Monday, September 15, 2008

KRISTOLOGI SELAYANG PANDANG (5)



KEMATIAN YESUS



Orang Islam dan Alquran menolak bahwa Yesus mati disalibkan. Allah tidak akan rela utusan-Nya diperlakukan dengan kejam. Allah pasti menyelamatkan Yesus, dan oleh karena itu, Allah mengubah wajah seseorang, dan menyerupakan dia dengan Yesus. Dengan jalan ini, Yesus terbebas dari hukuman. Secara tidak langsung, orang Islam mengakui ada suatu mukjizat yang terjadi pada Yesus yang adalah seorang nabi dan utusan Allah. Pengakuan ini, disadari atau tidak, telah menempatkan Yesus di tempat yang lebih tinggi dibandingkan manusia-manusia lain, termasuk nabi tertinggi mereka.



Akan tetapi, kita sendiri tidak dapat menerima data ini, oleh sebab catatan yang jauh lebih awal dari Alquran, yakni keempat Injil, semua menyatakan bahwa Yesus dari Nazaretlah yang telah diserahkan ke tangan orang-orang durhaka. Untuk motif apakah Allah harus menyerupakan Dia? Adakah keterkaitan kejadian seperti ini dengan berita sebelumnya? Dan, Allah seperti apa yang akan tampil bila Ia memang benar telah menyerupakan orang lain seperti Yesus? Sesungguhnya, jika Allah menyerupakan orang lain seperti Kristus, maka Dia adalah Allah yang tidak konsisten dengan perjanjian-Nya. Ia mengutus Yesus bukan sekadar untuk menjadi nabi, tetapi Mesias bagi kaum-Nya, Juruselamat bagi umat pilihan-Nya. Sebagai Juruselamat, Ia harus menanggung murka yang seharusnya ditanggung oleh umat, dengan jalan masuk ke dalam penghukuman dan kekejian yang paling ultimat, yaitu dengan tergantung di kayu salib. Jadi, dari manakah sumber bahwa Allah mengubah orang lain untuk diserupakan dengan Kristus?



Dewasa ini, orang tidak terlalu memusingkan bahwa Yesus mati disalib. Orang justru memperdebatkan apakah Kristus benar-benar bangkit dari antara orang mati. Mungkinkah Dia bangkit dari antara orang mati?



A. Konteks Penyaliban



Penyaliban adalah hukuman yang sangat kejam, di mana seorang pesakitan digantung di sebuah tonggak kayu, atau sejenis itu. Ragam bentuk salib itu sendiri bermacam-macam. Yesus disalibkan, kira-kira di Utara Yerusalem, di luar pintu gerbang Yerusalem, di pinggir jalan. Orang yang dinyatakan bersalah dan dihukum salib, akan dieksekusi di muka publik. Semakin umum dan tampak tempat penyaliban itu, maka makin baik. Dua orang disalibkan bersama-sama Dia. Mereka adalah “penyamun” atau “perampok” (bandits) yaitu istilah yang biasa dikenakan kepada orang-orang yang pada masa sekarang menjadi teroris, pengacau keamanan, yang bergerak untuk pembebasan. Kemungkinan besar, mereka ini ada hubungannya dengan gerakan Barabas yang baru saja melakukan aksi mereka.



Secara tradisional, tempat kematian Kristus sekarang ini adalah yang menjadi Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Tempat ini nampaknya autentik. Hanya saja, menjadi pertanyaan adalah rute dijalani oleh Kristus. Via Dolorosa yang dari Panggung Ecce Homo ke Makam Kudus itu, lebih memungkinkan bila tempat Pilatus berada di Konven Sang Dara dari Sion, namun ada banyak data yang mengatakan bahwa markas Pilatus (dalam kunjungannya yang rutin ke Yerusalem) adalah di istana Herodes, yaitu di Tembok Barat kota, di mana saat ini berdiri sebuah katedral di sebelah Gerbang Yafa.



Tempat eksekusi tersebut, disebut “Tengkorak.” Lebih umum kita kenal sebagai Golgota (Aram) atau Kalvari (Latin), yang juga berarti “tengkorak.” Di sinilah Yesus disalibkan. Biasanya, seseorang yang dihukum salib, akan memikul salibnya, atau paling tidak satu balok salib, di atas punggungnya menuju tempat eksekusi. Inilah latar belakang perkataan Kristus bahwa setiap orang yang mau mengikut-Nya harus memikul salibnya. Para serdadu Roma berjumpa dengan seseorang bernama Simon, dari Kirene, yang hendak masuk ke kota itu melalui gerbang utara. Mereka memaksanya agar mengangkat salib bagi Yesus. Keluarga Simon nampaknya terkenal pada era gereja perdana, ketika Markus yang menulis kira-kira tahun 64 mengidentifikasikannya sebagai “ayah Aleksander dan Rufus” (Mrk. 15:21).



Pekerjaan eksekusi itu sendiri dikerjakan oleh satu skuadron serdadu Roma. Yohanes menyebutkan empat orang tentara (quaternion), tetapi tidaklah jelas apakah keempat orang ini bertugas untuk memaku ketika narapidana itu, ataukah masing-masing narapidana dieksekusi oleh empat orang. Ketika mereka selesai menjalankan tugas, mereka duduk dan tetap berjaga-jaga, siapa tahu ada rekan-rekan para narapidana yang hendak menolong temannya itu.



