data dan fakta mengenai makna kematian tidak ada yang lebih baik dan menghiburkan selain Kitab Suci. Dalam Perjanjian Lama, YHWH adalah Allah yang peduli dengan kehidupan. Meski kematian adalah akibat dosa manusia, tetapi istilah yang banyak muncul di PL—bagi para raja dan nabi, misalnya—untuk kematian adalah “dikumpulkan dengan para leluhurnya.” Para leluhur sedarah-sedaging! Tetapi juga leluhur iman! Ya, ketika seseorang meninggal, ia tidak ditinggal sendirian. Ia tidak kesepian.



Demikian pula dengan PB. Yesus Kristus sendiri mengatakan, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh. 11:25). Simak baik-baik: hidup meski sudah mati. Kristus menjamin kehidupan di balik kematian. Meskipun raga kasar manusia terurai, tetapi jiwanya tetap hidup. Jauh sebelum ada penyelidikan medis mengenai out of body experiences, Kristus mengatakan bahwa jiwa tetap memiliki kesadaran setelah kematian. Jiwa seseorang tetap hidup. Maka, berbahagialah setiap orang yang mengerti rahasia ini! Pertanyaannya kini: Bagaimana realitas di balik kematian itu?



Pertanyaan ini mengusik hati banyak jemaat gereja perdana. Bagaimana setelah seorang Kristen mati? Apalagi mereka sedang diimpit dengan penderitaan tiada tara. Kristus tidak ada lagi bersama dengan jemaat. Apa yang Ia kerjakan? Apakah Ia tetap peduli dengan jemaat yang sedang menderita? Akankah Ia kembali, dan akankah hal itu terjadi? Mereka membutuhkan kekuatan iman. Mereka butuh penghiburan. Mereka butuh kepastian.



Untuk alasan inilah, Paulus menulis surat 1 Tesalonika. Surat ini adalah kitab pertama yang ditulis oleh rasul Paulus, sekitar tahun 50-51 M. Dalam kitab pertamanya ini, Paulus hendak menjawab pergumulan jemaat mengenai kepastian dan jaminan sejati di dalam Kristus, bagi gereja Tuhan.



Karena itu, ia berkata, “Kami tidak mau . . . bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal.” Rasul hendak menerangkan mengenai mereka yang terlebih dahulu mati di dalam imannya oleh karena Kristus. Jemaat jangan sampai tidak mengetahui hal yang seperti ini, apalagi mereka sedang menghadapi tantangan iman yang sangat berat. Berita ini tetap, bahkan makin relevan. Pada masa kini pun, mengingat beban hidup yang kian menindih kehidupan, jemaat perlu disadarkan akan arti kematian dan kehidupan di baliknya.



Bagaimana keadaan mereka yang telah meninggal?



Pertama, mereka yang meninggal sedang “tidur”



Bahasa aslinya memang “tidur.”[1] Tidur itu beristirahat. Beristirahat itu melepas lelah. Setiap orang butuh tidur yang cukup. Beristirahat itu sangat perlu. Kira-kira 6-8 jam, itulah waktu istirahat bagi seorang dewasa di malam hari. Tidur yang cukup akan memulihkan kekuatan dan kesehatan.



Seminggu lalu (21 September 2008), saya dijadwal berkhotbah tiga kali. Sabtu malam, saya tidak dapat tidur, sampai jam 3 dini hari, padahal saya harus menyampaikan firman pada pukul 6 pagi. Saya hanya tidur 1,5 jam! Kebaktian pertama lancar. Di kebaktian kedua, di tengah-tengah khotbah, suara saya habis, tinggal sisa-sisa. Saya sebenarnya sudah menduga gangguan itu sebelumnya! Kenapa terjadi gangguan itu? Karena saya kurang istirahat. Saya tidak cukup tidur.



Ketika anak perempuan kepala rumah ibadat mati bernama Yairus, Tuhan Yesus berkata, “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!” (Mrk. 5:41). Hal ini sebenarnya bukan berita unik. Orang Yahudi, dalam mazhab Farisi, percaya adanya kebangkitan tubuh, setelah kematian. Sehingga, kematian bukanlah suatu momok yang menakutkan. Kematian tak ubahnya seperti tidur. Tuhan Yesus juga percaya berita ini. Ia percaya akan adanya kebangkitan tubuh dan karena itu, katakan bahwa kematian itu adalah tidur.



Sekarang dapat kita pahami makna rohaninya. Hidup di dunia itu lelah. Banyak penderitaan dan sengsara yang dialami setiap orang. Kita merasa capai, penat, dan lunglai serta kadang-kadang putus asa menghadapi tantangan kehidupan yang kian memberatkan. Seseorang yang meninggal berarti menanggalkan kepenatan dan beban kehidupan. Ia beristirahat dalam damai.



Maka kini, seperti kata Tuhan Yesus, ketika kita melihat seorang Kristen yang sungguh-sungguh telah meninggal dunia, “Mengapa ribut dan menangis? Kekasih kita tidak mati, tetapi tidur!” Milikilah kepastian ini. Tak perlu kita risau dengan kematian.




[1]Bdk. bahasa Inggris fall asleep atau asleep.



No comments:

Post a Comment