Menurut hukum Taurat, seseorang yang disalib tidak boleh terus tergantung di kayu salib. Ia harus diturunkan pada sore hari, dan “janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu” (Ul. 21:23). Ketika kita kita memahami penyaliban, kita tahu bahwa bentuk eksekusi mempertontonkan mayat manusia di depan publik adalah suatu kekejian bagi Allah, yang telah menciptakan manusia di dalam gambar dan rupa-Nya. Ada berbagai macam penghukuman pada masa kuno, yang ditujukan untuk melecehkan harkat dan martabat manusia, dan penyaliban dibuat untuk tujuan itu.



Penyaliban diperkenalkan ke wilayah Mediterania dari daerah Timur. Ketika tentara Asyur menggempur sebuah kota, sering kali mereka kemudian menggantung penduduknya di luar tembok kota pada sebuah tiang. Sebuah contoh terjadi pada waktu Lakhis digempur, dan penduduknya digantung di luar istana Sanherib. Penyaliban dilakukan secara lebih dahsyat oleh Persia: ketika Darius I meredakan pemberontakan di Babel, dikatakan bahwa ia telah menyalibkan 3000 orang Babel. Aleksander Agung pernah juga melakukan apa yang lebih baik tetapi juga apa yang lebih buruk di kemudian hari: ketika orang-orang Tirus menantang dia pada perjalanannya ke arah selatan menuju Mesir, ia membalaskan dendamnya tidak hanya dengan membumihanguskan kota itu, tetapi juga menyalibkan 2000 orang di sepanjang pantai.



Kekejaman wangsa Hasmonean, yaitu Raja Aleksander Yaneus (103-76 SM), mencapai puncaknya. Ia berhasil meredam suatu pemberontakan, dan menyalibkan 8000 orang di dekat istananya sehingga ia dan semua rekan-rekannya dapat melihatnya dari balkon. Bukan itu saja, anak-anak dan istri mereka disembelih di depan mereka sembari mereka tergantung di kayu salib. Raja Herodes Agung sebagai salah satu keturunan Hasmonean juga bisa bertindak sama, namun tak pernah dikatakan bahwa ia pernah menyalibkan seorang pun.



Adalah kemudian orang Roma yang memperkenalkan penyaliban sebagai alat eksekusi rutin di tanah Israel. Kebiasaan ini mungkin diadopsi dari Kartago (koloni Funisia). Di antara orang Roma sendiri, hukuman ini ditujukan kepada para budak. Sebab budak tidak mempunyai martabat legal, sehingga ia dapat diperlakukan apa saja. Warga Roma sendiri dibebaskan dari penghukuman seperti ini. Ketika Roma meluaskan wilayahnya, penyaliban dipakai untuk menghukum orang-orang yang dijumpai bersalah atau memberontak atau melakukan kejahatan. Ketika jenderal Roma Quinctilius Varus meredakan pemberontakan di Palestina setelah wafatnya Herodes pada tahun 4 SM, ia menyalibkan 2000 orang pemimpinnya. Ketika Yesus, yang bukan warga Roma tetapi tergolong orang yang dicurigai melakukan penghasutan, maka jelas sekali Ia dapat dikenai hukuman salib.



Penyaliban bukan hanya metode eksekusi yang pelan-pelan dan begitu menyakitkan; penyaliban terutama sangat merendahkan martabat manusia. Seseorang yang tersalib ditelanjangi. Si narapidana sudah terlebih dahulu merasa kesakitan karena dicambuk dan perlakuan-perlakuan kasar lainnya sebelum ia digantung di salib; maka erangan kesakitan, kram otot, dehidrasi, lalat-lalat, debu, semua ini ia alami berjam-jam, bahkan bisa berhari-hari. Sebuah kayu untuk duduk, dibuat bukan untuk menyangga berat tubuh, tetapi untuk membuat kesakitan itu makin lama dirasakan oleh sang narapidana. Berat tubuh menekan ke bawah, sehingga menganggu fungsi paru-paru dan pernapasan. Napas akan tersengal-sengal. Pernapasan dapat dibantu dengan diafragma, dan bila ia bisa bertahan, maka rasa sakit itu akan tambah lama!



Si korban dapat digantung di kayu salib dengan tali ataupun paku. Para penulis Injil Sinoptik tidak menulis secara jelas, tetapi Yohanes dengan gamblang mengatakan bahwa Yesus dipaku. Penggunaan paku diilustrasikan dalam penemuan pada tahun 1968 di sebuah osuari di Bukit Amunisi, sebelah utara Yerusalem. Tulang yang disimpan di osuari itu adalah Yohanes bin Yehezkiel, yang juga disalibkan pada separuh pertama abad I M. Ia dipaku dengan tiga paku, masing-masing satu di pergelangan tangannya, satu lagi di pergelangan kaki yang ditangkup menjadi satu.



Tuduhan kepada Yesus yaitu seperti yang tertera di bagian atas salib-Nya: “Raja orang Yahudi.” Ditulis sedemikian rupa untuk menunjukkan pemberontakan-Nya terhadap para pemimpin Yahudi. Namun kita tahu, di atas salib itu, terdapat suatu paradoks teragung: di atas salib dan di dalam kematian yang memalukan itu, nyatalah Raja di atas segala raja!



No comments:

Post a Comment